Jual Beli Organ Manusia Menurut Etika Kristen
JUAL
BELI ORGAN TUBUH MANUSIA
Ewen
Josua Silitonga
I.
Pendahuluan
Hukum
jual beli pada umumnya sah ketika sudah dapat memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan atau disepakati oleh pihak-pihak tertentu. Transaksi jual beli juga
merupakan salah satu kegiatan yang sering dilakukan masyarakat dan juga
pemerintah dengan kebutuhan, keperluan bahkan kepentingan. Melalui hasil jual
beli tersebut baik secara personal, perkelompok ataupun negara dapat memenuhi
kebutuhan yang diperlukan.
Sistem
transaksi jual beli juga seiring bertambahnya waktu juga terus berkembang. Pembahasan
jual beli pun hingga saat ini menurut perkembangannya sangat melebar dan bahkan
meluas. Tidak terkecuali dengan penjualan organ tubuh demi beberapa faktor yang
diantaranya demi kebutuhan pangan, menyembuhkan dari penyakit dan bahkan
menyelamatkan nyawa.
Jual
beli organ tubuh sangat banyak diminati bagi beberapa orang karena kebutuhan
dan juga karena harganya yang sangat fantastis. Cukup dengan menjual salah satu
organ tubuh saja dapat untuk membutuhi kebutuhan hidup, keperluan keluarga,
pendidikan, hidup hedon dan sebagainya. Beberapa faktor yang terjadinya
transaksi jual beli organ tubuh manusia yaitu faktor kemiskinan dan juga faktor
kesembuhan atau menyelamatkan nyawa.
II.
Pembahasan
2.1.Pengertian Sistem Organ
Manusia.
Sistem
organ merupakan bagian-bagian yang menyusun dan membentuk tubuh manusia sampai
bisa berfungsi sempurna. Sistem ini terdiri dari berbagai jenis organ dan
struktus dan fungsi tertentu. Setiap organ secara langsung atau tidak langsung
saling bergantung. Sistem organ merupakan cara organ bekerja sama untuk
melakukan tugas. Keterkaitan masing-masing organ ini tidak bisa berfungsi
sendiri-sendiri sehingga organ satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi
satu sama lain didalam tubuh manusia. Menurut Brum (1994), manusia memiliki
sembilan sistem organ, yakni diantaranya sistem pencernaan (mulut,
kerongkongan, lambung, hati, pankreas, usus halus, usus besar, dan anus),
sistem pernapasan, sistem peredaran darah, sistem ekskresi (ginjal, kulit,
paru-paru, dan hati), sistem motorik, sistem reproduksi, sistem saraf, sistem
integumen, dan sistem endokrin.
Sistem
organ manusia adalah kumpulan organ yang menopang tubuh dan bekerja sama agar
berfungsi dengan baik. Kesehatan tubuh manusia tergantung pada berfungsinya
sistem organ. Organ adalah kumpulan jaringan dengan satu atau lebih fungsi.
Berdasarkan letaknya, organ dalam tubuh dibedakan menjadi organ dalam dan organ
luar. Berbagai jenis organ ini bekerja sama membentuk sistem organ tubuh
manusia. Jika salah satu organ tidak berfungsi dengan baik, maka organ tubuh
lainnya akan berpengaruhi organ yang lainnya.[1]
2.2. Jual Beli Organ Manusia
Seiring
berkembangnya teknologi dan jug kemajuan zaman sekarang ini, dunia kesehatan
juga mulai mengalami banyak sekali kemajuan terutama untuk beberapa penyakit
yang telah ditemukan dalam metode baru untuk pengobatannya. Misalnya dengan
ditemukannya metode-metode pengobatan baru dengan cara pengcangkokan organ
tubuh (transplantasi) manusia untuk beberapa organ tubuh manusia misalnya
ginjal, hati, paru-paru, dan tulang.
Tingginya
angka keberhasilan dari transplantasi itu maka menyebabkan semakin banyak
permintaan akan organ tubuh untuk tujuan transplantasi, maka keterbatasan donor
yang tersedia menjadi salah satu permasalahan dan hal tersebut semakin membuka
kemungkinan untuk terjadinya perdagangan organ tubuh manusia secara ilegal.
Praktek perdagangan organ tubuh ini menjadi suatu hal yang menguntungkan dan
menjanjikan mengingat keuntungan yang bisa didapat dari suatu organ yang
diperjualbelikan. Ditengah himpitan ekonomi yang dirasakan masyarakat
belakangan ini, maka perdagangan organ tubuh menjadi lahan empuk untuk mencari
penghasilan dan keuntungan.
Praktek
donasi tubuh dan donor organ masih menjadi pro dan kontra di masyarakat. Namun
beberapa kalangan berpandangan tidak boleh ada praktik jual beli organ manusia.
Apalagi secara hukum di Indonesia melarang praktik semacam itu. Pelaksanaan
jual beli organ tubuh manusia ini biasanya dilakukan di black market atau pasar
gelap, karena pada kenyataannya jual beli organ tubuh ini dilarang oleh
undang-undang atau bersifat ilegal dan dilarang pula oleh agama.
Dikutip
dari TribunStyle.com yang melansir dari wavysauce.com, dikatakan bahwa harga
tujuh organ tubuh yang diperjualbelikan di black market atau pasar gelap,
yaitu:
1. Tulang dengan harga Rp 312 juta per gram.
2. Ginjal dengan harga Rp 2,7 M.
3. Hati dengan harga Rp 2,1 M.
4. Jantung dengan harga Rp 1,6 M.
5. Kornea mata dengan harga Rp 331 juta.
6. Sumsum Sel telur dengan harga Rp 168 juta.
7. Usus halus dengan harga Rp 34 juta.
Dalam
kode etik dunia kesehatan organ vital manusia tidak bisa didonorkan sebelum si
pendonor meninggal kecuali kasus tertentu yang memang diperbolehkan si pendonor
karena kesukarelaan si pendonor, misalnya ginjal dan hati. Karena bila pendonor
hidup lalu mendonorkan organ vitalnya, dapat membahayakan keselamatan pendonor.
Pada prinsipnya, etika kedokteran sejak zaman dahulu mengatakan ‘kita tidak
boleh menyembuhkan orang dengan cara membunuh orang lain”. Organ vital yang
tidak bisa didonorkan sebelum pendonor meninggal, seperti jantung dan
paru-paru. Sebab organ tersebut vital dalam struktur tubuh manusia, bila
diambil bisa menyebabkan pendonor meninggal.
Walaupun
organ vital bisa didonorkan selepas pendonor meninggal, catatan proses donor
tersebut tidak boleh dilakukan dalam praktik jual beli organ. Pada prinsipnya
dilarang ada kegiatan jual beli organ. Sebab praktik jual beli organ tubuh
tidak dapat dibenarkan secara undang-undang maupun agama. Yang diperbolehkan
hanya donor organ tubuh dengan niat membantu bukan komersil. Selain itu juga
harus memenuhi beberapa persyaratan agar donor organ tubuh bisa dilaksanakan.
Selama ini problem praktek jual beli organ tubuh, banyak dilatarbelakangi
faktor ekonomi. Karena terdesak kebutuhan hidup, akhirnya ada orang yang
terpaksa memperjualbelikan organ tubuhnya.[2]
2.3.Tinjaun Etika Kristen.
Kata
Etika asalnya dari beberapa kata
Yunani yang hampir sama bunyi-nya, yaitu ethos
dan ta ethika. Kata ethos artinya kebiasaan, adat. Kata ethos dan ethikos lebih berarti kesusilaan, perasaan batin, atau kecendrungan
hati dengan mana seseorang melaksanakan sesuatu perbuatan. Dalam bahasa Latin
istilah-istilah ethos dan ethikos itu disebutkan dengan kata mos dan moralitas. Oleh sebab itu kata “etika” sering pula diterangkan
dengan kata “moral”.[3]
Etika berhubungan erat dengan kelakuan manusia dan cara manusia melakukan
perbuatannya. Kelakuan yang dinyatakan dengan perbuatan itu menunjuk pada dua
hal, yakni positif dan negatif. Pengertian positif menunjukkan pada hal, yakni
baik. Sedangkan pengertian negatif menunjuk kepada hal yang jahat atau tidak
baik. Etika hendak mencari ukuran baik, sebab yang tidak baik atau tidak sesuai
dengan ukuran baik itu adalah buruk atau jahat. Oleh sebab itu, tugas etika
adalah menyelidki, mengontrol perbuatan-perbuatan, mengoreksi dan membimbing
serta mengarahkan tindakan yang seharusnya dilakukan agar dapat memperbaiki
tindakan atau perbuatannya.[4]
Di
dalam buku yang ditulis oleh Dr. Phil. Eka Darmaputra dengan judul Etika
Sederhana untuk semua mengatakan etika adalah ilmu ataupun studi mengenai
norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia. Secara sederhananya dapat
dikatakan bahwa etika itu berbicara tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia; tentang apa yang benar, baik dan tepat. Etika membahas, menganalisa,
dan kemudian merumuskan obyek studinya itu secara rasional dan masuk akal. Ia
menempuh prosedur dan memakai metode yang ilmiah. Itulah sebabnya kita katakan,
bahwa etika itu adalah ilmu.[5]
Etika
bukanlah ilmu pengetahuan alam. Karena itu juga etika bukanlah ilmu pengetahuan
yang bersifat deskriptif, yang hanya
menerangkan dan menguraikan tindakan manusia, seperti halnya dengan ilmu
bangsa-bangsa (antropologi kultural), yang menguraikan dan mebahas
adat-istiadat dan keadaan bangsa-bangsa. Akan tetapi, etika adalah suatu ilmu
pengetahuan yang normatif. Ia memajukan masalah tentang apa yang baik.[6]
Orang-orang
Kristen sependapat bahwa Allah adalah pusat dan sumber dari semua yang baik.
Semua patokan moral tuduk kepadaNya. Karena itu tanggung-jawab manusia yang
pokok adalah melakukan apa yang dikehendaki Allah. Di dalam pengambilan
keputusan tentang apa yang harus dilakukan, semua orang Kristen mencari
kehendak Allah meskipun mereke tidak setuju tentang apa yang dikehendaki Allah.
Semua etika Kristen berdasarkan iman kepada Allah yang dinyatakan dalam Yesus
Kristus. Etika Kristen merupakan tanggapan kepada kasih karunia Allah yang
menyelamatkan kita kehidupan etis merupakan cara untuk memberi syukur atas
anugerah Allah dan cara untuk hidup dalam persekutuan dengan Allah.
Kasih
merupakan ciri semua etika Kristen. Kewajiban manusia disimpulkan dalam hukum
untuk mengasihi Allah dan sesama. Kasih juga sebagai motivasi bagi perbuatan
yang baik. Orang-orang Kristen sependapat bahwa etika itu berkenaan baik dengan
perbuatan-perbuatan lahiriah maupun dengan hati manusia. Orang-orang Kristen
sependapat bahwa Alkitab berwenang bagi perbuatan maupun iman. Alkitab
merupakan sumber pokok untuk theologia dan etika Kristen. Etika Kristen berlaku
untuk seluruh kehidupan manusia. Tidak ada kehidupan yang tidak perlu dibimbing
oleh Tuhan. maka etika Kristen mencari kehendak Tuhan untuk setiap bagian
kehidupan kita.[7]
2.4.Transplantasi Organ.
Transplantasi
organ telah menjadi kenyataan. Transplantasi jantung, paru-paru dan ginjal
sekarang sudah lazim. Ratusan orang diperpanjang hidupnya karena teknologi yang
bersifat memperbaiki ini. Transplantasi sesuai dengan banyak prinsip Alkitab.
Diantaranya, prinsip kebajikan (kasih): “tidak ada kasih yang lebih besar
daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (yoh.
15:13). Cara ini bisa dan harus digunakan sebagai sarana memperpanjang hidup,
bukan yang akhirnya menjadi sarana menghindari kematian.
Ada
beberapa ketentuan yang serius yang terkandung dalam prosedur transplantasi,
yang pertama harus melibatkan kesepakatan yang diberitahukan. Tak seorang pun
boleh dipaksa menyumbangkan organ-organnya dan tak satu pun boleh diambil tanpa
persetujuan pendonor, khususnya mereka yang tidak mampu membuat keputusan ini
(seperti orang cacat). Tak ada orang lain yang berhak menyerahkan organ-organ
seseorang pun tanpa kehendak pendonornya. Yang kedua jika mengambil organ itu
mengakibatkan kematian, maka tindakan ini dikatakan tindakan yang salah. Namun
sesudah orangnya meninggal, tubuhnya mungkin bisa dibenarkan untuk tetap dibuat
“hidup” dengan menggunakan mesin utnuk menghindari kerusakan organ. Ini bisa
berarti bahwa kita tidak boleh mempercepat kematian demi mendapatkan organ yang
segar.[8]
2.5.Pandangan Agama-agama
Tentang Jual Beli Organ Manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan senantiasa menghasilkan dampak-dampak yang memicu
perdebatan tentang masalah etika, baik yang bersifat umum maupun etika yang
berbasis agama. Salah satunya tentang kemajuan bidang ilmu kedokteran dalam
penerapan teknologi transplantasi organ, donor organ bahkan donor organ
binatang yang ditransplantasikan ke tubuh manusia. Di sisi lain, pegangan
etis-teologis seringkali sangat diperlukan sebelum tindakan medis dilakukan.
Pusat Kajian Bioetika dan Humaniora Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada menggelar dialog yang bertajuk Moral, Hukum dan Kemanusiaan
tentang Donasi Tubuh dan Donor Organ, Rabu (2/8), di Ruang Senat FK UGM.
Diskusi yang melibatkan pakar dan tokoh agama ini mendiskusikan berbagai
pendapat dari masing-masing sudut pandang agama tentang tindakan mendonasikan
tubuh dan organ pada pasien dalam medis.
Guru Besar bidang studi Islam dari George Mason University, Amerika
Serikat, Prof. Abdulaziz Sachedina, mengatakan bahwa dalam tradisi Islam telah
mengatur soal sumbangan organ asalkan tidak mengarah pada komersialisasi bagian
tubuh dan tubuh manusia tidak diperlakukan hanya sebagai komoditas. “Tubuh
manusia tidak bisa diganggu gugat dan memiliki martabat tersendiri sebagai
bagian dari penciptaan Tuhan,” ujarnya.
Menurutnya, penting bagi umat muslim untuk menjaga tujuan penciptaan Ilahi
saat merumuskan penggunaan organ yang bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan
transplantasi organ, baik yang berasal dari donor hidup atau mati. “Di sejumlah
undang-undang negara-negara muslim telah diberlakukan untuk melindungi martabat
orang mati dan hak-hak keluarga dekat untuk memiliki akses penuh terhadap
bagaimana mayat-mayat tersebut dirawat dalam situasi postmortem. Pada saat yang
sama, cukup jelas umat muslim menganggap tubuh mereka milik Tuhan,” ujarnya.
Dalam pandangan teologis agama Kristen Protestan, pendeta Wahju S Wibowo,
Ph.D. mengatakan transplantasi dan donor organ penting dilakukan untuk tujuan
pengobatan sebagai bagian dari peningkatan kualitas hidup seseorang. “Tindakan
ini membawa gema kekristenan mengenai kasih,” ujarnya.
Namun demikian, yang perlu dipertimbangkan adalah status kehidupan bagi
donor organ yang meninggal. Secara etis donor organ meninggal baru benar-benar
bisa dilakukan apabila pendonor sudah meninggal dunia sehingga menjadi amat
penting secara etis. “Hal itu juga berlaku bagi donor tubuh untuk tujuan
pendidikan,” paparnya.
Pandangan agama Hindu, menurut Prof Nyoman Kertia, didasari pandangan umat
Hindu mengenai panca srada, yakni percaya adanya atman (sinar
suci Tuhan), percaya adanya hukum karma, percaya adanya punarbawa (kelahiran
kembali), serta percaya adanya moksa (bersatu kembali dengan
Tuhan dengan tidak dilahirkan kembali).
Dengan begitu, donasi organ harus bersifat satvika atau
bertujuan mulia, harus membawa manfaat bagi donor dan penerima donor. “Manfaat
akan didapatkan sepanjang keputusan dibuat dengan pengetahuan dan persetujuan
dari pendonor, penerima donor dan keluarganya,” paparnya.
Sementara dalam pandangan agama Buddha, kata Biku Dr. Jotidhammo Mahathera,
tidak ada nilai moral yang dilanggar dalam donasi tubuh dan organ karena hal
itu merupakan praktik nyata ajaran Buddha. Bahkan, umat Buddha Sri Langka
merupakan pendonor Kornea mata terbanyak di dunia dan 57 negara menjadi tempat
tujuan donor kornea mata. “Umat Buddha meyakini bahwa jika ia mendonasikan mata
pada kehidupan saat ini maka akan memiliki penglihatan yang lebih baik dalam
kehidupan yang akan datang,” ungkapnya.
Dalam pandangan Gereja Katolik, kata Aloysius Purwa Hadiwardoyo, donasi
organ tubuh dianggap sebagai sebuah tindakan yang tidak bermoral apabila donasi
itu dilakukan dengan cara tidak berprikemanusiaan, apalagi dilakukan
berdasarkan prinsip jual beli dengan mengenakan tarif yang fantastis. “Orang
boleh merelakan organ tubuhnya untuk menolong orang lain asal tidak
membahayakan hidup dan kepribadian sendiri harus dilakukan dengan semangat
solidaritas,” katanya.
Sedangkan dalam perspektif hukum, menurut praktisi hukum Bimas Ariyanta,
belum diatur lebih jauh tentang transplantasi dan donor organ. Namun, sesuai UU
No 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan tindakan memperjualbelikan organ
atau jaringan tubuh dilarang dengan dalih apapun. Bahkan, dalam peraturan pemerintah
nomor 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan
transplantasi alat atau jaringan tubuh manusia hanya disebutkan tentang tata
cata melakukan transplantasi yaitu hanya dengan mendapat persetujaun pasien
atau dari keluarga.“Aturan PP itu hanya mengatur tindak pidana dan tata cara
tranplantasi organ atau jaringan manusia hanya sebagai aturan yang melibatkan
donor mati atau donor jenazah,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson). [9]
III.
Kesimpulan
Dari
pemaparan ini penulis mengambil kesimpulan bahwa kehidupan manusia tidak
terlepas dengan kebutuhan dan tuntutan hidup yang memaksa manusia itu untuk
dapat mengambil sebuah kesimpulan tanpa memikirkan baik atau buruknya terhadap
keputusan yang diambil terlebih dalam kasus jual-beli organ tubuh manusia.
Perpangjangan hidup dan materi yang sering mengakibatkan manusia harus
melakukan transaksi jual-beli organ tubuh manusia tanpa mengindahkan
nilai-nilai hukum, moral dan agama yang berlaku. Oleh sebab itu organ tubuh
manusia sebenarnya tidak dapat untuk diperjual-belikan atau sebagai objek
perjanjian jual-beli. Menurut hukum dan agama untuk jual-beli organ manusia
dianggap tidak baik karena tidak memenuhi objek perjanjiannya.
Sebaliknya
dalam menanggapi kasus jual-beli organ yang kategori ilegal itu diberi jawaban
yaitu dengan cara transplantasi. Sebab transplantasi merupakan cara yang
terbaik untuk dilakukan dalam menunjukkan kasih terhadap orang yang
membutuhkan. Dengan cara mentransplantasi merupakan jalan keluar agar
memperkecil hal-hal yang dapat merugikan pihak lain dan juga untuk memperkecil
praktik jual-beli organ tubuh manusia dengan alasan untuk keperluan peribadi
dan juga untuk keperluan transplantasi. Transplantasi organ merupakan tindakan
mulia, dimana seorang pendonor memberikan sebagian tubuh atau organnya untuk
dapat menolong seorang pasien yang mengalami kegagalan fungsi organ tertentu.
IV.
Refleksi
Teologis
Refleksi teologis yang dapat penulis
berikan dalam tulisan ini bahwa sebagai seorang kristen kita diajak untuk
saling mengasihi terhadapn orang lain. Dalam aspek ini juga nilai kasih itu
nampak dalam hal melakukan transplantasi organ agar orang yang membutuhkan
dalam menjalani kehidupannya kembali. Tetapai sebagai orang Kristen, kita juga
jangan lupa bahwa sebenarnya kita tidak berdaulat terhadap kehidupan kita ini,
sebab Tuhan lah yang berdaulat atas kehidupan manusia. Dimana Tuhan yang
memberi dan Tuhan juga lah yang berhak untuk mengambilnya kembali (Ayb. 1:21).
Di dalam Ulangan 32:39 juga jelas dikatakan bahwa Tuhanlah yang mematikan dan
juga yang menghidupkan. Karena itu, kita tidak berhak untuk mencabut nyawa
sebab itu merupakan kuasa Tuhan. dalam hal melakukan trnasplantasi juga Tuhan
memiliki kuasa atas itu semua, sebab apa yang terjadi terhadap manusia baik
hidup-mati, sehat-sakit itu didalam kuasa Tuhan dan manusa tidak memiliki
kedaulatan atas hidupnya. Oleh sebab itu apa pun tindakan dan usaha yang kita
lakukan, semua itu tidak terlepas dari kuasa dan peranan dari Allah itu
sendiri. Nyatakanlah kasih kepada setiap manusia dengan benar dan ingat Tuhan
juga punya kuasa atas segalanya.
V.
Daftar
Pustaka
5.1.Buku-buku.
Brotosudarmo,
Pdt. R. M. Drie S, S.Th., M.Th., M.Si., Etika
Kristen Untuk Perguruan Tinggi, Yogyakarta: ANDI, 2007.
Brownlee,
Malcolm., Pengambilan Keputusan Etis Dan
Faktor-faktor Di Dalamnya, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
Darmaputra,
Dr. Phil. Eka, Etika Sederhana Untuk
Semua, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
Geisler,
Norman L., Etika Kristen: Pilihan Dan Isu
Kontemporer, Malang: LITERATUR SAAT, 2010.
Verkuyl, Dr. J., Etika Kristen Bagian Umum, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
5.2.Website
https://pdb-lawfirm.id/transaksi-jual-beli-organ-tubuh-manusia-dalam-perspektif-hukum/
https://ugm.ac.id/id/berita/14435-membedah-pandangan-agama-soal-praktik-donor-transplantasi-organ
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-sistem-organ/.
[1] https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-sistem-organ/, diakses pada hari senin
tanggal 07 Pebruari 2022, pukul 11.00 wib.
[2] https://pdb-lawfirm.id/transaksi-jual-beli-organ-tubuh-manusia-dalam-perspektif-hukum/, diakses pada hari Senin
tanggal 07 Pebruari 2022, pukul 11.30 wib.
[3] Dr. J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2012), 1.
[4] Pdt. R. M. Drie S.
Brotosudarmo, S.Th., M.Th., M.Si, Etika
Kristen Untuk Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: ANDI, 2007), 5.
[5] Dr. Phil. Eka Darmaputra, Etika Sederhana Untuk Semua, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009), 5.
[6] Dr. J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, 3.
[7] Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis Dan Faktor-faktor
Di Dalamnya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 29-30.
[8] Norman L. Geisler, Etika Kristen: Pilihan Dan Isu Kontemporer,
(Malang: LITERATUR SAAT, 2010), 221-222.
[9] https://ugm.ac.id/id/berita/14435-membedah-pandangan-agama-soal-praktik-donor-transplantasi-organ, diakses pada hari Rabu
tanggal 08 Pebruari 2022, pada pukul 14.15 wib.