Bisnis Menurut Etika Kristen
Bisnis menurut Etika
Kristen
Ewen Josua Silitonga
I.
Pendahuluan
Salah
satu pembahasan yang menarik di era milenial ini adalah mengenai bisnis. Dari
berbagai golongan, keadaan setiap penduduk dan juga jemaat Kristen sering
menggunakan kata bisnis ketika mereka berdiskusi atau berbincang-bincang dalam
sebuah kesempatan. Salah satu hal yang menarik dari bisnis ini adalah mengenai
uang atau cara untuk mendapatkan uang (keuntungan). Berbagai polemik
bermunculan yang akhirnya menimbulkan perdebatan, apakah bisnis itu merupakan
bagian yang baik atau yang kurang baik untuk dilakukan? Terlebih lagi jika
diperhadapkan dengan Firman Tuhan (Alkitab), dan terkhusus dari sudut pandang
etika Kristen. Selain dalam ranah umum, bisnis ini juga mencuat dalam dimensi
iman antara jemaat dan teolog, terlebih dalam pelayanan seorang yang dianggap
sebagai “hamba Tuhan”. Tidak hanya sebatas teori, tetapi juga dalam penerapan
(pengambilan sikap yang benar), karena kita memiliki dasar kehidupan bergereja
yaitu Alkitab. Dalam makalah ini, saya sebagai penulis akan mengkaji mengenai
bisnis menurut etika Kristen, Sehingga ditemukan sudut pandang tersendiri
mengenai pandangan etika Kristen mengenai bisnis itu sendiri.
II.
Pembahasan
2.1.Pengertian Bisnis
Bisnis
adalah sejumlah total usaha yang meliputi pertanian, produksi, konstruksi,
distribusi, transportasi, komunikasi, usaha jasa, dana pemerintahan yang
bergerak dalam bidang pembuatan dan pemasaran barang dan jasa untuk memberikan
kepuasan kepada konsumen.[1]
Istilah bisnis ini pada umumnya menekankan tiga hal, yaitu usaha perseorangan
kecil-kecilan dalam bidang barang dan jasa, usaha perusahaan besar (seperti
pabrik, transportasi, perusahaan surat kabar, hotel, dan sebagainya), dan usaha
dalam bidang struktur ekonomi bangsa (cakupan wilayah lebih besar lagi). Selain
defenisi dari bisnis, terdapat juga unsur-unsur penting dalam bisnis, yaitu:[2]
1. Segala
aktivitas, berarti aneka macam aktivitas, seperti produksi, distribusi, dan
konsumsi, dan berbagai aktivitas lain yang berkaitan dengan ketiga aktivitas
tersebut, seperti transportasi, pembelian, dan lain-lain.
2. Institusi,
badan, lembaga, atau organisasi merupakan sekumpulan faktor produksi, terdiri
dari tanah, tenaga kerja, modal, dan pemimpin yang menghasilkan barang dan
jasa, misalnya perusahaan, rumah sakit, sekolah, dan berbagai macam organisasi
yang ada di masyarakat.
3. Menghasilkan
barang dan jasa, yang berarti ada output
dari institusi tersebut, baik berupa barang berwujud dihasilkan oleh
perusahaan, sedangkan barang tidak berwujud yang berupa saran, nasihat,
pendapat, atau buah pikiran, dihasilkan oleh institusi seperti pendidikan,
rumah sakit, kantor konsultan, kantor pengacara, dan sebagainya.
Jadi,
bisnis dalam pengertian umum ini berarti memberikan sebuah produk atau karya
yang dapat memberikan umpan balik yang berupa keuntungan atau kerugian. Tetapi
dalam hal produksi, bisnis tetap saja mengacu kepada keuntungan dan kerja keras
yang dilakukan sebaik mungkin. Aktivitas daripada bisnis itu sendiri tidak
dapat terlepas juga daripada kegiatan produksi, distribusi, dan juga konsumsi.
2.2.Pengertian Bisnis menurut
para Ahli[3]
Dalam
poin ini, pengertian bisnis akan dijelaskan dari beberapa pendapat para ahli
yang hidup juga dalam dunia bisnis itu sendiri, sehingga dapat ditemukan
gambaran mengenai bisnis yang dimaksud dari pendapat para ahli.
1. Hughes
dan Kapoor
Bisnis adalah suatu
kegiatan individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan
jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
2. Brown
dan Pretello
Bisnis adalah lembaga
yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat serta semua
hal yang mecakup berbagai usaha yang dilakukan pemerintah maupun swasta yang
tidak perduli dalam mengejar laba atau tidak.
3. Jeff
Madura
Bisnis adalah perusahaan
yang menyediakan produk atau layanan yang diinginkan oleh pelanggan.
4. L.
R. Dicksee
Bisnis adalah suatu bentuk aktivitas yang utamanya
bertujuan untuk memperoleh keuntungan bagi yang mengusahakan atau yang
berkepentingan dalam terjadinya aktivitas tersebut.
5. Allan
Afuah
Bisnis ialah suatu kegiatan usaha individu
yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna
mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan ada dalam
industri.
6. Hughes
dan Kapoor
Bisnis merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas penyediaan barang dan jasa yang bertujuan untuk memperoleh laba.
Suatu perusahaan dikatakan menghasilkan laba apabila total penerimaan pada
suatu periode lebih besar daripada biaya pada periode yang sama.
Dari pemahaman para ahli yang
menjelaskan tentang arti bisnis, suatu kegiatan menghasilkan atau menjadikan
sesuatu, memiliki target dalam melaksanakannya, serta ada upaya yang dilakukan
secara individu ataupun berkelompok, dan menguasai suatu bidang yang
benar-benar dapat memberikan dampak atau umpan balik terhadap pelaku bisnis itu
sendiri.
2.3.Fungsi dan Tujuan Bisnis
Kebutuhan
hidup manusia semakin hari semakin meningkat sejalan perubahan dan perkembangan
pola hidup masyarakat. Kehidupan manusia pada mulanya sangat sederhana,
tergantung pada hasil alam dengan memanfaatkan apa yang ada di alam sekitar.
Manusia dalam kehidupan masyarakat primitif baru memiliki kebutuhan ekonomi
yang sederhana terutama yang menjadi kebutuhan pokok (dasar) yang bersifat
jasmaniah, yaitu makan, minum, pakaian, kebutuhan akan tempat tinggal,
kebutuhan akan istirahat, dan semua kebutuhan itu tersebut dapat dipenuhi
secara alami.[4]
Tujuan bisnis yang paling utama tentunya adalah memperoleh laba dan keuntungan.
Tujuan bisnis ini bisa diperoleh dengan cara memperoduksi barang serta juga
jasa yang dibutuhkan konsumen. Apapun jenisnya, tujuan bisnis biasanya akan
tetap berorientasi pada profit. Namun, bukan berarti bisnis tidak memiliki
tujuan yang lain, diantaranya sebagai berikut:[5]
1. Menyediakan
barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat
2. Meningkatkan
kesejahteraan pemilik bisnis, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.
3. Menciptakan
lapangan kerja untuk masyarakat umum
4. Meningkatkan
pertumbuhan ekonomi masyarakat secara umum
5. Menunjukkan
prestise dan kinerja
6. Menunjukkan
eksistensi sebuah perusahaan dalam jangka panjang.
2.4.Prinsip-prinsip Bisnis
secara Umum[6]
2.4.1.
Prinsip
Kejujuran
Prinsip
pertama dan paling mendasar adalah kejujuran sebagai salah satu kunci sukses
suatu usaha. Karena tanpa adanya kejujuran maka bisnis tidak akan bertahan
lama. Prinsip ini bisa dilakukan dalam setiap kegiatan bisnis misalnya jujur
terhadap konsumen mengenai produk, jujur dalam bekerja sama dengan pihak lain,
dan masih banyak lagi.
2.4.2.
Prinsip
Keadilan
Pada
prinsip ini bermakna bahwa setiap orang yang terlibat dalam bisnis berhak
memberikan kontribusi yang baik secara langsung maupun tidak langsung. Pihak
yang ada dalam sebuah bisnis memiliki kemampuan serta peran dalam memajukan
sebuah usaha.
2.4.3.
Otonomi
Pada
prinsip ini sebagai pelaku bisnis harus bisa mengambil keputusan dengan tepat
dan adil serta bertanggung jawab pada keputusan tersebut. Karena kondisi
perusahaan ataupun pribadi berbeda-beda sehingga strategi yang digunakan untuk
mencapai tujuan juga berbeda, tergantung daripada visi dan misi yang dicapai.
2.4.4.
Integritas
Moral
Dengan
integritasi moral yang bagus, maka kepercayaan masyarakat juga meningkat.
Menerapkan prinsip integritas moral ini berarti semua pihak yang terlibat dalam
perusahaan harus selalu menjaga nama baik perusahaannya.
2.4.5.
Prinsip
Loyalitas
Adanya
penerapan prinsip ini tentu tidak dapat mencmpur urusan bisnis dengan urusan
pribadi. Karena loyalitas dapat terlihat dari kerja keras serta keseriusan
dalam menjalankan sebuah usaha, dan dapat ditarget dengan visi dan misi yang
ada. Dengan berbuat jujur kepada partner kerja, maka dapat membuat usaha atau
bisnis mempunyai performa yang bagus.
2.5.Bisnis dalam Konsep
Alkitabiah
Sebagai
penulis dari makalah ini, saya tidak menemukan kata “bisnis” dalam Alkitab,
termasuk dalam terjemahannya sekalipun. Jadi, dalam poin ini saya beranjak
daripada pengertian bisnis itu sendiri serta hal-hal yang berkaitan di dalamnya,
terkhusus sebagai sebuah perkerjaan (usaha) yang dilakukan untuk menghasilkan
sesuatu hal (uang, jasa, atau bentuk pembayaran lainnya) sehingga bisa
dijelaskan secara sederhana mengenai bisnis dalam konsep Alkitabiah (Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru).
2.5.1.
Bisnis
dalam Konsep Perjanjian Lama
Perlu diperhatikan bahwa Allah
sendiri memberikan dasar dalam berbisnis, adalah kehendak Allah bagi manusia
untuk bekerja, baik sebelum kejatuhan manusia manusia ke dalam dosa (Kej.
1:28), maupun sesudah kejatuhan manusia ke dalam dosa (Kej. 3:17-19). Sebelum
kejatuhan, pekerjaan adalah suatu anugerah dan panggilan dari Allah sendiri.
Namun, akibat dari dosa itu sendiri maka pekerjaan itu dilakukan dengan penuh
persaingan.[7]
Kejadian 1 menjelaskan bahwa Allah menciptakan segala materi dan makhluk yang
ada di dunia ini (Kej. 1:1-31). Sebagian besar ciptaan itu bisa menjadi materi
bisnis. Manusia juga tercipta sebagai makhluk sosial yang terkait dengan
persoalan ekonomi untuk hidup. Dalam artian bahwa manusia harus berjuang dengan
bekerja untuk memenuhi kehidupannya melalui bidang yang di gumulinya. Bekerja
adalah baik bagi manusia, bukan saja karena melalui kerja manusia dapat
mengubah alam untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, tetapi juga melalui
bekerja manusia akan lebih menemukan sikap menjadi lebih manusiawi.[8]
Dengan berkerja, manusia akan lebih mengembangkan bakat-bakat dan kemampuannya.
Karena itu dapat dikatakan bahwa manusia bekerja bukan hanya persoalan mencari
makan, melainkan juga sarana pemanusiaan.[9]
Usaha pertanian dan perkebunan yang
sekarang dikenal sebagai agrobisnis. Tuhan sudah menunjukkan kasih-Nya bahwa
selama bumi masih ada, takkan berhenti musim menabur dan menuai. Bisnis
perburuan dipelopori oleh Nimrod, seorang pemburu yang gagah perkasa di hadapan
Tuhan (Kej. 10:9), peristiwa di Babel (Kej. 11:8-9) ternyata tumbuh banyak
cikal bakal yang menjadi bisnis di dunia, seperti membuat batu bata, dan
keramik.[10]
2.5.2.
Bisnis
dalam Konsep Perjanjian Baru
Zaman
Perjanjian Baru, terdapat beberapa proses perdagangan (perniagaan) yang cukup
besar pengaruhnya terhadap kehidupan. Kita dapat melihat bahwa perdagangan yang
besar dikuasai oleh Roma dan Italia, serta pusat kota perdagangan dan
perniagaan itu berada di kota Tiatira.[11]
Peranan perindustrian pada waktu itu sangat sangat berpengaruh di mana mulai
muncul pabrik-pabrik yang merupakan perusahaan pribadi. Pertukangan dan
perindustrian, baik industri kecil (rumahan), ataupun industri besar dalam
dunia perkotaan.[12]
Selain itu di Galilea juga terdapat industri perikanan, diorganisasi dalam
koperasi-koperasi oleh para pemilik dan pekerja (Markus 1:12).[13]
Bahkan hal yang paling menunjukkan sebuah pekerjaan yang terjadi adalah ketika
seperempat perumpamaan Yesus yang berkaitan dengan keadaan-keadaan bisnis (pekerjaan)
misalnya dalam Matius 13:45, dimana Yesus menjelaskan bahwa seorang pedagang
yang mencari mutiara yang indah itu seumpama hal kerajaan sorga. Tidak dapat
dipungkiri bahwa pola pelayanan kehidupan Yesus dikelilingi oleh dunia yang
berkaitan dengan bisnis dan usaha yang menghasilkan. Bahkan Yesus sendiri
memulai hidup-Nya dan menjalani kehidupan-Nya dalam kehidupan tukang kayu
(ayahnya si Yusuf dikenal sebagai seorang tukang kayu). Namun, untuk dapat
mengerti etika Yesus, maka kita harus mempertanyakan inti pemberitaan Yesus
secara keseluruhan. Inti ini, yang merupakan kerangka karya Yesus, adalah
pemberitaan mengenai Kerajaan Allah yang telah datang, dan yang akan dating di
dalam peralihan waktu yang eskatologis.[14]
Di
dalam Perjanjian Baru (kitab-kitab yang di tulis Paulus) dijelaskan bahwa
Paulus menasihatkan jemaat bahwa hendaklah bekerja. Ia juga memperingatkan
bahwa jika seseorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan (2 Tes. 3:10b).
Bahkan Paulus sendiri pun bekerja menjadi seorang tukang tenda bersama
rekan-rekan sepelayanannya yang lain untuk memenuhi kebutuhan pada saat
pelayanan (Kis. 20:34; 1 Tes. 2:9; 2 Tes. 3:8). Paulus tidak mau berpangku
tangan dengan kemampuan yang dia miliki dan juga berguna bagi dirinya dan juga
untuk orang lain. Jadi, bekerja merupakan anugerah dan panggilan bagi orang
Kristen. Itulah sebabnya seorang Kristen harus bekerja bahkan bekerja dengan
giat dan keras. Maka dalam konsep Perjanjian Baru, hukum kasih dalam Matius
22:37-39 dapat menjadi salah satu dasar manusia untuk memulai pekerjaan yang
dia lakukan dalam kehidupannya.
2.6.Sekilas mengenai
Pengertian Etika Kristen
Pemaknaan
istilah “etika” banyak variasinya, khususnya dalam pemakaian umum dalam
pertanyaan bagaimana kita harus berkelakuan (etika normatif dan moral).[15]
Di dalam bahasa Indonesia, istilah “etika” dipakai dalam berbagai hubungan,
yang misalnya kita gunakan untuk menjelaskan apakah kelakuan atau tindakan
seseorang baik atau buruk. Atau untuk mengetahui norma-norma apakah yang
digunakan oleh seseorang untuk tindakan atau perbuatannya, dan untuk mengetahui
keputusan seseorang itu benar atau tidak.[16]
Istilah etika berasal dari kata Yunani ethos,
yang memiliki arti tempat, dimana kita tinggal, dan dimana kita berada. Selain
daripada tempat tinggal, ethos juga
berarti sebuah kebiasaan.[17]
Dari kata Ethos yang berarti
kesusilaan yang berasal dari kata “sila” yang berarti sikap hati, perintah, dan
norma, dan “su” yang berarti baik. Jadi, kata susila berarti perintah, norma,
dan sikap hati yang baik. Maka secara umum, dapat diartikan bahwa etika adalah
ilmu yang menyelidiki dan memberi pedoman atau norma bagaimana manusia bersikap
baik dalam segala aspek kehidupannya sehari-hari.[18]
2.7.Sikap Etika Kristen
terhadap Bisnis
Semua etika Kristen berdasarkan iman kepada
Allah yang dinyatakan dalam Yesus kristus. Etika Kristen merupakan tanggapan
kepada kasih karunia Allah yang menyelamatkan kita. Kehidupan etis merupakan
cara untuk memberi syukur atas anugerah Allah dan cara untuk hidup dalam
persekutuan dengan Allah.[19]
Seorang teolog yang bernama Eka Darmaputra menyatakan bahwa pertama-tama mesti
diakui, bahwa untuk kurun waktu yang amat lama, Kekristenan tidaklah bersikap
terlampau ramah terhadap dunia dagang dan bisnis, dan oleh karena itu terhadap
orang-orang yang berkecimpung di dalamnya, ada semacam sikap curiga, ada pula
yang memandang sebelah mata.[20]
Orang-orang Kristen sependapat bahwa
Allah adalah pusat dan sumber dari semua yang baik. Allah adalah hakim yang
terakhir yang memutuskan apa yang benar dan apa yang salah. Semua patokan moral
tunduk kepada ketentuan-Nya. Karena itu tanggung jawab manusia yang pokok
adalah melakukan apa yang dikehendaki Allah. Di dalam pengambilan keputusan
tentang apa yang harus dilakukan, semua orang Kristen mencari kehendak Allah
meskipun mereka tidak selalu setuju tentang apa yang dikehendaki Allah. Segala
patokan etika Kristen bersumber dari Allah.[21]
Bagaimana kita melakukan pekerjaan kita, sesuai dengan kehendak Tuhan atau
tidak. Kalau kita mengerjakannya sesuai dengan kehendak Tuhan maka hal yang
kita kerjakan (bisnis) akan diberkati Tuhan, kalau tidak maka pekerjaan
(bisnis) yang kita kerjakan tidak akan diberkati Tuhan, atau dengan kata lain
bagaimana kita dapat berbisnis menurut etika Kristen, yaitu dengan melakukan
bisnis itu sesuai dengan prinsip jujur, adil, dan pelayanan (mengerjakan bisnis
bersama Tuhan).[22]
2.7.1.
Mengucap
Syukur kepada Tuhan dalam Berbisnis
Dalam memulai usaha (bisnis),
haruslah dimulai dengan mengucap syukur kepada Tuhan (memberi yang terbaik
seperti untuk Tuhan). Yang terpenting bukanlah apa yang dimiliki, melainkan apa
yang dilakukan dengan apa yang kita miliki, dalam artian apapun yang kamu
perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu, seperti untuk Tuhan, dan bukan untuk
manusia (Kol. 3:23).[23]
Hal yang paling mendasar yang dilakukan dalam berbisnis adalah memiliki
pemahaman yang teguh untuk memulainya dalam doa dan dengan segenap hati kepada
Tuhan. Dengan demikian tidak aka nada hati untuk melenceng dan berbuat hal yang
tidak baik dalam bisnisnya. Dengan demikian, pelaku bisnis akan melaksanakan
pekerjaannya dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Tuhan. Dalam Matius 25:21
juga dijelaskan bahwa terdapat tiga orang pekerja yang diberikan talenta oleh
tuannya yang akan pergi keluar negeri. Ketika tuannya itu pulang, dan mendapati
para pekerjanya yang setia dalam melaksanakan perkara-perkara yang kecil, dan
tuannya itu akan kembali memberikan tanggung jawab serta perkara-perkara yang
besar. Dalam melaksanakan bisnis, manusia diberikan tanggung jawab akan talenta
yang diberikan kepadanya seperti kitab Matius tersebut. Hanya saja apakah
hambanya taat kepada tuannya yang mempercayakan itu semua kepadanya. Yang taat
dan setialah yang akan mendapatkan pujian daripada tuannya. Orang yang memulai
dalam nama Tuhan, akan menjalankan proses bisnisnya dalam nama Tuhan, dan semua
akan berjalan sesuai kehendak Tuhan.
2.7.2.
Manusia
diberikan ALLAH akal dan Pikiran untuk Bekerja
Sebagai
orang Kristen, siapapun yang melaksanakan tugas pelayanannya, bukan saja terikat
pada etika umum yang sudah ditetapkan di tempat bekerja ataupun tempat
melaksanakan bisnis. Tetapi dia juga harus terikat pada etika yang berlandaskan
Alkitab yang sudah harus menjadi cermin dalam kehidupan setiap orang yang
mengaku percaya kepada Allah.[24]
Perintah untuk memenuhi bumi dan menaklukkannya mau tidak mau mengharuskan
manusia untuk bekerja. Kerja bukanlah akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa,
meskipun dipengaruhi oleh peristiwa itu. Bahkan kerja merupakan bagian dari
gambar Allah dalam diri manusia. Dalam cerita penciptaan, Allah sendiri
diperlihatkan sebagai pekerja. Jadi, sikap manusia selain tanggung jawab dan
haknya, mendorongnya untuk menangani pekerjaan ekonomis yang produktif dengan
sumber-sumber bumi ini. Ini berarti ada tugas untuk bekerja, dan juga tanggung
jawab untuk memampukan orang lain bekerja. Mencegah orang bekerja atau
menghilangkan pekerjaannya adalah bertentangan dengan kemanusiaan dan gambar
Allah dalam diri orang itu, lagi pula berarti gagal memenuhi tanggung jawab kepada
Allah demi Dia. Kerja dalam konteks penciptaan ini sangat luas artinya, dan
tidak terbatas pada pekerjaan yang digaji, walaupun kita cenderung membatasinya
demikian.[25]
2.7.3.
Bisnis
dengan Jujur, Adil, dan Pelayanan (berwatak baik)
Karakter
menentukan semua keputusan etis. Watak menentukan perbuatan. Yesus menekankan
kebenaran itu dalam pengajaran-Nya, khususnya khotbah di Bukit (Mat. 5-7). Para
ahli sependapat bahwa ayat-ayat yang monumental ini berisi esensi etika
Kristus. Yesus senantiasa menekankan bahwa karakter mempengaruhi perilaku, dan
bahwa moralitas adalah masalah hati (Mat. 5:3). Albert Knudson mencatat bahwa
Yesus menegakkan dua prinsip yang diterima semua orang Kristen, yakni prinsip
kasih dan sanubari moral (moral
inwardness).[26]
Yang pertama adalah kebajikan utama Kristen (1. Kor. 13:13), dan yang kedua,
kunci moralitas Kristen atau karakter. Jadi, dalam menjalankan bisnis,
karatekter yang tertuang dalam keadaan jujur, adil, dan pelayanan adalah
penekanan khusus yang dapat dilaksanakan. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa
karakter adalah realitas batin diri. Ketiga hal ini tidak dapat terlepas
daripada orang-orang yang melaksanakan bisnis, sekalipun dalam mengambil laba
atau keuntungan dari proses bisnis yang dia lakukan. Mungkin pernah ditemukan
(sering) dalam dunia bisnis ketidakjujuran, keadilan, dan pelayanan. Tetapi
tetap pada prinsip bahwa hal tersebut yang dapat membuat dunia bisnis menjadi
kotor karena hanya akan mementingkan diri sendiri dan memunculkan sikap
persaingan kepada sesama pelaku bisnis. Bahkan tidak tanggung-tanggung, secara
pisik atau psikis pun sesama pelaku bisnis dapat saling menyerang. Tidak hanya
dengan cara halus saat ini yang dapat kita temukan, dengan cara kasar dan
kekerasan pun bisa terjadi.
Jery
White dalam poin kejujuran sebagai mandat Alkitabiah menjelaskan secara
sederhana bahwa ketidakjujuran telah menjadi suatu cara hidup dalam masyarakat
kita, di mana ada pembungkus coklat yang dua kali sebesar isi cokat di
dalamnya, main-mainan plastik yang tidak dapat bertahan selama beberapa jam
dapat dimainkan oleh seorang anak, iklan yang mengabaikan segala hal yang
salah, dengan produk yang diiklankan dan membesar-besarkan mutunya, penipuan
dalam hal reparasi mobil, menyontek waktu ulangan dalam kelas. Hal-hal dan
praktek-praktek ini menyebabkan kita menjadi curiga terhadap setiap orang lain,
dan kita sendiri menjalankan hidup dipinggir ketidakjujuran.[27]
Apabila terjadi ketidakjujuran dan tindakan dalam semua bentuk kejahatan adalah
dosa yang sangat besar, baik kepada sesama manusia, masyarakat, dan terkhusus
kepada Tuhan. Maka setiap pribadi harus menjunjung tinggi etika kerja yang
telah dikenakan kepadanya sesuai dengan tuntutan iman berdasarkan Firman Tuhan.[28]
Jadi, untuk memberikan kebaikan dalam setiap usaha bisnis yang dilaksanakan,
kembalilah kepada prinsip jujur, adil, dan pelayanan.
2.7.4.
Bisnis
bukan mengeksploitasi
Dunia
ini terus bergerak, begitu pula manusia. Dan tidak hanya itu, kecenderungan
perkembangan ilmiah yang terakhir menunjukkan bahwa manusia sendirilah yang
menentukan arah ke mana ia bergerak. Tidak lagi hanya dikendalikan oleh
hukum-hukum kodrat yang berada di luar dirinya. Manusia menentukan kodratnya
sendiri.[29]
Dalam Kejadian 3:17 dinyatakan sebuah realitas rusaknya hubungan manusia dengan
alam yang menjadi tempat hidupnya (tanah). Pengutukan tanah oleh Allah karena
dosa manusia menyebabkan manusia harus berpeluh dan bersusah payah untuk
mencari nafkah dari bumi ini. Dengan adanya dosa menyebabkan relasi antara
manusia dan Allah menjadi rusak. Manusia yang pada awalnya diangkat untuk
menjadi penjaga bagi ciptaan lain beralih fungsi menjadi pribadi yang gemar
melakukan pengerusakan dan pengeksploitasian yang tidak bertanggung jawab.[30]
Tindakan sewenang-wenang manusia yang merusak ciptaan lain merupakan bukti dari
penyalahgunaan kebebasan yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Penggunaan
kekayaan alam secara berlebihan tanpa memikirkan efek atau dampak yang
diciptakan adalah hasil pemikiran manusia yang egois. Hanya memikirkan diri
sendiri, padahal dampak yang terjadi dapat merugikan semua makhluk hidup yang
ada di bumi. Banyak fakta yang ditemukan dilapangan saat ini, bahwa bisnis yang
dilakukan oleh masyarakat memberikan dampak yang buruk terhadap alam ciptaan
Tuhan. Dampak yang buruk ini diakibatkan oleh sikap yang mengeksploitasi alam
hanya untuk mencari keuntungan sendiri. Bahkan yang lebih baik lagi adalah
melaksanakan bisnis yang ramah lingkungan, serta dapat melakukan penghijauan
dari hasil bisnis yang dilakukan. Jadi, benar-benar memberikan dampak yang baik
untuk seluruh kalangan manusia, bukan menjadi bagian orang yang serakah dalam
menjalankan bisnis.
2.7.5.
Memanusiakan
Manusia
Dalam
dunia bisnis, para pelaku harus memiliki hati yang suci untuk mengasihi.
Avebery seorang ilmuan asal Inggris mencatat bahwa seseorang yang jiwanya penuh
dengan cinta kepada Allah, terdorong untuk beribadat dan mengagungkan Dia. Ia
menyembahnya bukan karena harapan untuk
mendapatkan pahala, dan tidak pula karena takut akan hukuman, melainkan
semata-mata demi Tuhan.[31]
Pelaku bisnis (pelayan) sendiri harus memiliki hati yang suci mengasihi, adalah
hati yang dipenuhi Roh Kudus (Rm. 8:14-17; 1. Kor. 6:17). Dalam dunia bisnis
terkadang terlihat kejam terhadap sesama dalam hal produksi, distribusi, dan
konsumsi. Jika kita bertanya kepada beberapa orangpun mereka akan menjawab
bahwa hal itu biasa dalam dunia bisnis, termasuk dalam mempekerjakan orang lain
(tenaga manusia).
Prinsip
memanusiakan manusia maksudnya disini adalah memberikan kesempatan terbaik
dalam memberikan peluang, kenyamanan, terhadap rekan bisnis, orang yang
dipekerjakan, dan termasuk juga para konsumen yang ikut ambil bagian dalam
pelayanan bisnis ini. Kita bukan berbicara mengenai perbudakan atau perbudakan
modern, tetapi lebih kepada prinsip saling memberikan dampak (simbiosis mutualisme). Tidak ada
pengklasifikasian kelas terhadap jabatan dan bisnis yang dilaksanakan di sini.
Saya mengingat bagaiman pesan Paulus terhadap Filemon (dalam surat Filemon)
yang membeirikan harapan untuk Onesimus kembali bekerja dalam rumah atau usaha
dari Filemon sekalipun adalah kesalahan yang sudah dilakukan oleh Onesimus.
Paulus menjelaskan dalam kitab Filemon (Flm. 1:9-22), bahwa Paulus meminta
kepada Filemon untuk menerima Onesimus bukan lagi menjadi hambanya tetapi
menjadi saudaranya yang kekasih. Prinsip dalam bisnis ini juga kita harus
memiliki pemahaman akan kasih yang kita laksanakan, sehingga dalam menjalankan
bisnis semua terlihat baik dan tidak ada penindasan ataupun sistem yang
terlihat keras sehingga sifat manusiawi itu menjadi terhilang. Sekilas juga
mengenai perbudakan, dalam Perjanjian Lama, demikian juga Rasul Paulus, sering
dikecam karena membiarkan perbudakan. Dalam dunia kuno pada zaman Perjanjian
Lama, perbudakan adalah bagian integral dari kehidupan sosial, ekonomi, dan
kelembagaan, sehingga sulit membayangkan masyarakat tanpa perbudakan itu atau
bagaimana Israel dapat menghapuskannya secara efektif.[32]
2.7.6.
Menjadi
Pebisnis yang Rendah Hati
Sebagai salah satu identitas orang
Kristen, rendah hati merupakan karateristik Yesus itu sendiri. Acuan yang
paling terkenal barangkali adalah Matius 11:29, bahwa Yesus mengatakan
belajarlah kepada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati.[33]
Terkadang sikap arogan dan tinggi hati terlihat dalam kaum-kaum pebisnis yang
sudah mencakup pangsa yang besar. Sikap demikian tentunya akan mengundang rasa
sombong, serta memberikan sikap yang kurang baik daripada jiwa orang Kristen.
Perasaan ini tentu saja harus diubah, karena tidak sesuai dengan etika bisnis
yang dijalankan. Sikap seperti Yesus yang selalu menunjukkan kerendahan hatinya
terhadap semua manusia, termasuk orang-orang yang berada di sekitarnya. Apabila
sikap ini terjadi, akan memberikan dampak positif dan kenyamanan bagi orang
lain yang menjadi rekan bisnis, dapat juga menjadi contoh bagi pebisnis lain
yang mendirikan bisnisnya dalam bidang umum.
III.
Kesimpulan
Dari
penjelasan makalah di atas dapat disimpulkan bahwa etika Kristen tidak menolak
atau menentang dengan adanya bisnis di dunia ini, dengan catatan bahwa bisnis
yang dilakukan benar-benar sesuai dengan Firman Tuhan (Alkitab) dan bisnis yang
dilaksanakan semua demi sikap yang bertanggung jawab kepada Tuhan yang sudah
mencipta dunia ini dan segala isinya. Bisnis dilakukan dengan sikap jujur,
adil, pelayanan, dan yang pasti tetap pada dasarnya adalah sesuai dengan
kehendak Tuhan (berbisnis dalam Tuhan). Di Alkitab sendiri dijelaskan bahwa
banyak orang-orang yang bergumul atau orang-orang yang dipakai Tuhan untuk
memberitakan Injil menjalankan sebuah pelayanan dan juga memiliki pekerjaan
yang dapat digolongkan juga mendatangkan keuntungan bagi dirinya. Konteks
Alkitab sendiri (kehidupan) tidak terlepas dari yang namanya bisnis, niaga,
atau hal-hal lainnya yang berkaitan dengan bisnis tersebut. Banyak penjelasan
yang menganggap bahwa bisnis itu kotor, egois, duniawi, kejam, dan lain-lain.
Itu hanya menjadi bagian dari orang-orang Kristen yang hanyut dengan arus zaman
dan tidak mampu mempertahankan identitas dirinya sebagai orang Kristen. Hanya
saja yang terpenting disini bukan dari segi negatif kita memandang bisnis itu.
Pada dasarnya memang bisnis adalah sikap sebagai produsen, distribusi, dan juga
konsumsi, yang memikirkan laba atau keuntungan dalam menjalankannya. Kita juga
tidak bisa memungkiri bahwa kita makhluk hidup butuh makan, dan makan itu dapat
diterima dengan cara bekerja. Dari segi umum juga sudah saya jelaskan dalam
makalah ini, bahwa mereka juga memandang dan menganjurkan bisnis yang dilakukan
itu dengan prinsip-prinsip yang baik. Bagi para pelaku bisnis, atau orang-orang
yang terkena dampak dari bisnis ini sebaiknya memiliki kehidupan yang baik,
agar hasil dan tujuan yang diterima dan dilakukan juga semua diberkati Tuhan.
IV.
Refleksi
Teologis
Sebagai
penulis makalah ini (teolog, dan hamba Tuhan), saya dapat mengambil segi
refleksi teologisnya bahwa segala sesuatu itu dapat menjadi kurang baik apabila
niat, dan pelaksanaannya kurang baik. Kita hidup dan bergumul dalam dunia yang
penuh dengan fenomena dan berkat Tuhan yang luar biasa ini. Kita diperhadapkan
dengan berbagai macam hal, dengan berbagai sistem, dan kita diminta untuk dapat
memberikan penilaian terhadap hal-hal tersebut. Saya merenungkan bahwa Allah
sudah mencipta dengan baik, termasuk memberikan akal dan pikiran kepada
manusia, bahkan manusialah yang dipilih Allah untuk menjadi rekan sekerja-Nya.
1 Tesalonika 5:21, dijelaskan bahwa ujilah segala sesuatu, dan peganglah yang
baik. Kita diminta untuk memiliki tindakan yang mengarahkan kita kepada sesuatu
benda atau sifat yang benar-benar berkualitas di dalam hidup kita. Akan banyak
perkembangan yang terjadi kedepan kita, bisa saja pekerjaan, tekhnologi, dan
masih banyak yang tidak bisa kita pikirkan, hanya saja kita tetap hidup dalam
koridor dan kehendak Tuhan. Bisnis mungkin bukan lagi menjadi hal yang baru
kita dengar dan temukan, karena bisa saja disekeliling kita dan kehidupan
orang-orang yang kita kasihi sudah hidup dalam dunia bisnis ini. Oleh sebab
itu, apapun yang kita lakukan, kita perbuatlah dengan segenap hati kita,
seperti untuk Tuhan, dan bukan untuk manusia (Kol. 3:23). Jadi, setialah dalam
perkara kecil, maka akan datang perkara-perkara yang lebih besar yang akan
diberikan kepada kita (Luk. 16:3). Solideo Gloria.
V.
Daftar
Pustaka
5.1.Buku-buku
………Ensiklopedia Masa Kini, Jakarta: YKBK,
1992
Brownlee, M., Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor
di dalamnya, Jakarta: BPK-GM, 2009
Ch.
Abineno, J. L., Sekitar Etika dan
Soal-soal Etis, Jakarta: BPK-GM, 2010
Darmaputra,
E., Etika Sederhana untuk Semua, Jakarta:
BPK-GM, 2009
Darmaputra,
E., Etika Sederhana untuk Semua,
Perkenalan Pertama, Jakarta: BPK-GM, 2009
Drie
S. Brotosudarmo, R. M., Etika Kristen
untuk Perguruan Tinggi, Yogyakarta: ANDI, 2007
Eben Ezer Siadari, dan
Jansen S., Teologi Kerja dan Etos Kerja
Kristiani, Jakarta: Institut Darma Mahardika, 2011
Fletcher,
Verne H., Lihatlah Sang Manusia, Suatu
Pendekatan pada Etika Kristen Dasar, Jakarta: BPK-GM, 2007
Groenen
OFM, C., Pengantar ke dalam Perjanjian
Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1984
Hadiwardoyo,
P., Moral dan masalahnya, Yogyakarta:
Kanisius, 1992
James
E. Carter dan Joe E. T., Etika Pelayan Gereja,
Jakarta: BPK-GM, 2013
Leon,
X., Ensiklopedia Perjanjian Baru,
Yogyakarta: Kanisius, 1990
Milne,
A., Dunia di Ambang Kehancuran,
Jakarta: BPK-GM, 1996
Petrus Tambunan, S.,
Liberty Pandiangan, dan Richard Burton, Pajak
menurut Teologi Kristen, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
2006
Sabat,
K., Menjadi Kristen Wajar,
Yogyakarta: ANDI, 2020
Sosipater,
K., Etika Pelayanan, Jakarta: Suara
Harapan Bangsa, 2009
Stoot, J., Isu-isu Global menantang Kepemimimpinan Kristiani Penilaian atas Masalah Sosial dan
Moral Kontemporer, Jakarta: YKBK/OMF, 1984
Sudaryono,
Pengantar Bisnis, Yogyakarta: ANDI,
2015
ten
Napel, H., Jalan yang Lebih Utama Lagi,
Etika Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 1998
Verkuyl,
J., Etika Kristen, Jakarta: BPK-GM,
1999
White,
J., Kejujuran, Moral, dan Hati Nurani, Jakarta:
BPK-GM, 2000
Wright, Christoper J. H.,
Hidup sebagai umat Allah, Etika
Perjanjian Lama, Jakarta: BPK-GM, 2000
5.2.Jurnal
Daniel
Ronda dan Berniaty P., Pandangan Alkitab
tentang Praktik Bisnis di kalangan Hamba Tuhan Penuh Waktu, Jurnal Teologi
STT Jafray
Latupeirissa,
J., “Etika Bisnis dari Perspektif Alkitab”
Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Sekolah Tinggi Teologi Baptis
Indonesia Semarang, Volume: 15, Nomor 1, ISSN: 2662-1144, 1 April 2019
5.3.Website
Bola.com, “Pengertian Bisnis, Tujuan,
Fungsi, Jenis, dan Manfaat yang diperoleh”, dalam https://m.bola.com/ragam/read/4588305/pengertian-bisnis-tujuan-fungsi-dan-manfaat-yang-diperoleh,
diakses pada tanggal 31 Januari 2022, Pukul. 08.35 WIB.
Liputan 6, Tujuan Bisnis, Pengertian,
Jenis, dan Fungsinya yang perlu dipahami”, dalam https://m.liputan6.com/hot/read/4511140/tujuan-bisnis-pengertian-jenis-dan-fungsinya-yang-perlu-dipahami,
diakses pada tanggal 31 januari 2022, Pukul. 08.45 wib.
Jubelio, 5 Prinsip Etika Bisnis untuk
Memajukan Usahamu, dalam https://jubelio.com/2021/5-prinsip-etika-bisnis-untuk-memajukan-usahamu/,
diakses pada tanggal 1 Februari 2022, Pukul. 21.00 wib.
5.4.Wawancara
Wawancara dengan Pdt. Kaleb Manurung,
M. Th melalui media sosial Messenger,
pada Senin, 31 Januari 2022, Pukul. 11.10 wib – 11.22 wib (bukti rekaman
disimpan). Beliau merupakan seorang dosen bidang Etika Kristen di STT Abdi
Sabda Medan.
[1] Sudaryono, Pengantar Bisnis, (Yogyakarta: ANDI,
2015), 7.
[2] Sudaryono, Pengantar Bisnis, 7.
[3] Bola.com, “Pengertian
Bisnis, Tujuan, Fungsi, Jenis, dan Manfaat yang diperoleh”, dalam https://m.bola.com/ragam/read/4588305/pengertian-bisnis-tujuan-fungsi-dan-manfaat-yang-diperoleh, diakses pada tanggal 31
Januari 2022, Pukul. 08.35 WIB.
[4] Sudaryono, Pengantar Bisnis, 6.
[5] Liputan 6, Tujuan Bisnis, Pengertian,
Jenis, dan Fungsinya yang perlu dipahami”, dalam https://m.liputan6.com/hot/read/4511140/tujuan-bisnis-pengertian-jenis-dan-fungsinya-yang-perlu-dipahami, diakses pada tanggal 31
januari 2022, Pukul. 08.45 wib.
[6] Jubelio, 5 Prinsip Etika
Bisnis untuk Memajukan Usahamu, dalam https://jubelio.com/2021/5-prinsip-etika-bisnis-untuk-memajukan-usahamu/, diakses pada tanggal 1
Februari 2022, Pukul. 21.00 wib.
[7] Jacky Latupeirissa, “Etika Bisnis dari Perspektif Alkitab”
Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Sekolah Tinggi Teologi Baptis
Indonesia Semarang, (Volume: 15, Nomor 1, ISSN: 2662-1144, 1 April 2019), 10.
[8] John Stoot, Isu-isu Global menantang Kepemimimpinan Kristiani Penilaian atas Masalah Sosial dan
Moral Kontemporer, (Jakarta: YKBK/OMF, 1984), 217.
[9] Purwa Hadiwardoyo, Moral dan masalahnya, (Yogyakarta:
Kanisius, 1992), 95.
[10] Berniaty Palabiran dan
Daniel Ronda, Pandangan Alkitab tentang
Praktik Bisnis di kalangan Hamba Tuhan Penuh Waktu, Jurnal Teologi STT
Jafray, 35.
[11] ………Ensiklopedia Masa Kini, (Jakarta: YKBK, 1992), 222.
[12] C. Groenen OFM, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, (Yogyakarta:
Kanisius, 1984), 58.
[13] Xavier Leon, Ensiklopedia Perjanjian Baru,
(Yogyakarta: Kanisius, 1990), 57.
[14] Henk ten Napel, Jalan yang Lebih Utama Lagi, Etika
Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 1998), 55.
[15] R. M. Drie S.
Brotosudarmo, Etika Kristen untuk
Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: ANDI, 2007), 2.
[16] J. L. Ch. Abineno, Sekitar Etika dan Soal-soal Etis,
(Jakarta: BPK-GM, 2010), 1.
[17] J. L. Ch. Abineno, Sekitar Etika dan Soal-soal Etis, 2.
[18] J. Verkuyl, Etika Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 1999),
1.
[19] Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor
di dalamnya, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 29.
[20] Eka Darmaputra, Etika Sederhana untuk Semua, (Jakarta:
BPK-GM, 2009), 1.
[21] Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor
di dalamnya, 29.
[22] Wawancara dengan Pdt.
Kaleb Manurung, M. Th melalui media sosial Messenger,
pada Senin, 31 Januari 2022, Pukul. 11.10 wib – 11.22 wib (bukti rekaman
disimpan). Beliau merupakan seorang dosen bidang Etika Kristen di STT Abdi
Sabda Medan.
[23] Kornelius Sabat, Menjadi Kristen Wajar, (Yogyakarta:
ANDI, 2020), 48.
[24] Sumihar Petrus Tambunan,
Liberty Pandiangan, dan Richard Burton, Pajak
menurut Teologi Kristen, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
2006), 164.
[25] Christoper J. H. Wright, Hidup sebagai umat Allah, Etika Perjanjian
Lama, (Jakarta: BPK-GM, 2000), 69.
[26] Joe E. Trull & James
E. Carter, Etika Pelayan Gereja,
(Jakarta: BPK-GM, 2013), 54.
[27] Jery White, Kejujuran, Moral, dan Hati Nurani, (Jakarta:
BPK-GM, 2000), 34.
[28] Sumihar Petrus Tambunan,
Liberty Pandiangan, dan Richard Burton, Pajak
menurut Teologi Kristen, 164.
[29] Eka Darmaputra, Etika Sederhana untuk Semua, Perkenalan
Pertama, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 78.
[30] Antony Milne, Dunia di Ambang Kehancuran, (Jakarta:
BPK-GM, 1996), 51.
[31] Karel Sosipater, Etika Pelayanan, (Jakarta: Suara Harapan
Bangsa, 2009), 73.
[32] Jansen Sinamo dab Eben
Ezer Siadari, Teologi Kerja dan Etos
Kerja Kristiani, (Jakarta: Institut Darma Mahardika, 2011), 183.
[33] Verne H. Fletcher, Lihatlah Sang Manusia, Suatu Pendekatan pada
Etika Kristen Dasar, (Jakarta: BPK-GM, 2007), 267-268.