Sejarah & Latarbelakang Teologi Kitab Antar Perjanjian Dalam Kanon
SEJARAH
& LATARBELAKANG TEOLOGI KITABKITAB ANTAR PERJANJIAN
DAN
REFLEKSINYA DALAM KANON.
Ewen Josua Silitonga
I.
PENDAHULUAN
Berbicara kitab-kitab antar
perjanjian dalam Alkitab maka kita sedang berbicara kitab-kitab Deutrokanonika
atau kanonisasi kedua, jika ada Deutorkanonika tentu ada Protokanonika. Ketika
kitab-kitab dalam Alkitab telah dikanonisasikan itulah yang disebut sebagai
Protokanonika, akan tetapi dikemudian hari gereja Roma Katholik merasa ada
kitab-kitab lain yang memiliki muatan ilham Roh Kudus yang harus dimasukan
dalam Alkitab itulah yang disebut Deutrokanonika atau kanonisasi yang kedua.
Dan ketika kita berbicara kitab-kitab Deutrokanonika kita tidak bisa
lepas-pisahkan untuk berbicara tentang kitab-kitab Apokrifa, dan ketika kita
berbicara kitab Apokrifa maka kita juga tidak dapat lepas-pisahkan untuk
berbicara kita Pseudopigrafa. Karena kitab-kitab Deutrokanonika Katholik tidak
diakui oleh kanonisasi Yudaisme, Protestan dan Calvinis, dengan mengangap
kitab-kitab Deutrokanonika itu adalah kitab yang tersembunyi (apokrif) dan
non-kanonik. Akan tetapi selain kitab-kitab Deutrokanonika yang apokrif itu,
ada banyak lagi kitab-kitab apokrif non-kanonik yang tidak diakui oleh gereja
manapun, dan itulah yang disebut kitab-kitab Pseudopigrafa. Dengan kata lain
kitab-kitab Pseudopigrafa adalah kitab-kitab yang tidak termasuk dalam
Protokanonika dan Deutrokanonika. Untuk lebih lanjut akan kita bahas dan ulas
dibawah ini.
II.
ISI
2.1. Terminologi
Protokanonik, Deutorokanonik Apokrifa, Pseudopigrafa & Kanon.
2.1.1.
Terminologi Protokanonik
Ketika Bait Allah di Yerusalem dihancurkan
tahun 587 sM dan kembali dihancurkan oleh pihak Romawi tahun 70 masehi, ada
banyak dokumen-dokumen dan tulisan-tulisan hilang dan musnah, maka baik pihak
Yahudi dan Kristen melakukan penyusunan literatur kembali untuk menjadi acuan
dasar berpijakan iman kepercayaannya. Kanon Perjanjian Lama itu sudah rampung
dilakukan tahun 100 sM didalam konsili ulama Yahudi di Yamnia. Dan pada
pertengahan abad ke II oleh pihak Kristen sudah dimulai usaha pengkanonisasian
Perjanjian Baru. Akan tetapi selain kitab PB yang sudah terkanosisasi itu
ternyata masih ada injil-injil lain yang ditulis rata-rata diatas tahun 100
masehi, seperti injil Thomas (150) dan sumber-sumber lain yang berbicara
tentang Yesus yang tidak terkanonisasi, oleh para ahli disebut Q (Jerman : quell) yang artinya sumber. Bahkan
disinyalir Injil Matius dan Lukas memiliki muatan berita dari sumber Q. Dan
sebelum kanon Perjanjian Baru ditetapkan, ternyata sudah ada kanon-kanon yang
dibuat secara personal, seperti : Kanon Marcion tahun 100-165 masehi yang
membedakan Allah Perjanjian Lama dan Allah Perjanjian Baru, yang oleh pihak
keKristenan diklaim dipengaruhi oleh gnostik. Melihat bahaya kanon Marcion
seorang bapa gereja Irenaeus mencoba menyusun kanonnya yang menjadi cikal-bakal
kanon Perjanjian Baru, tetapi Ireaneus memasukan kitab gembala Hermas dalam
kanonnya sebagai kitab penutup, dan tidak memasukan kitab Yudas dan Ibrani
dalam kanonnya. Hingga akhir abad ke IV
kanonisasi Perjanjian Baru rampung dilakukan, seperti yang kita miliki sekarang
ini.[1]
Jadi Protokanonik adalah kanon Perjanjian Lama Yudaisme yang dikenal dengan
sebutan Biblia Hebreica yang rampung
tahun 100 sM di Yamnia dan kanon Perjanjian Baru oleh pihak Kristen yang
rangkum pada akhir abad ke IV.
Persoalan hadirnya kitab-kitab deutrokanonika
atau kitab-kitab non-kanonik (apokrifa) adalah berkaitan dengan menyingkap
realitas Yesus Kristus. Joseph Taticus sejarahwan Yahudi menyatakan bahwa umat
Yahudi sudah menanti seorang meshiah (Yun
: chirstos) seorang raja yang diurapi
dari keturunan Daud untuk membebaskan Israel. Injil menyatakan bahwa mesias itu
adalah Yesus, sementara Injil dianggap masih ambigu dan tidak komprehensif
dalam memberitakan Yesus. Klaim keKristenan Yesus sebagai mesias dengan
kematian Yesus dengan cara dirajam dan disalib, pada masa itu dianggap sebagai
sesuatu lelucon yang memalukan, sebab bagaimana mungkin seorang mesias mati
dengan cara mengenaskan dan memalukan seperti itu? Antiokhia adalah kota sumber
awal kepercayaan bahwa Yesus adalah mesias, sebab dari kota itulah untuk
pertamakalinya dikenal sebutan Kristen atau pengikut Yesus (Kis 11:26).
Orang-orang Kristen Yahudi terkhusus komunitas Qumran mencoba mencari relasi
Perjanjian Lama dengan realitas Yesus sebagai mesias dan menemukan kecocokan
nubuatan akan hal itu.[2]
Perdebatan tentang kanon pada masa itu menjadi sebuah diskursus, Michael
Baigent, Henry Lincoln dalam bukunya berjudul Holy Blood Grail menyebutkan bahwa kaisar Konstantinus mengubah
teks Perjanjian Baru. Bermula dari tindakan kaisar Diokletianus berusaha
menghancurkan dokumen-dokumen Kristen, akibatnya dokumen-dokumen keKristena di
Roma lenyap. Ketika Konstantinus menjadi raja dan ketika Roma mengakui
keKristenan maka dimulailah usaha merevisi, menyunting dan menulis ulang
terjemahan-terjemahan baru dari dokumen-dokumen Kristen yang telah hilang dan
yang tersisa. Dalam buku itu diterangkan bahwa keIlahian Yesus adalah ciptaan
Konstantinus, sekalipun tuduhan itu tidak bisa dibuktikan secara historis.
Sebab pemberantasan dokumen keKristenan oleh Diokletianus tidaklah
menghilangkan semua dokumen keKristenan. Ada 48 manuskrip Perjanjian Baru yang
masih beredar dan lebih awal dari abad ke IV dibawah tahun 100 masehi,
sekalipun dalam bentuk fragmen-fragmen, manuskrip dalam bentuk papirus yang
berbicara tentang Yesus. Dan Burstein dalam bukunya Secret Of The Codex menerangkan mengenai kanonisasi Perjanjian
Baru. Burstein menyatakan bahwa memang isi Injil bukanlah untuk menciptakan
riwayat Yesus dari nol tetapi mengenai hakikat Yesus. Perbedaan-perbedaan konteks
pemberitaan dalam kitab Injil, sebagai bukti autentik bahwa para penulis Injil
tidak melakukan konspirasi atau persengkongkolan dalam menulis mengenai Yesus.
Tuduhan para teolog Liberal yang menyatakan bahwa penyalin kitab-kitab
Perjanjian Baru memperlakukan teks-teks asli semaunya dan tanpa pengawasan itu
adalah omong kosong. Justru kitab-kitab Perjanjian Baru memiliki standar untuk
dapat disebut sebagai kitab suci yakni kanon.[3]
2.1.2.
Terminologi Deutrokanonik Apokrifa.
Apokrifa berasal dari bahasa Yunani
yang terdiri dari dua suku kata Yunani yakni : apo yang artinya : Dari, jauh, dan kata krupto yang artinya : Untuk menyembunyikan. Sehingga apokrifa dapat
difenisikan : Kitab yang disembunyikan untuk tujuan yang baik, sebab
ketidakmampuan sipenerima memahami pengetahuan sipengungkap, maka hal itu tidak
akan bermanfaat bagi sipenerima.[4]
Deutrokanonika adalah kitab-kitab yang ditempatkan oleh gereja Roma Katholik
diantara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan kitab-kitab itu disebut
Apokrifa yang artinya tersembunyi. Akan tetapi disebut kitab-kitab tersembunyi
bukan berarti kitab-kitab ini pernah hilang, tetapi diyakini kitab-kitab ini
memiliki ajaran yang misterius atau tersembunyi. Sejarah penulisan apokrifa
dimulai ketika orang-orang Yahudi bermukim di Mesir pada abad ke III sM,
orang-orang Yahudi diaspora ini telah berbahasa Yunani. Ketika raja Plotemus II
menjadi raja Mesir sekitar tahun 285-246 sM, dimulailah orang-orang Yahudi
menterjemahkan kitab-kitab Perjanjian Lama berbahasa Ibrani (Biblia Hebreica) kedalam bahasa Yunani
yang kita kenal dengan istilah LXX atau Septuaginta, dalam Septuaginta
kitab-kitab apokrifa itu dimasukan menjadi bagian intergral dari kitab itu.
Disebut Septuaginta karena penerjemah kitab-kitab itu berjumlah 70 orang dan
dalam bahasa Yunani bilangan 70 adalah LXX atau Septuaginta. Gereja mula-mula
sendiri pada umumnya adalah orang-orang non-Yahudi, mereka lenih cenderung
memakai bacaan kitab Septuaginta ketimbang kitab berbahasa Ibrani (Biblia Hebreica) karena lebih mudah
dipahami mereka. Dan itulah yang diwarisi oleh gereja Roma Katholik sampai
sekarang, bagaimana kitab-kitab apokrifa menjadi bagian intergral dari kitab
sucinya. Akan tetapi para ulama Yahudi dalam konsili Yamnia tahun 100 sM menolak
kitab-kitab apokrifa dimasukan dalam kanon Perjanjian Lama (Biblia Hebreica).[5]
2.1.4.
Terminologi Pseudopigrafa
Istilah Pseudopigrafa dikenal secara
umum ketika R.H. Charles menulis buku dengan judul The Apocryfa And Pseudopigrafa Of The Old Testament. Jika apokrifa
adalah Deutrokanonik bagi gereja Katholik maka kitab-kitab Pseudopigrafa adalah
kitab-kitab apokrif diluar Protokanonik dan diluar Deutrokanonik. Kitab-kitab
Pesudopigrafa ditulis antara tahun 200-100 sM, para penulis kitab-kitab
Pseudopigrafa memakai nama samaran tokoh-tokoh Israel terkenal, itulah mengapa
kitab-kitab ini disebut Pseudopigrafa yang artinya : Naskah-naskah berjudul
semu. Naskah-naskah Pseudopigrafa adalah campuran dari tumpukan kitab-kitab
yang bercampur-aduk dari berbagai tradisi dan konteks dan ditulis dari berbagai
bahasa seperti bahasa Eutopia, Slovania, Siria dan lain sebagainya. Kitab-kitab
Pseudopigrafa adalah tambahan-tambahan kisah yang bersifat legendaris yang
mencakup kisah-kisah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.[6]
2.1.5.
Terminologi Kanon
Kanon berasal dari bahasa Ibrani qaneh dalam bahasa Yunani kaenon dan dalam bahasa Inggris cane yang artinya : Buluh, tongkat, alat
pengukur, balok kayu atau bangku panjang dari papan, yang semua itu menerangkan
alat pengukur atau standar. Jika dalam kronologi pristiwa maka kanon adalah
daftar waktu, jika dalam sastra maka kanon adalah sebuah karangan yang sah
sebagai hasil karya seorang pengarang atau dengan kata lain : Kanon adalah
sejumlah risalah yang dapat dinyatakan sebagai hasil tulisan yang sah. Dalam
Alkitab ada beberapa kata kiasan yang bersangkut-paut dengan kanon, seperti :
Tongkat pengukur (Yeh 40:3-5, Why 11:1), Daerah kerja yang dipatok (2 Kor
10:13-15), Patokan moral (Gal 6:16) dan Ukuran dari tindakan (Flp 3:16). Dalam
keKristenan Kanon adalah peraturan iman dari daftar kitab-kitab yang asli
sebagai perkataan Tuhan yang diilhamkan. Istilah Kanon merujuk kepada standar
apa yang digunakan untuk menentukan suatu kitab sebagai kitab yang di ilhamkan
atau tidak di ilhamkan.[7]
Jika kita telah menerima kenyataan
bahwa Alkitab merupakan wujud penyataan dan perkataan Allah, maka kita akan
tertarik untuk mengetahui sifat dokumen itu, untuk menjawab pertanyaan : Apakah
kitab-kitab kanonik itu asli, apakah kanonik dapat dipercaya? Tetapi keaslian
yang dimaksud bukan dalam arti mana kitab yang pertama sekali ditulis, karena
tidak ada dokumen yang dapat dipastikan mana yang lebih dahulu ada secara
komprehensif. Akan tetapi kata asli maksudnya menerangkan : Apakah kitab itu
benar-benar ditulis oleh penulisnya dan mencantumkan penulisnya untuk menilai
otentitasnya. Karena apabila suatu kitab tidak jelas asal-usul penulisnya,
apalagi penulis mencatut nama orang lain sebagai pengarangnya maka kitab itu
jauh dari keaslian.[8]
Adapun standar Kanon yang dipakai adalah :
1. Apakah
kitab itu ditulis dalam zaman Rasul (Test
in the apostolic age)
2. Apakah
kitab itu memiliki otoritas Rasuli (Apostolic
authority)
3. Apakah
kitab itu ditulis pada zaman paling dahulu (Antiquity)
4. Apakah
kitab itu memiliki nilai ortodoksi atau kerasulan (Orthodoxy)
5. Apakah
kitab itu diterima secara umum digereja (Catholicity)
6. Apakah
kitab itu memiliki pengunaan tradisi gereja (Traditional use)
7. Apakah
kitab itu memiliki inspirasi Roh Kudus (Inspiration
Holy Spirit)
Gereja mula-mula tidak memiliki
persoalan atas diri mereka mengenai kriteria atas kanonik, karena gereja
mula-mula belum memiliki pemahaman akan itu. Mereka menerima kitab Perjanjian
Lama sebagai otoritas kitab suci dan cukup diratifikasi oleh apakah pengajaran
itu disampaikan oleh perkataan dari mulut atau dalam tulisan para rasul menjadi
otoritas axiomatic mereka.[9] Jadi
dapat dipahami kanon adalah aturan, kaidah atau patokan. Oleh kanon maka
kitab-kitab Perjanjian Baru diakui sebagai kumpulan kitab-kitab yang
berotoritas, dan otoritasnya karena nilai interistiknya dan inti kebenarannya.
Bruce Metzger menyatakan : Gereja tidak membuat atau menciptakan kanon, tetapi
gereja mengakui status dokumen-dokumen tertentu yang dikukuhkan, jadi nilai
interistik dan nilai kebenaran didalam dokumen-dokumen itulah yang membuat
gereja mengakuinya.[10]
Disisi ada juga ahli berpendapat bahwa tiga kriteria yang dipakai dalam
kanonisasi yakni :
1. Apakah
kitab-kitab itu ditulis oleh seorang rasul atau teman seorang rasul (apostolitas).
2. Apakah
kitab-kitab itu selaras dengan yang diajarkan oleh para rasul dari kitab-kitab
lain yang berasal dari rasul (ortodoksi).
3. Apakah
kitab-kitab itu diterima sejak dini dan diterima secara mayoritas gereja (katolitas).[11]
2.2. Latar Belakang
Teologi Kanonisasi Protokanonika, Deutrokanonika, Pseudopigrafa
2.2.1.
Protokanonika
Kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru disebut kitab-kitab Kanonik atau kitab-kitab Protokanonik atau kitab-kitab
kanon pertama. Kanon Perjanjian Lama disusun oleh ulama-ulama Yahudi dan kanon
Perjanjian Baru disusun oleh ulama-ulama Kristen dari gereja mula-mula dari
abad I sampai abad ke III. Dalam keKristenan kanon Perjanjian Lama ada 39 kitab
yang dibagi kedalam 4 bagian besar yakni : Hukum, Sejarah, Puisi/Hikmat dan
Nabi-nabi. Akan tetapi dalam kanon Yudaisme Biblia
Hebreica berisi 24 kitab, hal itu dikarenakan ada beberapa kitab yang
digabungkan atau dikelompokan menjadi satu kitab. Dalam kanon Perjanjian Lama
Biblia Hebreica standar kanon yang digunakan adalah : Apakah kitab itu ditulis oleh seorang nabi dan Apakah kitab itu mempunyai karunia bernubuat? Tidak tahu kapan
semua kitab-kitab Perjanjian Lama itu selesai ditulis, akan tetapi kaum Liberal
mengklaim bahwa kitab-kitab Perjanjian Lama ditulis pasca pembuangan kira-kira
tahun 100-200 sM. Akan tetapi menurut Josephus seorang sejarawan Yahudi
menuliskan bahwa : Kitab-kitab Perjanjian Lama sudah ada sejak zaman Musa
hingga zaman raja Persia Artahsasta.[12]
Ketika agama Kristen menyebar di kekaisaran Romawi pada abad I sudah ditemukan
catatan-catatan Injil dan surat-surat mengenai pemberitaan Yesus, sehingga
semua kitab-kitab Perjanjian Baru dituliskan antara tahun 50-100 masehi, yang
berasal dari rasul-rasul atau dari murid-murid para rasul atau penulis yang
memiliki hubungan erat dengan rasul-rasul, karena itulah semua kitab-kitab
Perjanjian Baru ditulis dibawah tahun 100 masehi. Seperti Markus yang
mengunakan Petrus sebagai sumber utama Injilnya, seperti Lukas dan Kisah
Pararasul, dimana Lukas adalah kawan dekat rasul Paulus, sehingga rasul Paulus
menjadi refrensi utama Lukas. Akan tetapi pada gereja mula-mula abad I merebak ajaran
sesat dengan injil-injil palsu yakni dari Gnostik, dimana Gnostik membuat
tulisan-tulisan suci mereka sendiri, membuat injil mereka sendiri bahkan
menyadur injil-injil rasuli dengan pikiran mereka. Situasi inilah yang menjadi
indikasi awal untuk segera melakukan kanonisasi Perjanjian Baru. Ada beberapa
standar kanonisasi yang dipakai dalam Perjanjian Baru yakni :
1. Apakah
kitab-kitab itu rasuli? Maksudnya apakah kitab-kitab itu ditulis oleh para
rasul atau setidak-tidaknya seorang yang bertalian erat dengan para rasul.
2. Apakah
kitab-kitab itu dipakai atau dipergunakan digereja-gereja Kristen atau
digunakan para pemimpin-pemimpin Kristen saat itu. Dalam hal ini peran
bapa-bapa Gereja seperti : Polycarpus, Yustinus Martyr, Tertulianus, Origenes,
Eusebius, Athanasius, Jorome dan Agustinus, dalam melakukan pengumpulan
kitab-kitab Perjanjian Baru pada abad pertama. Dan kanon Perjanjian Baru
lengkap seperti sekarang ini berjumlah 27 kitab rampung pada abad akhir ke IV.
3. Apakah
kitab-kitab itu mengakui kuasa dan wibawa Roh Kudus yang membimbing orang
percaya kepada kebenaran Kristus (Yoh 16:13).[13]
2.2.2.
Deutrokanonika Apokrifa
Kitab deutrokanonika terbentuk tidak
dapat dilepas-pisahkan dari peristiwa kehancuran Bait Suci di Yerusalem
tahun 587 sM, dimana Bait Suci Yerusalem
bagi Israel memiliki fungsi pemersatu bai umat. Kehancuran Bait Suci di
Yerusalem menyebabkan perubahan radikal dalam kesatuan Isarel dan didalam
kesastraan. Sebagai umat Israel mempertahankan Yerusalem sebagai pusat
intelektual keagamaan dan bagi umat Yahudi diaspora yakni orang-orang Israel
yang tersebar selama dominani Babilonia, menjadikan Alexandria dijadikan
sebagai pusat intelektual keagamaan mereka. Maka peribadatan baru muncul dengan
konsep Sinagoge dan berbahasa Yunani yang didominasi dari leteratur Qumran laut
mati. Dimulailah menterjemahkan kitab Perjanjanjian Lama Yahudi (biblia hebreica) kedalam bahasa Yunani
yang dikenal dengan istilah Septuaginta atu LXX. Pada waktu itu kitab-kitab
deutrokanonika itu dimasukan kedalam terjemahannya atau yang dikenal juga
dengan istilah kitab apokrifa, yang saat itu populer dikalangan Kristen
Alexandira. Yang kemudian hari kitab
deutrokanonika ini menjadi tidak meniliki nilai signifikan dengan bangkitnya
keKristenan protestan yang menolak deutrokanonika apokrifa sebagai bagian
integral kitab suci, demikian juga dari kaum Yahudi menolak deutrokanonika
apokrifa menjadi bagian dari kanon mereka Biblia Hebreica.[14]
Apokrifa adalah istilah yang diterapkan oleh Kristen protestan kepada kitab
yang masuk dalam kanon Roma Katolik, Koptik dan Ortodoks timur, tetapi tidak
ditemukan dalam kanon Yudaisme dan Protestan. Kata apokrifa artinya hidden thing (hal-hal tersembunyi).[15]
Ada 14 kitab-kitab Deutrokanonika Apokrifa yang diakui oleh gereja Katholik yakni
: 1 Edras, 2 Edras, Tobit, Judit, Sisa Ester, Kearifan Raja Salomo,
Ekklesiantus, Barukh, Kidung Tiga Anak Kudus, Riwayat Susana, Bel dan Naga, Doa
Manasye, 1 Makabe, 2 Makabe.
Menurut Jonar T.H Situmorang kitab
apokrif muncul diatara waktu tenggang antara Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru, pada Perjanjian Lama pasca zaman nabi Maleakhi dan dalam Perjanjian Baru
dimulai sejak zaman Yohanes pembaptis. Dimana antara zaman Maleakhi hingga
Yohanes pembaptis disebut masa diamnya Allah, tidak ada nubuatan dan tidak ada
para nabi yang tampil, akhirnya umat mencari suara Tuhan melalui para imam dan
kitab-kitab, pada konteks inilah kitab-kitab apokrif menjadi penting. Karena
ketika masuk pada zaman Yohanes pembaptis dimulai tampilnya nabi Tuhan dan umat
mendengar suara Tuhan. Dan masa transisi antara nabi Maleakhi dengan Yohanes
Pembaptis ada 400 tahun (bnd. Amos 8:11-14). Kitab Apokrifa terindikasi
mencampurkan antara sejarah, legenda, mitos dan takhayul, dan tidak diketahui
asal-usul mengenai kitab ini, selain itu kitab apokrif juga sudah
terkontaminasi oleh filsafat Yunani, seperti kitab Hikmat Bin Sirakh,
Kebijaksanaan Salomo dan Doa Manasye. Konon secara tradisional dipahami kitab
apokrif sangat dalam isinya sehingga tidak akan dapat dipahami oleh orang biasa,
sehingga harus disembunykan atau dirahasiakan. Dan rahasia kitab apokrif hanya
ditujukan Allah kepada penulisnya dan yang memilki pemahaman yang dalam.[16]
Istilah Protokanonik dan Deutorkanonik ini dipakai untuk menunjukan perbedaan
mana kitab kanon pertama dan mana kitab kanon kemudian. Akhirnya istilah deutrokanonik sebagai terminologi untuk
menunjukan kitab yang non-kanonik. Dan versi Alkitab kitab-kitab deutrokanonik
dimasukan kedalam bagian tersendiri dan dinamai Apokrifa yang artinya kitab-kitab yang non-kanonik (apokrif). Rumpun kitab-kitab non-kanonik
(apokrif) disinyalir pihak kanonik
mereduksi pemahaman gnotisme[17] dan kitab-kitab apokrif ini diklaim
adalah kitab-kitab yang berisi pengajaran Yesus pasca kebangkitan Yesus
(Paskah). Bapa-bapa Gereja seperti Irenaeus (190M) mencurigai kitab apokrifa
ini berasal dari bidat, dan Irenaeus adalah orang pertama yang mengunakan
istilah apokrif kepada kitab-kitab
non-kanonik ini. Setelah keruntuhan Yerusalem tahun 70 masehi, maka masa depan
kitab suci agama Yahudi (Yudaisme) ditegakkan kembali oleh para rabbi Farisi
dan mereka mengakui 24 kitab sebagai kitab suci Yudaisme yang otoritatif.
Karena itu Yudaisme di Yerusalem menolak kitab Ibrani Alexandria yakni kitab
yang diterjemahkan kedalam bahasa Yunani yang sering kita kenal dengan istilah
LXX atau Septuaginta. Karena menurut tradisi Yudaisme setelah Ezra maka
nubuatan tidak ada lagi, sehingga kitab-kitab pasca Ezra harus ditolak.
Demikian juga Hieronimus mencoba menterjemahkan Septuaginta kedalam bahasa Latin
atau yang sering kita kenal dengan istilah Vulgata. Akan tetapi Hieronimus
melakukan tambahan-tambahan apokrif, tujuannya hanya sebagai refrensi dan bukan
sebagai kanon, akan tetapi oleh gereja kitab-kitab tambahan itu dimasukan
kedalam kanon versi Latin kuno.[18]
Pada abad ke V – XVI pra reformasi
Katholik memonopoli kekuasaan dalam Gereja Kristen dan memutuskan
deutrokanonika apokrifa masuk sebagai bagian Alkitab. Setelah reformasi
meletus, tokoh reformator mengakui bahwa deutorkanonika apokrif memang bacaan
yang bermanfaat untuk pengetahuan iman, tetapi tidak bisa disejajarkan dengan
Alkitab. Pemikir reformator ini sama seperti gereja mula-mula dan kanon
Yudaisme yang menolak apokrifa. Melihat serangan atas apokrifa, maka dalam
konsili Trente tahun 1546 Katholik memproklamirkan mereka resmi memasukan
apokrifa sebagai bagian Alkitab. Dan konsili itu memberikan sangsi, bahwa siapa
yang menyangkal hal itu akan dikutuk. Ada tiga arus besar pandangan gereja
mengenai deutrokanonika apokrifa yakni : Gereja Katholik mengakui apokrifa
merupakan kitab yang diilhamkan Roh Kudus, karena itu pantas disertakan dalam
Alkitab. Gereja Protestan Episkopal dan Lutheran menyatakan : Meskipun apokrifa
diilhamkan Roh Kudus tetapi tidak dapat disejajarkan dengan Alkitab karena bukan
kitab kanonik. Gereja Reformed (Calvin) berpendapat : Kitab apokrifa tidak
diilhamkan Roh Kudus dan bukan kitab kanonik.[19]
Ada beberapa kekurangan dalam kitab apokrifa yakni :
1. Kitab
apokrifa tidak memiliki wahyu yang tidak segar. Sebab kitab apokrifa ditulis
abad 20-10 sebelum masehi, dimana pada abad itu dikenal sebagai masa diamnya
Allah atau berhentinya nubutan Allah dan tidak ada muncul para nabi Allah. Pada
masa ini umat tidak lagi mencari nabi mencari jawaban tetapi kepada imam, dan
pada masa inilah peran iman meningkat secara signifikan.
2. Kitab
deutrokanonika apokrifa penekanan utamanya bersifat catatan legendaris, artinya
kisah-kisahnya lebih kepada legenda ketimbang realitas sejarah. Seperti cerita
Bel dan ular naga.
3. Kitab
deutrokanonika apokrifa bertendensi menyimpang dari kisah-kisah Perjanjian Lama
sesuai kanon Yudaisme. Seperti dalam kitab 2 Makabe 12:40-46 sebuah perilaku Purgatori yakni mendoakan orang mati,
atau kisah Yudas Makabe yang menyuurh pengikutnya membawa 2.000 keping perak
Yunani ke Yerusalem sebagai penebusan dosa bagi orang yang sudah meninggal.
4. Kitab
deutrokanonika apokrifa sangat dipengaruhi oleh filsafat Yunani, sebab masa
dimana kitab deutrokanonika apokrifa ditulis adalah masa dimana filsafat Yunani
sangat berpengaruh. Seperti dalam kitab Kebijaksanan Salomo 7:25 menerangkan
dunia diciptakan dari benda yang sudah ada terlebih dahulu ada, artinya
apokrifa menolak creatio exnihilo sebagai
ciri khas penciptaan kitab Kejadian Alkitab.
5. Kitab
deutrokanika apokrifa secara sastta dan historis diragukan kebenarannya.
Bagaimana kitab apokrifa memalsukan nama orang sebagai penulisnya, dan
kisah-kisah apokrifa bertentangan dengan fakta historis Israel seperti kitab II
Makabe 1:14-17, 9 : 5-29 yang menyebutkan Antiokhia Epiphani mati dubunuh
dengan batu dijatuhkan oleh seorang imam dikuil dewi Nniya, tetapi dibagian
akhir justru Antiokhia Epiphani dinyatakan mati karena menderita kanker perut
sebagai hukuman Allah. Kekeliruan sejarah yang menyebutkan Nebukadnezar raja
Asyur yang tinggal dikota Niniwe (Yudit 1:1). Kekeliruan sejarah yang
menyatakan pada zaman Yeremia perkakas Bait Allah telah dipulangkan dari Babel,
tetapi fakta historisnya hal itu terjadi pada zaman Ezra (Barukh 1:8).[20]
2.2.3.
Pseudopigrafa
Istilah pseudopigrafa merujuk kepada
sebuah teks yang lebih besar yang paling banyak beredar menjadi tulisan yang
paling bawah (pseudonym), penulisnya
mengambil nama dari figur besar didalam warisan Israel kuno. Ini menjadi
koleksi berasal dari warisan kesalehan Yudaisme setelah pembangunan Bait Allah
dan menyediakan esensi latarbelakang dari teologi, etika, sejarah dan budaya
tentang pengarang Perjanjian Baru yang membentuk gereja mula-mula, banyak yang
kita tahu, nilai yang menarik dari tradisi yang dilestarikan didalam teks. Pseudopigrafa
artinya things bearing a false ascription
(Hal yang membawa anggapan yang salah). Kitab ini berisi karakter literatur
dari banyak penulis dari priode Helenisme, Yunani dan Romawi. Istilah
pseudopigrafa diterima dalam konotasi yang negatif, dalam pengertian umum
Pseudopigrafa menunjukkan spurious works (karya
palsu) yang non-kanonik. Istilah pseudopigrafa dipakai akademisi untuk merujuk
kepada rest of the autside books (sisa
buku luar atau kitab-kitab pinggiran). Kitab-kitab ini dalam bentuk surat kiriman
yang tidak umum yang memiliki tendensi apokaliptik, sekalipun Paulus dalam
surat-suratnya sudah mengklaim adanya pemalsuan surat-surat yang beredar (2 Tes
3:17) dan pada abad ke II sampai abad pertengahan kesusastraan apokrif
berkembang pesat. Kitab-kitab apokrif pesudoepigrafik bercerita masa kecil
Yesus dari kelahiranNya sampai baptisanNya. Dan dalam apokrif pesudoegrafik
Maria semakin menonjol dalam ibadah dan teologi dan diklaim sebagai surat pseudo-rasuli yang mengambarkan
kelahiran, hidup dan penerimannya disorga. Para ahi menyebut kitab ini seperti
roman yang dibumbui mujizat dan anekdot. Bahkan kitab-kitab ini dicurigai
berkaitan dengan pengaruh Gnostik dan Montanisme yang bergejolak pada abad ke
II. Sebab Gnostik juga menuliskan injil-injilnya seperti : Gospel Of Truth, Gospel Of Thomas, Apoclypthon Of Jhon. Artinya
ucapan-ucapan Yesus diluar dari Injil kanonik telah banyak beredar, sehingga
menimbulkan banyak kebingungan pada abad itu mengenai mana yang asli dan benar.
Dimana tulisan-tulisan itu juga mengunakan nama rasuli seperti injil Yakobus,
Petrus, Tomas, Filipus, Batolomeus, Matias hingga injil Salome. Artinya diluar
kanonisasi, ada banyak catatan yang berbicara mengenai Juruselamat akan tetapi
isinya telah ditambahkan ajaran sesat seperti ajaran Dekotisme yang menyangkal
kemanusiaan Yesus. Hal ini salah satu indikasi pokok untuk melakukan kanonisasi
Perjanjian Baru. Konon mitosnya kitab ini dianggap memiliki rahasia surga yang
tidak dimengerti manusia sehingga harus disembunyikan, dan hanya bisa
dimengerti oleh penulisnya saja, karena Allah hanya menyingkapkan rahasia itu
kepada penulisnya saja dan orang biasa tidak bisa memahaminya. Disisi lain para
penulis kitab ini justru memakai nama-nama tokoh dalam Israel yang terkenal.
Para ahli memprediksi kitab-kitab pseudopigrafa ditulis antara tahun 2000 sM –
1000 sM.[21] Kitab pseudepigrafa adalah kitab non-kanonik
yang berupa naskah menceritakan tentang Yesus Kristus. Pseudepigrafa artinya :
Tulisan yang memalsukan nama atau hasil karya artifisial atau tulisan
artifisial yang memalsukan nama. Para ahli berpendapat bahwa kitab
pseudepigrafa lebih kepada sebuah naskah legenda, khayalan dan mitos.
Sederhananya, jika apokrifa masih memiliki muatan firman Allah menurut Roma
Katholik, maka pseudegrafa adalah mitos.[22]
2.3.
Kitab Deutrokanonika Apokrifa Dan Isi Teologisnya
Sesuai keputusan gereja Roma Katolik
dalam konsili Trente tahun 1546 masehi, konsili merumuskan doktrin Roma
Katholik yang berlawanan dengan Protstannisme dan memasukan pembaharuan yang
menyangkut disiplin dalam gereja Roma Katholik, seperti : Alkitab dan tradisi,
dosa turunan, pembenaran, sakramen, api penyucian, peningalan orang-orang suci,
patung-patung dan surat-surat penghapusan siksa. Ketetapan pertama dan
terpenting dalam konsili ini adalah membicarakan soal Alkitab dan tradisi dan
diputuskan gereja Roma Katholik memuskan kitab deutrokanonika apokrifa menjadi
bagian integral kitab sucinya[23].
Maka kitab-kitab deutrokanonika atau apokrif adalah :
1.
1
Edras
Kitab ini menceritakan
kembali kejadian-kejadian yang dicatat dalam kitab Tawarikh, Ezra dan Nehemia
dengan tambahan besar. Tambahan itu berupa narasi perdebatan tiga pemuda yang
disinyalir dipinjam dari cerita budaya Persia. Bagaimana Zerubabel pengawai
istana Darius memenangkan perdebatan mengenai mana kekuasaan yang paling besar
antara : Anggur, Wanita dan Kebenaran. Dan hal itu sebagai peringatan bagi raja
Persia tentang kewajibannya untuk mengizinkan pembangunan Bait Suci kembali di
Yerusalem.[24]
2.
2
Edras
Kitab ini bernuansa
apokaliptik sebab kitab ini memiliki tambahan mengenai pengelihatan-pengelihatan
dan dalam kitab ini ada 6 tambahan pengelihatan-pengelihatan itu. Dalam Pengelihatan Pertama : Pelihat meminta
penjelasan mengenai penderitaan Sion (Israel) yang dosanya tidak lebih besar
dari dosa penindasannya (Babel) dan malaikat Uriel menjawabnya hal itu tidak
dapat dimengerti manusia, tetapi hal itu terjadi sebagai tanda akan datangnya
akhir zaman (3:1-19). Pengelihatan Kedua
: Mempertanyakan kenapa Israel sebagai bangsa pilihan Allah justru diperbudak
bangsa asing yang kafir? Dan jawabanya tetap sama, hal itu tidak dimengerti
manusia dan sebagai tanda akhir zaman (5:20 – 6:34). Pengelihatan Ketiga :
Mempertanyakan kenapa orang Yahudi umat pilihan Allah tidak memiliki dunia ini?
Dan jawabannya mereka akan mewarisinya pada zaman yang akan datang (6:35 –
9:25). Pengelihatan Keempat :
Mengenai seorang wanita yang berdukacita menceritakan kesusahannya dan kemudian
diubah menjadi kota yang mulia, sebagai simbol Yerusalem (9:26 – 10:59). Pengelihatan Kelima : Mengenai burung
Rajawali bersayap 12 dan berkepala 3, sebagai lambang Romawi yang akan
dihancurkan oleh Allah (10:60 – 12:51). Pengelihatan
Keenam : Tentang seorang laki-laki yang timbul dari laut memusnahkan banyak
orang yang memusuhinya, sebagai lambang Anak Manusia yang akan membawa akhir
zaman (13:1-58).[25]
3.
Tobit
Mengkisahkan seorang
Yahudi yang adil dan anaknya dari kerajaan utara yang trut dibuang ke Asyur,
yakni : Tobit dan putranya bernama Tobias. Tobit menjadi susah dan kekurangan
karena membantu orang-orang Israel yang tertindas dan Tobit mengalami kebutaan,
hal itu menjadi pukulan keras baginya dan ia berdoa lebih baik mati saja. Lalu
malaikat Rafael diutus untuk menyembuhkannya. Ketika Tobit sakit ia menyuruh
anaknya Tobias mengambil 10 talenta perak di Media. Dan malaikat Rafael menyamar
menjadi orang Azaria dan menjadi teman perjalanan Tobias. Ketika mereka sampai
di sungai Tigris, Rafael (Azaria) menangkap seekor ikan dan Rafael (Azaria)
menyarankan agar Tobias mengawetkan jantung, hati dan empedu ikan itu. Dan
ketika Tobias membakar jantung ikan itu maka setan tidak tahan dan lari ke
Mesir dan ketika Tobias mengolesi mata ayahnya dengan empedu ikan dan
menyembuhkan pengelihatannya.[26]
4.
Yudit
Yudit adalah kisah janda
muda Yahudi yang oleh kelihaiannya mampu mengalahkan tentara Nebukadnezar.
Ketika perkampungan Yahudi dikepung di Betulia oleh Holofernes jendral
Nebukadnezar raja Asyur, maka sang janda datang mengunjungi sang jendaral
ditenda penginapannya. Dengan tipu muslihat dan rayuannya yang mengoda dengan
kecantikannya, akhirnya sang jenderal membocorkan rahasian penyerangan itu.
Ketika malam janda ini melayani jendral itu dan memenggal kepalanya, kemudian
janda ini pulang ke kampungnya dan disambut gembira dengan membawa kepala sang
jenderal, dan ketika Asyur melihat jenderal mereka terbunuh maka pasukan Asyur
terbunuh. Maka Yudit dan dan seluruh perempuan di Betulia bergembira
menyanyikan mazmur kepada Allah.[27]
5.
Tambahan
Pada Daniel
Kitab ini berisi doa Azaria (malaikat Rafael) dan nyanyian
tiga anak suci, memuji Allah sewaktu mereka berjalan dalam perapian. Dan
juga terdapat kisah Susana seorang
isteri yang cantik dan baik hati dari seorang hartawan Yahudi di pembuangan
Babel. Ada dua orang tua-tua umat yang mendambakan perempuan itu, dan mereka
menjumpai perempuan itu ketika mandi dan memberikan pilihan kepada Susana :
Mengikuti hasrat mereka atau akan dituduh berbuat zinah. Susana lebih memilih
dituduh berbuat zinah, dan orang banyak mempercayai sipenuduh yakni dua orang
tua-tua umat itu dan Susana dihukum. Daniel yang masih remaja memprotes
ketidak-adilan itu, dan akhirnya terungkap kebenarannya dan Susana dilepaskan.
Dan cerita Bel dan Ular Naga sebagai lambang cemoohan
kepada penyembah berhala. Bagaimana imam Bel yang memakan sesajen umat bukan
patung ular naga itu. Maka raja membinasakan imam bel. Selain itu kisah Daniel
yang menghancurkan patung keramat sesembahan orang Babel dan akibatnya Daniel
dilembarkan kelubang Singga, dan hari ke 6 Daniel masih hidup, dan hari ke 6
nabi Habakuk datang memberi makan Daniel secara ajaib dan hari ke 7 raja
akhirnya membebaskan Daniel.[28]
6.
Tambahan
Pada Ester
Ada enam bagian yang
ditambahkan yakni : 1. Mimpi Morkehai dan makar menumbangkan raja yang
dicegahnya. 2. Maklumat raja untk membinasakan semua orang Yahudi (3:13). 3.
Doa-doa Ester dan Mordekhai pasal IV). 4. Pertemuan Ester dengan raja (5:12).
5. Maklumat raja mengizinkan orang Yahudi membela diri (8:12). 6. Tafsiran
mimpi Mordekhai.[29]
7.
Doa
Manasye
Kanon apokrifa menuntut
bahwa dosa Manasye sama dengan yang disebut dalam kitab 2 Tawarikh 33:11-17 sehingga kitab ini harus
dimasukan dalam kanon Alkitab. Akan tetapi menurut para ahli doa ini dikarang
oleh seorang Yahudi dalam bahasa Ibrani, dan doa nyanyian itu adalah hal yang
umum dalam tradisi Yahudi seperti yang dicatat dalam Didascalia dari Siria abad ke III.[30]
8.
Surat
Yeremia
Kitab ini dalam bentuk
sebuah surat yang memakai nama Yeremia ditujukan kepada orang Israel yang
terbuang di Babel, penekanannya adalah serangan kepada pemyembah berhala.
Narasinya mirip dalam Yeremia pasal 29 yang menubuatkan bahwa berhala akan
ditertawakan, kejahatan dan kebodohan akan disingkapkan, dan himbuan kepada
umat Israel untuk memuja dan takut
kepada Tuhan Allah saja.[31]
9.
Kitab
Barukh
Baruk menyebut dirinya
sebagai teman dan sekretaris nabi Yeremia dan isinya adaalah : 1. Barukh
digambarkan Barukh berbicara kepada orang-orang buangan, agar mereka mengakui
dosa-dosa mereka dan berdoa memohon pengampunan kepada Allah (1:1 – 3:8). 2.
Pujian atas kebijaksanan yang ditemukan dalam Taurat, tanpa Taurat orang kafir
tidak dapat mencapai apa-apa, tetapi dengan Taurat orang Israel akan
diselematkan (3:9- 4:4). 3. Ratapan dari Yerusalem karena orang-orang buangan,
diikuti oleh suatu desakan ke Yerusalem untuk menerima penghiburan, karena
anak-anak akan dibawa pulang kerumahnya (4:5 – 5:9). [32]
10.
Kebijaksanaan
Yehoshua (Yesus) Bin Sirakh
Yehoshua (Yesus) bin
sirakh adalah orang Palestina yang tinggal di Yerusalem, penulis menyusun
karyanya dalam dua bagian : Pasal 1 s/d 23 dan Pasal 24-50 dengan tambahan
singkat pasal 51. Bagian Pertama Kitab ini : Merupakan nasehat untuk mencapai
kehidupan yang berhasil yang berkaitan dengan hidup takut akan Tuhan dan
menaati hukum-hukumNya. Bagian Kedua Kitab ini : Pujian kepada orang-orang
termasyhur yakni daftar orang-orang berjasa di Israel. Dalam kitab ini Yesus
Bin Sirakh dijadikan gambaran ideal seorang hali taurat yang kemudian menjadi
cita-cita golongan Yahudi ortodoks. Dan pengetahuan tertinggi adalah mencapai
pengetahuan akan Taurat.[33]
11.
Kebijaksanaan
Salomo
Kitab ini mencerminkan
kesusastraan kebijaksanan Yahudi, dalam pasal 1-5 menceritakan berkat-berkat
yang bertambah-tambah atas orang Yahudi yang mencari kebijaksanan. Pasal 6-9
memuji kebijaksanan yang Ilahi yang manifestasinya adalah mahluk sorgawi atau
pelayan-pelayan Allah. Pasal 10-19 menunjukan bahwa kebijaksanaan senantiasa
membantu orang Yahudi, untuk menjatuhkan hukuman dan kutukan kepada
lawan-lawannya. [34]
12.
Kitab
Makabe
Dalam apokrifa kitab ini
dibagi atas 1 dan 2 Makabe, kitab 1 Makabe meliputi kejadian-kejadian dari tahun
175-134 sM yakni : Perjuangan dengan Antiokhus Epifanes peperangan kaum Hasmon
dan pemerintahan Yohanes Hirakanus, dan diakhiri dengan pujian kepada Yohanes
Hirakinus sesudah ia wafat tahun 103 sM. Dan memuliakan keluarga Makabe yang
dinilai sebagai keluarga unggulan Yudaisme.
Kitab 2 Makabe mencakup sejarah yang sama dalam 1 Makabe tetapi sejarah
itu putus atau tidak dilanjutkan sesudah kekalahan Nikanor dan pesan untuk
meningkatkan hukum Taurat.[35]
Sekalipun jika kita lihat dalam Kitab
Deutrokanonika Katholik yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI)
hanya memuat 11 bagaian, hal itu disebabkan sebagian dari kitab-kitab itu
disatukan dalam bagian tertentu, yakni : Kitab Tobit (11 pasal), kitab Yudit
(16 pasal), Tambahan Ester (1 pasal dalam huruf A-F), kebijaksanaan Salomo (19
pasal), Sirakh dan kebijaksanaan Yesus anak bin Sirakh (51 pasal), Barukh dan
surat nabi Yeremia (5 pasal), Surat Nabi
Yeremia dan Barukh tambahan pasal 6 (1 pasal), Tambahan pada buku Daniel untuk
menambahkan isi Daniel 3 : 23-24 dalam protokanonika (1 pasal), Daniel, Dewa
Bel dan Naga dan doa Manasye untuk menambahkan isi Daniel 14:23-42 dalam
ptorokanonika (1 pasal), kitab 1 Makabe (16 pasal) dan 2 Makabe (15 pasal).[36]
2.4.
Contoh Dan Isi Teologis Kitab-Kitab Pseudopigrafa
Kitab-kitab pesudogpigrafa adalah
kitab-kitab yang tidak diakui dalam protokanonik dan juga tidak diakui dalam
deuterokanonik, ada beberapa contoh-contoh kitab pesudopigrafa antara lain
adalah :
1. Gospel According Of The
Hebrew (Injil menurut bahasa Ibrani).
Injil psudografika ini dikenalkan oleh
bapa-bapa gereja seperti Klemens dari Alexandria, Origenes, Hegesippus,
Eusebius dan Yerome. Papias mengatakan banyak orang yang salah paham mengangap
bahwa injil ini lebih tua dari injil Matius, karena injil ini ditulis dalam
bahasa ibrani. Dan dalam injil ini ada pristiwa mengenai seorang wanita yang
didakwa melakukan banyak dosa didepan Yesus, cerita ini disamakan dengan kisah
dalam Yohanes 8. Akan tetapi injil ini memiliki perbedaan pandangan signifikan
mengenai kelahiran dan baptisan Yesus dengan injil kanonik.
2. Gospel Of Peter (Injil
Perrus)
Injil ini ditemukan pada parohan abad ke
II dengan bahasa Koptik yang mencatat mengenai Yesus mulai dari penghakiman
hingga kebangkitan. Injil ini mensuguhkan keajaiban-keajaiban yang terlalu
naif, seperti : Pengawal melihat tiga orang keluar dari kuburan Yesus, kepala
dua orang itu mencapai langit dan kepala satu orang lagi melewati langit, dan
suatu salib mengikuti mereka dan terdengar suara dari surga : apakah engkau telah berkhotbah kepada mereka
yang tidur? Kesalahan Pilatus kurang disoroti dalam injil inim tetapi
kesalahan Herodes sangat disoroti dalam injil ini.
3. The Gospel Of Nicodemus (Injil
Nikodemus)
Injil ini ditulis dalam berbagai versi
bahasa dari bahasa Yunani, Latin dan Koptik. Dan penekanan pokok injil ini
adalah kisah Pilatus yang menurut penulis injil ini adalah konspirasi, dan
mensoroti intisari perdebatan-perdebatan Shaderin, dan mengenai turun dalam
kerajaan maut dan tambahan mengenai sepucuk surat yang dikirmkan Pilatus kepada
kaisar Kladius.
4. Protevangelium Of James (Inji
Yakobus)
Injil ini diperkenalkan oleh Origenes pada
abad ke II, injil ini menceritakan penampilan Maria dan perkawinannya dengan
Yusuf yang digambarkan seperti kelahiran seorang yang sudah tua yang mempunyai
anak. Injil ini juga mengulas kelahiran Yesus secara ajaib, dan seorang bidan
yang membuktikan keperawanan Maria pra dan pasca melahirkan Yesus. Dari kisah
injil inilah muncul isilah eternal
virginity (keperawanan abadi) dalam teologi Katolik.
5. Gospel Of Thomas (Injil
Thomas)
Injil ini banyak menceritakan masa
kanak-kanak Yesus mulai dari kelahiran hingga pembaptisan Yesus. Bagaimana
Yesus pada masa kanak-kanakNya sudah mampu melakukan mujizat, mulai menciptakan
hewan hingga menghidupkan orang mati. Selain itu injil Thomas juga berisi
ucapan-ucapan Yesus yang lebih teratur dibanding injil apokrif pseudogarfika
lainnya. Akan tetapi para ahli mengklaim injil ini seperti saduran dari injil
Gnostik seperti perkataan Yesus : Angkatlah
batu ini maka engkau akan menemukan Aku.
6. Gospel Of Nag Hammadi :
Gospel Of The Egyptian (Injil dalam bahasa
Koptik)
Klemens dari Alexandria memperkenalkan
injil ini yang timbul dari sekte Mesir, didalam injil ini ada dialog antara
Yesus dan Salome mengenai peyangkalan hubungan-hubungan seks. Nag Hammadi adalah
orang yang disinyalir menghasilkan karya injil dalam bahasa Koptik.
7. Gospel Of Philp (Injil
Philipus)
Injil ini juga terpapar hasil gnostik
dimana dalam injil ini penekanannya dimana peranan minyak suci dan bilik
pengantin jauh lebih besar dibandingkan baptisan.
8. Gospel Of Leucian. (Injil
dari Leusian).
Injil ini adalah karya Leucius Charinus
naskah ini ditulis tahun 150-160 masehi, mengambarkan mujizat-mujizat dan
khotbah-khotbah Yohanes di Asia Kecil, injil ini menekankan ide asketis dan mengkisahkan
kejadian-kejadian yang dialami Yohanes sewaktu bersama dengan Yesus, kematian
dan perpisahan denganNya.
9. The Acts Of Paul
Tertulianus memperkenalkan surat ini yang
menceritakan seorang perempuan yang berkhotbah dan membaptis, dinyatakan kisah
itu ditulis sebagai kasih kepada Paulus dari seorang penatua Asia sekitar tahun
160 masehi. Juga mengenai seorang gadis Ikonia yang memutuskan pertunagannya
setelah mendengar khotbah Paulus dan selanjutnya membantu perjalanan
penginjilan Paulus. Surat ini juga mencatat surat-menyusat Paulus denga
Korintus dan hal-ikwal Paulus mati martir.
10. The Acts Of Peter
Naskah ini ditulis pada abad ke II dalam
bahasa Latin, kisahnya dimulai dari perpisahan Paulus dengan jemaat Roma.
Tetapi Simon Magnus dengan liciknya memasukan ajaran sesat sehingga jemaat Roma
jatuh kepada kesesatan. Tetapi Petrus datang menyelamatkan jemaat Roma dan
mengalahkan Simon sipenyesat. Lalu timbulah konspirasi untuk menentang Petrus
oleh orang-orang kafir, akibat khotbah Petrus yang mencekal mereka. Dan
akhirnya Petrus lari hingga kematian martir Petrus disalibkan dengan kepalanya
kebawah.
11. The Acts Of Judas Thomas
Naskah ini ditulis pada abad ke III
berasal dari Eddesa Siria dan dalam bahasa Siria. Naskah ini menceritakan
bagaimana para rasul membagi dunia dengan undian dalam pembagian tugas
penginjilan, dan Yudas Tomas ditugasi ke India. Yudas Thomas berangkat ke India
sebagai budak dan sampai ia mati martir. Para ahli menilai naskah ini terpapar
karya Gnostik yang hal itu kontraks dari hymn
of the soul (kidung jiwa) dalam naskah ini yakni keselamatan jiwa dari
belenggu bendawi.
12. The Acts Of Andrew
Naskah ini ditulis kira-kira tahun 260
masehi dan Eusebius mengklaim naskah ini juga terpapar ajaran Gnostik. Naskah
ini menceritakan khotbah-khotbah Anderas diantara orang-orang Kanibal,
mujizat-mujizat, nasehat-nasehat, keperawanan dan kisah martir di Yunani.[37]
III.
REFLEKSINYA BAGI KANONISASI
James Barr menyebutkan bahwa :
Kitab-kitab kanonik dan kitab-kitab apokrifa non-kanonik adalah kitab-kitab
yang ditulis atau dikarang pada waktu bersamaan diantara tahun 200 – 100 sM.
Karena itu pembeda kitab-kitab kanonik dan apokrifa non-kanonik adalah
nilai-nilai teologisnya. Para tokoh sinagoge kuna dan tokoh gereja mula-mula
pastilah berdebat mengenai batas-batas Kanon antara kitab-kitab protokanonik
dan deutrokanonik, dan mengunakan berbagai-bagai standar atau ukuran-ukuran
tertentu untuk mengambil keputusan, misalnya : Kapan domuken itu dikarang
menurut tradisi, siapa pengarangnya menurut tradisi, dan jenis apa pengajaran
yang termuat didalammnya. Tetapi harus diakui, disatu kasus ada bahan-bahan
apokrifa non-kanonik memiliki mutu teologis yang lebih baik dari kitab-kitab
kanonik, karena kitab protokanonik dan deutrokanonik adalah dua kitab yang
ditulis sezaman. Tetapi jika dilihat dalam hal historis dan isi maka
kitab-kitab apokrifa non-kanonik tidak dapat melebihi kitab-kitab kanonik. Jadi
jelas bagi kita, ada wilayah kesamaan dan ada wilayah perbedaan antara
protokanonik dengan deutrokanonik. Tetapi orang-orang fundamen secara radikal
membuang begitu saja kitab apokrif, psudopigrafa yang non-kanonik, karena
dianggap sebagai kitab-kitab pinggiran non-kanonikal. Akan tetapi jika kitab
apokrifa non-kanonik dimasukan menjadi bagian intergral kitab kanonik, maka hal
itu akan mengacaukan pengajaran Alkitab. Melihat sejarah kanonisasi yang
panjang mulai dari abad mula-mula hingga akhir abad ke IV, maka adalah sesuatu
yang tidak mungkin pada konteks kita saat ini mengubah kanon. Dalam konteks
inilah kita harus mampu membedakan mana prinsip Scriptura dan mana prinsip Kanonik.
Dalam hal kanonik adalah sesuatu yang tidak efektif merubah Kanon, dan hal
itu menjadi suatu usaha yang absurd. Akan tetapi dalam prinsip Scriptura maka
kitab-kitab apokrifa non-kanonik masih diperlukan untuk menambah wawasan atau
pengetahuan iman untuk mengenal dan memahami penyataan Allah.[38]
Artinya kitab-kitab deutrokanoika apokrif ini tidak dibenarkan sebagai bacaan
umum dalam rumah ibadah dan bukan bagian dari Alkitab sebab non-kanonik, tetapi
kitab-kitab deutrokanonika dan pseudopigrafa ini dianggap berharga untuk studi
pribadi dan nilai rohani..[39]
IV.
DAFTAR PUSTAKA
1. Armstrong
Karen, Sejarah Alkitab,, (Bandung :
Mizan Pustaka),
2013.
2. Bruce
F.F., The Canon Scripture, (Downers
Grove Illinois : InterVarsity Press),
1999.
3. Browing
W.R.F., Kamus Alkitab, (Jakarta :
BPK-GM),
2002.
4. Barr
James, Alkitab Dalam Dunia Modern, (Jakarta
: BPK-GM),
1998.
5. Crenshaw
James L, Story and Faith – A Guide To The
Old Testament, (New York : Macmillian Publishing Company),
2005.
6. Douglas
J.D (peny)., Ensiklopedia Alkitab Masa
Kini A-L, (Jakarta : YKBK-OMF), 2008.
7. Evans
Craig A, Porter Stanley E, Dictionary Of
New Testament Background, (USA : Inter Versity Press),
1984.
8. Komoszewski
J. Ed dkk, Reinventing Jesus (Jakarta : Perkantas Literatur),
2011.
9. Lumpkin
Joseph, The Apocrypha – Including Books
From The Ethiopic Bible, (Blountsville : Fifth Estate Publishers),
2009.
10. Lane
Tony, Runtut Pijar, (Jakarta :
BPK-GM),
2016.
11. Ridenour
Fritz, Dapatkah Alkitab Dipercaya? (Jakarta
: BPK-GM),
1995.
12. Situmorang
Jonar T.H., Bibliologi : Mengungkap
Sejarah Perjalanan Alkitab Dari Masa Ke Masa, (Yogyakarta : Andi),
20017.
13. Smith
Sir William, Fuller J.M. (ed), Ensyclopaedic
Dictionary The Bible, (New Delhi : Logos Press),
2004.
14. Tombs
Lawrence E, Diambang Fajar KeKistenan, (Jakarta
: BPK-GM),
1983.
15. Theissen
Henry Clarence, Teologi Sistematika, (Malang
: Gandum Mas),
1993.
16. Tjandra Lukas, Latar Belakang Perjanjian Baru – Jilid Ke 3 Sastra, (Malang :
Literatur SAAT),
2010.
17. Team
Penyusun, Alkitab Deutrokanonika, (Jakarta
: LAI),
2014.
18. Van
Den End Th., Harta Dalam Bejana, Jakarta
: BPK-GM),
2002.
19. Weber
Hans Ruedi, Power – Focus For A Biblical
Theology, (Genewa Switzerland : WCC Publications),
1989.
20. Wahono
S Wismoady, Disini Kutemukan, (Jakarta
: BPK-GM),
2004.
21. Zodhiates
Spiros, The Complete Word Study
Dictionary New Testament, (USA : AMG International Inc),
1993.
[1] J. Ed Komoszewski, M. James Sawyer, Daniel B Wallace, Reinventing Jesus : Bagaimana Para Pemikir
Skeptis Keliru Memahami Yesus dan Menyesatkan Budaya Populer, (Jakarta :
Perkantas Literatur, 2011), hlm. 141-142.
[2] Karen Armstrong, Sejarah Alkitab
: Telaah Historis Atas Kitab Yang Paling Banyak Dibaca Diseluruh Dunia, (Bandung
: Mizan Pustaka, 2013), hlm. 81-97
[3] Joseph Lumpkin, The Apocrypha –
Including Books From The Ethiopic Bible, (Blountsville : Fifth Estate
Publishers, 2009), pp. 630-680
[4] Spiros Zodhiates, The Complete
Word Study Dictionary New Testament, (USA : AMG International Inc, 1993),
pp. 228
[5] Lawrence E Tombs, Diambang Fajar
KeKistenan, (Jakarta : BPK-GM, 1983), hlm. 13-17
[6] Lawrence E Tombs, Diambang Fajar
KeKristenan, Op.Cit. hlm. 21-23.
[7] Jonar T.H. Situmorang, Bibliologi,
Op.Cit. hlm. 147-190
[8] Henry Clarence Theissen, Teologi
Sistematika, (Malang : Gandum Mas, 1993), hlm. 77-79
[9] F.F. Bruce, The Canon Scripture,
(Downers Grove Illinois : InterVarsity Press, 1999), pp. 255-265
[10] Hans Ruedi Weber, Power – Focus
For A Biblical Theology, (Genewa Switzerland : WCC Publications, 1989),
pp. 25-26
[11] J. Ed Komoszewski, M. James Sawyer, Daniel B Wallace, Reinventing Jesus, Op.Cit, hlm. 150
[12] Fritz Ridenour, Dapatkah Alkitab
Dipercaya? (Jakarta : BPK-GM, 1995), hlm. 68-73
[13] Fritz Ridenour, Dapatkah Alkitab
Dipercaya? Op.Cit, hlm. 74-77
[14] James L Crenshaw, Story and
Faith – A Guide To The Old Testament, (New York : Macmillian Publishing
Company, 2005), pp. 387-388
[15] Craig A Evans, Stanley E Porter, Dictionary
Of New Testament Background, (USA : Inter Versity Press, 1984), pp. 58-59.
[16] Jonar T.H. Situmorang, Bibliologi
: Mengungkap Sejarah Perjalanan Alkitab Dari Masa Ke Masa, (Yogyakarta :
Andi, 20017), hlm. 143-146
[17] Gnostik berasal dari bahasa Yunani gnosis
yang artinya pengetahuan, kaum gnostik mengklaim bahwa mereka memiliki gnosis (pengetahuan) yang lebih dalam
dari iman Kristen, dan mengklaim memiliki ajaran yang jauh lebih sempurna dari
keKristenan. Sistem kepercayaan gnostik tampak dalam aliran Valentinus yang menyatakan : Dunia yang
kacau dan menderita ini tidak mungkin sebagai ciptaan Allah yang baik. Asal
mula dunia ini ketika terbuangnya malaikat dari dunia terang (non-materi), dari
keterbuangan malaikat itulah terbentuklah materi, dan dari materi itulah dunia
diciptakan dan penciptanya adalah Alah Israel, karena itu bagi gnostik Allah
Perjanjian Lama bukanlah Allah sejati. Dan karena itu gnostik menyebutkan dunia
(materi) adalah penjara dari
percikan-percikan terang. Dan Yesuslah yang memperkenalkan Allah yang
mahatinggi itu. Menurut gnotik Kristus adalah roh-roh yang hidup dalam dunia
terang yang turun kebumi untuk membebaskan terang yang terkurung dalam tubuh
(materi). Menurut gnostik tubuh jasmani Yesus adalah tubuh maya dan dan
kematianNya dikayu salib hanya pura-pura. Dan keselamatan yang dibawa Yesus
bukan dari kematian dan kebangkitanNya tetapi dari pengajaranNya. Sehingga
jalan keselamatan itu adalah dengan jalan mengingkari tubuh yakni bertapa (askese) untuk membuka pengetahuan
rahasian tentang terang. Gnostik menyusun Injilnya sendiri yakni Injil Thomas
yang membenarkan pandangan gnostik. Artinya gnostik membedakan Allah PB dan
Allah PL, tubuh jasmani (materi) dianggap jahat dan bukan ciptaan Allah.
Menurut gnostik bukan dunia yang menjadi korban kejahatan manusia, tetapi manusia
yang menjadi korban kejahatan dunia. Gnostik menolak ajaran kebangkitan daging
dan menolak ajaran kehidupan baru (Th. Van Den End, Harta Dalam Bejana, Jakarta : BPK-GM, 2002, hlm. 34-37).
[18] W.R.F. Browing, Kamus Alkitab, (Jakarta
: BPK-GM, 2002), hlm. 29-30
[19] Lukas Tjandra, Latar Belakang
Perjanjian Baru – Jilid Ke 3 Sastra, (Malang : Literatur SAAT, 2010), hlm.
31-52
[20] Lukas Tjandra, Latar Belakang
Perjanjian Baru, Op.Cit, hlm. 35-39
[21] Craig A Evans, Stanley E Porter, Dictionary
Of New Testament Background, Op.Cit. pp. 59
[22] Lukas Tjandra, Latar Belakang
Perjanjian Baru, Op.Cit. hlm. 53-63
[23] Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta
: BPK-GM, 2016), hlm. 187-188
[24] Sir William Smith, J.M. Fuller (ed), Ensyclopaedic Dictionary The Bible, (New
Delhi : Logos Press, 2004), pp.162.
[25] Ibid, hlm. 163
[26] Ibid, hlm. 163
[27] Ibid, hlm. 163
[28] Ibid, hlm. 163-164
[29] Ibid, hlm. 164
[30] Kisah 2 Tawarikh 33 : 11-17
mengenai ketika panglima-panglima raja Asyur menangkap Manasye dengan rantai
tembaga dan membawanya ke Babel. Dalam kondisi itu Manasye sangat merendahkan
diri dihadapan Tuhan dan melunakan hati Tuhan. Ia berdoa dan Tuhan mendengarkan
doanya, dan ia dibawa kembali ke Yerusalem dan Tuhan memulihkan kedudukannya
sebagai raja dan sejak itu Manasye mengakui bahwa Tuhan itu Allah. Sejak itu ia
mendirikan tembok tinggi diwilayah kekuasaannya dan menjauhkan allah-allah
asing dan berhala dari rumah Tuhan dan membuang segala mezbah berhala yang
pernah didirikannya digunung Tuhan di rumah Tuhan. ia menegakan kembali mezbah
Tuhan dan mempersembahkan korban keselamatan bagi Tuhan dan menyerukan Yehuda
beribadah kepada Tuhan.
[31] Ibid, hlm. 164-165
[32] Ibid, hlm. 165
[33] Ibid, hlm. 165
[34] Ibid, hlm. 165
[35] Ibid, hlm. 165-166
[36] Team Penyusun, Alkitab
Deutrokanonika, (Jakarta : LAI, 2014), hlm. 1-242
[37] A.F. Walss, Apokrifa, Dalam
J.D. Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa
Kini A-L, (Jakarta : YKBK-OMF, 2008 ), hlm. 66-70
[38] James Barr, Alkitab Dalam Dunia
Modern, (Jakarta : BPK-GM, 1998)
hlm. 205
[39] S Wismoady Wahono, Disini
Kutemukan, (Jakarta : BPK-GM, 2004), hlm. 277-280