Perselingkuhan Menurut Etika Kristen
PERSELINGKUHAN
Ewen Josua Silitonga
I. Pendahuluan
Ada banyak rumah
tangga yang hancur akibat adanya pengkhianatan dalam keluarga atau perselingkuhan. Ada banyak laki-laki
atau suami yang mengkhianati istrinya ataupun sebaliknya ada banyak istri yang
mengkhianati suami. Perselingkuhan merupakan isu yang kontroversial karena
berhubungan dengan perasaan orang banyak. Jika dibandingkan dengan waktu-waktu
yang lalu, perselingkuhan saat ini telah menjadi sesuatu hal yang umum dan luar
biasa. Namun demikian perselingkuhan tidaklah dibenarkan terjadi dalam suatu
pernikahan. Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas perselingkuhan
menurut etika Kristen walaupun dalam Alkitab, sebenarnya tidak ada kata
perselingkuhan. Kata yang memiliki kesamaan makna dengan selingkuh adalah
zinah. Dalam konteks Alkitab, zinah dipakai untuk menunjukkan pelanggaran
seksual yang dilakukan seseorang yang sudah menikah atau lebih tepatnya zinah
adalah ketidaksetiaan yang dilakukan seseorang dalam hubungan pernikahannya.
II.
Pembahasan
2.1.
Pengertian Perselingkuhan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), secara
etimologi selingkuh diartikan sebagai perbuatan dan perilaku suka
menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri, tidak berterus terang, tidak
jujur, dan curang.[1] Perselingkuhan, pertama-tama dan
terutama, merupakan suatu pelanggaran terhadap eksklusivitas hubungan seks
antara seorang laki-laki dan juga perempuan yang sudah menikah. Banyak orang
membuat definisi sendiri tentang arti perselingkuhan yaitu sebuah hubungan yang
baru dapat dinamakan perselingkuhan jika didalamnya terjadi hubungan intim yang
terus menerus dengan seseorang yang bukan isteri/suaminya.[2]
Perselingkuhan juga
dikatakan sebuah perbuatan yang sembunyi-sembunyi karena dilakukan secara
diam-diam dan menghindari pihak orang lain tahu. Sesudah menjadi rahasia dengan
melakukan perbuatan selingkuh akan bermuara pada perilaku-perilaku seksual yang
menyimpang dari ajaran agama dan norma.[3]
Perselingkuhan identik dengan perzinahan (Kel 20:14; Ul 22:13-30) yang
membahayakan pernikahan dan menghancurkan banyak pasangan serta keluarga.[4]
Menurut Blow dan
Hartnett, perselingkuhan secara terminologi adalah kegiatan seksual atau
emosional dilakukan oleh salah satu atau kedua individu terikat dalam hubungan
berkomitmen dan dianggap melanggar kepercayaan atau norma-norma (terlihat
maupun tidak terlihat) berhubungan dengan eksklusivitas emosional atau seksual.[5] Jadi menurut penulis, perselingkuhan
diartikan adanya hubungan pribadi di luar nikah yang dilakukan oleh orang-orang
yang sudah terikat dalam pernikahan, yang berlanjut pada hubungan seks yang
layaknya dilakukan oleh orang yang sudah terikat dalam suatu pernikahan.
2.2. Perselingkuhan Menurut Alkitab
2.2.1. Perselingkuhan Dalam Perjanjian Lama
Istilah zinah dalam bahasa Ibraninya adalah “na-aph” yang arti bahasa inggrisnya “adultery” dan terjemahannya bahasa
indonesianya adalah berzinah. Perintah “jangan berzinah” ini memperlihatkan
kehendak Allah supaya umat Israel hidup dalam kesucian moral.[6]
Dalam PL perbuatan zinah itu dihukum dengan hukuman mati seperti pembunuhan. PL
memandang perzinahan sebagai perintah yang melanggar Allah. Perzinahan adalah
perbuatan salah, karena sudah melampaui kuasa yang diberikan Allah dan sebagai
ciptaan ia tidak berhak untuk merusak hidupnya, sehingga manusia sudah
menyalahi kodrat dan melanggar perintah Allah. Berzinah sama dengan merusak
atau memecahkan perkawinan dengan mengadakan hubungan seksual dengan pria dan
wanita lain.[7] Masalah
moral terhadap perbuatan “zinah” pada masa Musa terdapat hukum yang tegas yaitu
mereka yang berbuat zinah baik lelaki maupun perempuan dikenakan hukuman mati.[8]
Hukum Taurat Musa, larangan jangan berzinah (Kel. 20:14) diuraikan dalam
berbagai cara, dalam apa yang disebut “
Undang-Undang Nikah” yang termasuk dalam Ulangan 22:13-30, terlihat bahwa
perbuatan zinah harus dihukum dengan hukuman mati ( dirajam, dilempari dengan
batu sampai mati). Sebab perbuatan zinah dipandang sebagai semacam pembunuhan.
Barang siapa membujuk isteri atau suami orang lain untuk berbuat zinah dengan
dia, maka ia pun menyerang kebahagiaan pernikahan sesamanya dan barangsiapa
berzinah ia pun membunuh kebahagiaan pernikahan sesamanya. Oleh sebab itu dalam
Perjanjian Lama perbuatan zinah itu dihukum dengan hukuman mati seperti
pembunuhan.[9]
2.2.2.
Perselingkuhan Dalam Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian
Baru, dua kata dasar yang dipakai untuk menguraikan tindakan-tindakan seksual
yang tidak bermoral yaitu percabulan,
perzinahan hubungan seks yang tidak sah antara orang yang sudah menikah
dengan orang yang bukan suami atau isterinya.[10]
Istilah “zinah” dalam bahasa Yunaninya adalah:
a.
“Porneia” dari injil Matius 5:32;19:18 artinya
percabulan atau persundalan bagi yang belum menikah, dimana terdapat aksi seks
secara bebas.
b.
“Moikeia” dari Injil Matius 15:19 artinya perzinahan;
kata kerjanya “moikueo” artinya
berbuat zinah dalam firman Matius 25:27,28 dan Mat.19:18 yang meliputi
perbuatan zinah, percabulan, dan persaudaraan yang tidak wajar dan tidak
senonoh.[11]
Dalam Matius 5:28
terdapat larangan berzinah. Ini adalah contoh dari ajaran Yesus membuat suatu
hukum lebih keras dengan memiliki aplikasinya dari luar ke dalam pikiran dan
keinginan. Larangan dalam perintah itu tidak hanya terhadap perbuatan zinah itu
saja, melainkan juga terhadap zinah yang sudah dimulai dalam hati. Dengan
pandangan mata, dengan gerakan tangan, dengan nafsu yang dikandung dalam lubuk
hati. Tuhan Yesus menitikberatkan pandangan mata bahwa barangsiapa memandang
dengan nafsu birahi kepada seorang wanita, isteri orang lain atau wanita yang
tidak mempunyai hubungan perkawinan dengan dia maka sebetulnya ia telah berbuat
zinah dengan wanita itu didalam hatinya.[12]
2.3.
Beberapa
faktor penyebab Perselingkuhan
1. Faktor Ekonomi
Manusia dan
masyarakat tidak dapat hidup dengan perdamaian, melainkan juga terpenuhinya
kebutuhan hidup sehari-hari termasuk kebutuhan sandang dan pangan.[13]
Kestabilan ekonomi dalam merupakan salah satu factor yang ikut mendukung
kebahagian keluarga. Keadaan ekonomi dalam keluarga yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan pokok akan membuat pernikahan yang sudah didasari cinta dan hubungan
yang serasa sulit merasakan kebahagian. Desakan ekonomi merupakan salah satu
alasan mengapa orang melakukan perselingkuhan.[14] Keuangan dapat menimbulkan konflik atau
perbedaan pendapat antara suami dan isteri tentang makna uang, penghasilan tidak stabil, adanya sikap tertutup antar
suami dan isteri.[15]
Beban rumah tangga yang semakin bertambah memaksa untuk mengubah bahkan
meninggalkan gaya atau pola hidup tertentu, dan juga kesulitan dalam menghadapi
kebutuhan anak-anak dan keinginan mereka yang tidak bisa terpenuhi. Dengan
keadaan ekonomi yang dialami seseorang menyebabkan jatuh ke dalam dunia
perselingkuhan.[16]
2. Faktor Psikologis
a. Faktor Kesepian
Salah satu penyebab
terjadinya suatu perselingkuhan adalah adanya perasaan kesepian. Perasaan
seperti akan terjadi jika tidak lagi saling memiliki antara yang satu dengan
yang lainya. Perasaan kesepian mendorong suami ataupun isteri mencari pelarian
dari rumah.[17]
b. Merasa Tidak Aman
Sebagai seorang
kepala rumah tangga maka seorang suami wajib memberikan perlindungan kepada
isteri dan anak yang menjadi anggota keluarga tersebut. Dengan kata lain,
seorang suami harus mampu memberikan rasa aman kepada isteri dan keluarga.
Apabila rasa aman ini tidak diperoleh seorang isteri atau suami, hal inilah
yang bisa mengakibatkan ketidakpercayaan seorang isteri kepada suami. [18]
c. Faktor Biologis
Manusia memiliki
sejumlah kebutuhan biologis tertentu seperti makan, minum bernafas dan seks.
Umumnya kebutuhan biologis selalu mencari jalan untuk selalu dipenuhi.
Seksualitas dialami sebagai salah satu kemampuan yang paling mendasar dan
menyeluruh dengan membuka pengalaman yang paling indah dan mengasikkan yang ada
tetapi memperbudak dan merendahkan manusia.[19]
Libido atau gairah seksual sering kali dijadikan alasan oleh pihak suami
ataupun isteri untuk berselingkuh.[20]
3. Faktor Komunikasi
Komunikasi merupakan aspek yang sangat penting di dalam
hubungan antar manusia.[21]
Peranan komunikasi dalam sebuah rumah tangga sangat menentukan keharmonisan
hubungan kasih sayang antara suami-isteri.[22]
Namun kurangnya komunikasi yang baik antara suami-isteri dapat dilihat ketika
menyampaikan keluhnya atau keinginannya kepada suami dan sebaliknya bisa
dikataka dengan bentakan atau amarah dengan emosi.[23]
4. Faktor Spiritual
Ketika pasangan suami isteri mengalami suatu masalah
dalam keluargannya, maka kadang itu menyebabkan tidak aktif dalam mengikuti
persekutuan-persekutuan dalam gereja. Iman dan spiritual akan terkikis oleh apa
yang dilihat sebagai ketidakdekatan atau renggangnya hubungan pembimbing rohani
dan hilangnya keluarga yang mampu membangun nilai spiritual dalam diri.[24]
2.4. Dampak dan Akibat Perselingkuhan
1. Dampak Perselingkuhan Terhadap Diri Sendiri
Setiap perbuatan
membawa dampak tertentu. Perselingkuhan juga membawa sejumlah akibat baik
kepada pasangan maupun pelaku perselingkuhan tersebut. Dampak psikologisnya
pada diri sendiri adalah munculnya rasa malu, perasaan malu dan tersisih,
menghindari pertemuan atau lingkungan social masyarakat bahkan sampai melakukan
tindakan bunuh diri.[25]
2. Dampak Perselingkuhan Terhadap Pasangan
Pasangan pelaku selingkuh
sering kali merasa sakit hati yang sangat mendalam, karena merasa dihianati
ditinggalkan atau dicampakkan oleh pasangannya yang melakukan perselingkuhan.
Pasangan pelaku perselingkuhan juga merasa kecewa bahwa selama ini tidak
menyadari telah menjadi korban dari kebohongan.[26]
Perselingkuhan adalah karena kesalahan pasangannya, kekurangan pasangannya.
Perselingkuhan terjadi karena ketidakberesan dalam rumah tangga, baik karena
perekonomian, masalah anak, hidup berpisah, hubungan seks yang kurang menggairahkan
dan hambarnya komunikasi. Jika hal ini terjadi muncullah pertengkaran, kemudian
diam-diam salah satu pasangan mulai mencari kesenangan di luar yang bermula
teman berbicara akhirnya perasaan dicurahkan dan sampai kepada perselingkuhan.[27]
Dari segi psikologis perselingkuhan bisa mempengaruhi yang berselingkuh dan
mengakibatkan yang berselingkuh bisa depresi. Perselingkuhan juga berdampak
terhadap kesehatan pasutri karena gonta-ganti pasangan dan bisa terkena
penyakit menular seksual. Ketidaksetiaan laki-laki dan perempuan berakibat
terhadap pasangannya, beresiko tinggi terular HIV-AIDS, herpes, gonorhea dan
penyakit menular lainnya.[28]
3. Dampak Perselingkuhan Terhadap Anak
Ketidaksetiaan dan
persengkongkolan yang sering berlangsung dapat berpengaruh jelek terhadap
anak-anak dalam keluarga.[29]
Jika anak-anak masih kecil, dampak perselingkuhan ini tidak segera berpengaruh
dalam diri mereka namun ada saatnya dimana dampak perselingkuhan ini memiliki
peran yang kecil dalam perkembangan kepribadian anak. Mereka merasa kecewa dan
marah menemukan kenyataan bahwa orangtuanya melakukan perselingkuhan, mereka
merasa malu berhadapan dengan teman-temannya yang lain. Bahkan ia melarikan
diri dari rumah, terutama dari hadapan orangtua mereka. Mereka menghindari rasa
takut menjadi saksi perselingkuhan orangtuanya.[30]
Ketika terjadi perselingkuhan dalam rumah tangga mengakibatkan kasih sayang
orangtua terhadap anak tidak penuh didapatkan oleh anak, ketika orangtua
berselingkuh dan tidak setia, maka menjadi beban mental bagi anak-anak dalam
perkembangan jiwanya baik di lingkungan teman dan sekolahnya. Sehingga
anak-anak mengalami kegoncangan yang mendalam, yang menghancurkan gambaran
orangtua yang selama ini mereka hormati.[31]
4. Dampak Perselingkuhan Terhadap Keluarga
Ketika terjadi
perselingkuhan dalam rumah tangga maka situasi sangat berpengaruh baik perasaan
nyaman, kurang kasih sayang akibatnya dari perselingkuhan terjadi kehancuran
dalam rumah tangga dan keluarga kedua belah pihak. Perselingkuhan dalam rumah
tangga banyak melibatkan orang dalam penyelesaiannya, anak dan pihak keluarga
besar dari masing-masing pasangan.[32]
2.5. Perselingkuhan menurut Etika Kristen
Dari segi etis
teologis, perselingkuhan dilarang. Dalam Alkitab mengatakan;” dan janganlah engkau bersetubuh dengan isteri
sesamamu, sehingga engkau menjadi najis dengan dia (Im.18:20). Untuk itu Paulus berseru “karena itu
matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan,
kenajisan, hawa nafsu dan juga keserakahan yang sama dengan penyembahan berhala
(Kolose 3:5)”. Sebab perselingkuhan
identik dengan perzinahan (Kel 20:14; Ul 22:13-30; Mat 5:32; Mat 15:19) yang
membahayakan pernikahan dan menghancurkan banyak pasangan serta keluarga. Dasar
Firman Tuhan bertentangan dengan perselingkuhan yang membawa orang ke dalam
jurang ketidaksetiaan dalam hubungan pernikahan. Sebab perselingkuhan identik
dengan perzinahan (Kel 20:14; Ul 22:13-30; Mat 5:32; Mat 15:19). Berzinah
adalah melakukan hubungan seks dengan orang yang bukan pasangan hidupnya yang
sah. Pelaku berzinah dapat terjadi pada suami atau istrinya yang melakukannya
dengan orang lain. Allah melarang berzinah demi kebaikan hubungan suami dan
istrinya (Ams.6:32). Kitab Ibrani 13:4 menegaskan “hendaklah kamu semua penuh
hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab
orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.” Paulus mengatakan, bahwa
“supaya kamu masing-masing mengambil seornag perempuan menjadi isterimu sendiri
dan hidup didalam pengudusan dan penghormatan dan bukan didalam keinginan hawa
nafsu seperti yang dibuat oleh orang yang tidak mengenal Allah (1 tes.4:4)”.[33]
Sebab pernikahan sebagai salah satu agenda kehidupan umat manusia, adalah
lembaga yang didirikan oleh Allah sehingga perlu dijaga kesuciannya. Alkitab
menekankan “sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu
dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan
lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang dipersatukan Allah tidak boleh
diceraikan manusia (Matius 19:5-6)”[34]
2.6.
Refleksi Teologis
Penulis
dalam sajian kali mengambil refleksi teologisnya bahwa Alkitab sangatlah jelas
mengutarakan bahwa Allah membenci perzinahan atau perselingkuhan. Matius 5:27
“Kamu telah mendengar Firman jangan berzinah”. Dari ayat ini dijelaskan dengan
baik dan tepat bahwa semua umat Kristen tidak diijinkan untuk melakukan dosa
perzinahan. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk tetap
berdoa dan meminta pimpinan Roh Kudus supaya tidak jatuh pada dosa yang dibenci
oleh Allah. Jika tidak, hidup kita akan dikuasai oleh nafsu duniawi. Karena
hawa nafsu paling rentan menuntun umat manusia untuk jauh dari Allah. Berdoa
merupakan salah satu langkah paling efektif dan dapat mudah dilakukan. Selalu
berikan waktu untuk berdoa dan mendekat pada Allah. Sehingga tidak ada celah
dan jalan bagi dosa untuk menguasai pikiran kita. Dengan doa yang tidak
putus-putusnya maka Roh kudus menuntun kita melakukan segala sesuatu yang
berkenan kepada Allah. Tetaplah berdoa didalam menjalani kehidupan ini, Tuhan
Yesus memberkati.
III.
Kesimpulan
1. Dalam Alkitab, sebenarnya tidak ada kata
perselingkuhan. Kata yang memiliki kesamaan makna dengan selingkuh adalah
zinah.
2. Dalam Perjanjian Lama Perintah “jangan
berzinah” ini memperlihatkan kehendak Allah supaya umat Israel hidup dalam
kesucian moral
3. Dalam Perjanjian Baru, dua kata dasar yang
dipakai untuk menguraikan tindakan-tindakan seksual yang tidak bermoral yaitu percabulan, perzinahan hubungan seks
yang tidak sah antara orang yang sudah menikah dengan orang yang bukan suami
atau isterinya
4. Beberapa faktor yang menyebakan terjadinya
perselingkuhan dalam suatu keluarga adalah faktor Ekonomi, Psikologi dan
komunikasi
5. Perselingkuhan yang terjadi dalm suatu
pernikahan akan berdampak kepada diri sendiri, pasangan, anak dan keharmonisan
keluarga
6. Allah melarang berzinah demi kebaikan
hubungan suami dan istrinya (Ams.6:32).
7. Pandangan etis teologis Kristen,
perselingkuhan atau perzinahan sangatlah dilarang oleh Alkitab (Im.18:2) karena
itu perbuatan dosa yang menghancurkan keluarga pasangan suami-isteri.
IV.
Daftar
Pustaka
Bastian, Anwar “Perselingkuhan sebagai Kenikmatan
Menyesatkan.” Jurnal Psikologi Perkembangan, Volume 8, No. 2, Juni 2012.
Chudari, Human Santoso Lika-Liku Perkawinan, Jakarta: Puspa Swara, 1997
Cuchanan Karolina, Menghindari Cinta Segitiga, Jakarta:
Arcan, 1994
Dono Baswardono, Antara Cinta, Seks Dan Dusta,
Yogyakarta: Galang Pers, 2003
Depdiknas, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002
Daniel Rinaldi, Selingkuh “budaya” Eklusif Muda ? Jakarta: Gramedia, 2003
Hawati
H.Ladangan,Psikiatri, Love Affair
(Perselingkuhan), Jakarta:Fakultas Kedokteran UI, 2002
Hadiwardoyo Al.
Purwa, Moral dan Masalahnya,
Yogyakarta:Kanisius, 1991
J.Miles Herbent, Sebelum Menikah Pahami Dulu Seks,
Jakarta: BPK-GM, 200
M.S Hadisubrata., Keluarga Dalam Dunia Modren: Tantangan dan
Pembinaanya, Jakarta:BPK-GM 1992
Nainggolan Binsar,
Pengantar Etika Terapan (Petunjuk hidup sehari-hari bagi warga Gereja),
Pematang Siantar: L-SAPA, 2007
P.Satiadarma Monty, Menyikapi Perselingkuhan,
Jakarta:BPK-GM, 2001
Santidarma Monty
P., Menyikapi Perselingkuhan,
Jakarta: Pustaka Populer Obor 2001
Sosipater, Karel Etika
Perjanjian Baru, Jakarta: Suara Harapan Bangsa, 2010
Sosipater,Karel Etika Perjanjian lama (edisi revisi),Jakarta:Suara
Harapan Bangsa, 2016
Stoot R.W Jhon, Kotbah Dibukit Jilid I, Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1988
T.Burtchanael
James, Keputusan Untuk Menikah,
Yogyakarta: Kanisius, 1990
Then Debbie, Jika Suami anda Berselingkuh, Jakarta:
Gunung Mulia, 2002
Verkuyl J., Etika Kristen;Etika Seksuil,
Jakarta:BPK-Gunung Mulia, 1960
Yulia Singgih
D.Gunarsa, Psikologi Untuk KeLuarga,
Jakarta:BPK-GM, 1998
[1]
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002),
1021.
[2] Debbie Then, Jika Suami anda Berselingkuh, (Jakarta: Gunung Mulia, 2002), 17-18
[3]
Rinaldi Daniel, Selingkuh “budaya” Eklusif Muda ? (Jakarta: Gramedia, 2003), 1-2
[4]
Debbie Then, Jika Suami Anda Brerselingkuh, 1
Anwar
Bastian, “Perselingkuhan sebagai
Kenikmatan Menyesatkan.” Jurnal Psikologi Perkembangan, Volume 8, No. 2,
Juni 2012.
[6]Karel Sosipater, Etika Perjanjian
lama (edisi revisi),Jakarta:Suara Harapan Bangsa, 2016, 128
[7]
Herbent J.Miles, Sebelum Menikah Pahami
Dulu Seks, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 118
[8]
Karel Sosipater, Etika Perjanjian Baru, (Jakarta: Suara Harapan
Bangsa, 2010), 193
[9]
J. Verkuyl, Etika Kristen;Etika Seksuil,
(Jakarta:BPK-Gunung Mulia, 1960), 109
[10]
James T.Burtchanael, Keputusan Untuk
Menikah, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 39
[11]
Karel Sosipater, Etika Perjanjian Baru,
192
[12]
Jhon Stoot R.W, Kotbah Dibukit Jilid I,
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1988), 108-109
[13]
Al. Purwa Hadiwardoyo, Moral dan
Masalahnya, (Yogyakarta:Kanisius, 1991), 80
[14]
Monty P.Santidarma, Menyikapi
Perselingkuhan, (Jakarta: Pustaka Populer Obor 2001), 70-71
[15]
M.S. Hadisubrata, Keluarga Dalam Dunia Modren: Tantangan dan Pembinaanya,
(Jakarta:BPK-GM 1992),32
[16]
Dono Baswardono, Antara Cinta, Seks Dan
Dusta, (Yogyakarta: Galang Pers, 2003), 151-152
[17]
Human Santoso Chudari, Lika-Liku
Perkawinan, (Jakarta: Puspa Swara, 1997), 59-60
[18]
H.Ladangan Hawati, Psiaktri, Love Affair
(Perselingkuhan), 52
[19]
Yustina Rastiawati, Etika Sosial,
(Jakarta: Gramedia,tt), 52
[20]
H.Ladangan Hawati,Psikiatri, Love Affair
(Perselingkuhan), (Jakarta:Fakultas Kedokteran UI, 2002), 52-53
[21]
Monti P.Satiadarma, Menyikapi
Perselingkuha, 101
[22]
Human Santoso Chudari, Lika-Liku
Perkawinan, 29
[23] Ibid, 30-31
[24]
Janis Abram Spring, After The Affair,
(Jakarta: Gramedia, 2000), 24
[25]
Monty P.Satiadarma, Menyikapi
Perselingkuhan, (Jakarta:BPK-GM, 2001),
55-54
[26]
Monty P.Satiadarma, Menyikapi Perselingkuhan, 35-37
[27]
Fitri R.Ghozally, Menepis Badai Pernikahan, 39
[28]
Debbie Then, Jika Suami Anda Berselingkuh, 270
[29]
Janis Abrahams Spring, After The Affair,
(Jakarta: Gramedia, 2000), 52
[30]
Karolina Cuchanan, Menghindari Cinta
Segitiga, (Jakarta: Arcan, 1994), 93
[31]
Yulia Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk
Keluarga, (Jakarta:BPK-GM, 1998), 41-44
[32]
Fitri R.Ghozally, Menepis Badai Pernikahan, 38
[33] Karel Sosipater, Etika
Perjanjian lama (edisi revisi),130
[34]Binsar Nainggolan, Pengantar Etika Terapan (Petunjuk hidup sehari-hari
bagi warga Gereja), Pematang Siantar: L-SAPA, 2007, 56