ASAL MULA DAN PERKEMBANGAN ISRAEL SERTA BANGSA-BANGSA LAIN DISEKITAR ISRAEL

 


ASAL MULA DAN PERKEMBANGAN ISRAEL SERTA

 BANGSA-BANGSA LAIN DISEKITAR ISRAEL

Ewen Josua Silitonga

 

I. Pendahuluan

Israel bukanlah suatu bangsa yang turun dari langit atau suatu bangsa yang tercipta secara ajaib dengan sim salabin, Israel juga adalah sebuah proses suku yang bertransformasi menjadi sebuah suku bangsa, sama dengan suku bangsa lainnya. Apalagi nenek moyang atau leluhur suku bangsa Israel adalah bersifat nomaden, sehingga sangat logis bahwa sejarah asal-mula Israel berkaitan erat dengan suku bangsa lainnya disekitar Israel, dan sangat memungkinkan suku bangsa sekitar Israel memiliki pengaruh dalam pembentukan sejarah dan tradisi Israel. Melalui wacana ini, kita diajak untuk mengerti dan memahami bagaimanakah Israel dalam asal-mulanya, dan sejauh apa pengaruh bangsa-bangsa sekitar terhadap pembentukan Israel sebagai bangsa dan apa yang menjadikan Israel berbeda dengan bangsa-bangsa lainnya disekitarnya?  

 

II. Pokok Pembahasan

2.1. Defenisi Israel & Awal Sejarah Israel

Israel berasal dari bahasa Ibrani yisra’el artinya Allah bergumul. Istilah ini diberikan Allah kepada Yakub sebagai nama baru, ketika Yakub bergumul dengan Allah di Pniel (Kej 32:28). Sejak itu Perjanjian Lama mengunakan kata Israel untuk menerangkan keturunan atau anak-anak Yakub (bene yisra’el).[1] W.R.F. Browing menambahkan pada konteks pecahnya Israel raya, kata Israel digunakan untuk membedakan diri mereka dari Yehuda, bukanlah untuk membedakan diri mereka dengan bangsa penyembah berhala saja. Browing menjelaskan, pada konteks pasca Yakub, Israel adalah orang asing ditanah Mesir. Oleh Musa bangsa Israel melarikan diri ke Kanaan Palestina dan menginvasinya sehingga suku-suku Kanaan kehilangan hak miliknya dan tanah Kanaan itu dibagi-bagi kepada keduabelas suku Israel. Umat Israel percaya bahwa mereka adalah umat pilihan Allah dan memiliki hak istimewa pasca perjanjian taurat Allah dengan mereka melalui Musa di gunung Sinai.[2] Secara teologis Jhon Goldingay menyebutkan : Asal mula Israel bermula dari janji Allah kepada leluhur Israel yang bermula dari janji Allah kepada anak-anak Nuh pasca air bah. (Kej 11:10-25). Dan janji itu diulangi lagi kepada Abraham anak Terah (Kej 12:1-3), Ishak dan Yakub. Menurut Goldingay didalam janji itu terdapat juga dakwaan panggilan dari firman Allah kepada Abraham get yourself (Kej 12:1). Bagaimana asal mula Israel adalah ketika tunduk kepada perintah Allah.[3] Hal yang senada dinyatakan oleh Genhard Von Rad dimana sejarah Israel tidak terlepas dari sejarah eksistensi Yahwe, bagaimana sejarah Israel bermula dari gerakan Yahweh family berkembang menjadi convenat people dan berkembang menjadi chosen people dan menjadi kingdom of God dalam bentuk praksisnya adalah sebuah servant sebagai disciple of God dan Allah itu dijadikan sebagai miliki dari keluarga atau rumah.Sederhananya Von Rad hendak mengatakan bahwa : Eksistensi sejarah bangsa Israel selalu berkaitan dengan eksistensi Yahwe, karena itulah Israel disebut sebagai umat Allah, bagaimana Yahwe menjadi nilai-nilai kehidupan secara politik, etnik, etis, geografi dan entitas Israel. Oleh karena eksistensi Yahwelah maka hal-hal yang kudus menjadi penting dalam sejarah Israel sebagai ruang dimana Yahwe berada. Yahwe menjadi jantung kehidupan personal dan rumah tangga Israel, sebab Yahwe dianggap yang menetapkan Israel sebagai umatNya.[4]

Akan tetapi secara historis, menurut  Th.C. Vriezen menyebutkan : Israel bukanlah bangsa pribumi Kanaan, Israel adalah bangsa pendatang dan kolonial atas tanah Kanaan. Awal mula bangsa Israel adalah suku-suku yang bertumbuh disebelah timur gurun Siria Utara di wilayah Mesopotamia, ditanah Bulan Sabit yang subur (fertile cresent), artinya Israel bertumbuh menjadi bangsa dalam dua pengaruh budaya besar yakni : Mesopotamia dan Edom (Siria Utara/Arab). Leluhur Israel bersifat nomaden karena itulah Israel tersebar di Mesir, Asyur, Babel, Asi Kecil, Persia, Arabia yang semua wilayah itu adalah rumput Semit. Dalam hal agama ada titik persamaan antara Israel dan bangsa-bangsa sekitar (Kanaan), seperti pengunaan kata el-elyon untuk Allah yang digunakan Abraham yang sebelumnya telah digunakan oleh masyarakat sekitar yang dianut oleh Melkisedek (Kej 14). Vriezen menyebutkan bahwa kebudayaan Mesir, Babel baik bangsa Kanaani, Fenesia 1.000 tahun lebih tua dari kebudayaan Israel. Menurut Vrizen Israel muncul sebagai bangsa sekitar tahun 1230-100 sM dan masa kejayaan Israel sekitar tahun 970-930 sM.[5] Sehingga awal-mula Israel adalah gerakan kesukuan atau keluarga yang bersifat nomaden. Menurut F.F Bruce, Israel dikenal luas sebagai bangsa setelah pristiwa keluarnya Israel dari perbudakan Mesir yang dibawah oleh Musa, dan kehadiran Israel di Mesir ketika salah satu nenek moyang Israel bernama Yusuf menjadi petinggi di Mesir, dan ketika bencana kelaparan melanda seluruh negeri maka Yusuf meminta Yakub (Israel) untuk menetap di Mesir dan meningalkan Kanaan. Setelah Yusuf mangkat, bangkitlah penguasa Mesir (firaun) yang tidak mengenal Yusuf dan menindas Israel di Mesir sebagai budak. Pada masa keluar dari perbudakan Mesir, Israel memasuki masa pengembaraan, pada masa ini orang Israel juga membangun kontak relasi dengan bangsa pengembara lainnya seperti bangsa : Keni, Kenas dan Yerahmel bahkan melakukan perkawinan. Tetapi Israel juga mengalami konflik dengan suku bangsa lainnya seperti orang Amalek. Pada masa itu larangan Tuhan sangat keras terhadap pernikahan dengan suku bangsa Kanaan. Sebelum Israel menetap di Kanaan mereka tinggal di Kadesy-Barnea, lalu ke Negeb, melewati wilayah Edom, Amon dan Moab. Mereka juga berkonfrontasi dengan suku diwilayah trans-yordan seperti : Sihon, Amori (raja Og).[6]

 

2.2. Israel Dalam Babakan Sejarah

Bagaimanakah Israel dalam babakan sejarahnya? Menurut David F Hilson, ada 11 (sebelas) babakan sejarah Israel menurut tafsiran para ahli anatara lain sebagai berikut :

1.       Bangsa Nomaden (10.000-2.000 sM). Dalam konteks ini Israel disebutkan sebagai bangsa pengembara (nomaden) penghuni gua.

2.       Masa Leluhur (2.000-1.500 sM), dimana bangsa nomaden ini telah menetap di Mesopotamia dan Mesir yakni pada masa Abraham dan keturunannya.

3.       Masa Dinasti Mesir (1550-1250 sM) yakni : Masa ketika Mesir tampil sebagai penguasa atas Palestina dan pada masa inilah Israel diperbudak di Mesir. Dan masa ini mencakup masa Musa yang melepaskan Israel dari perbudakan Mesir. Disinilah Allah mengikat diri dengan bangsa ini dengan perjanjian Taurat di gunung Sinai.

4.       Masa Pendudukan Kanaan Dan Hakim-Hakim (1250-1.000 sM). Ketika Mesir melemah, Israel melalui Yosua melepaskan diri dari Mesir dan berhasil menduduki tanah Kanaan, dan kemudian pemerintahan dilanjutkan dengan priode hakim-hakim.

5.       Masa Kerajaan (1.000-922 sM), yakni : Ketika Israel mulai membentuk masa kerajaan yang dimulai dari Saul. Pada masa ini bangsa Filistin adalah ancaman bagi Israel, dan pada masa ini pula Israel pernah sampai pada puncak kejayaannya pada masa raja Daud dan Salomo.

6.       Masa Pecahnya Israel Raya (922-802 sM). Setelah Salomo wafat terjadi perebutan kekuasaan dari anak-anak Salomo, sehingga Israel Raya terpecah dua yakni : Israel Selatan ibukota Yehuda dan Israel Utara ibukota Samaria. Pada masa ini adalah penuh konflik di Israe, dan ancaman pada masa ini adalah bangsa Siria yang menguasai Palestina dan ancaman Asyur dan Mesir.

7.       Masa Kemorosotan Moral Israel (802-610 sM). Pada masa ini Israel tidak mengalami ketegangan politik atau agresi meltier dengan bangsa sekitar, dan inilah masa kedamaian dan kemakmuran Israel pasca Daud dan Salomo. Akan tetapi pada masa ini terjadi kemerosotan moral akut, sistemik dan massif di Israel. Karena itu pada masa ini banyak sekali tampil nabi-nabi Tuhan memperingati Israel.

8.       Masa Pembuangan Di Babilonia (610-539 sM). Pada masa ini Asyur melemah dan bangkitlah Babel menaklukan Palestina dan menghancurkan Yehuda dan Israel dan meruntuhkan Bait Allah di Yerusalem dan membuang orang-orang Israel sebagai tahanan di Babel.

9.       Masa Kepulangan Dari Pembuangan (539-331 sM). Pada masa ini Babel melemah dan Persia menguat pada masa raja Koresy. Raja Kores mengizinkan Israel pulang ketanah leluhurnya. Disinilah Israel membangun kembali reruntuhan Bait Allah di Yerusalem yang dikordinir oleh nabi Ezra dan Nehemia.

10.   Masa Rezim Yunani (331-65 sM). Pada masa ini Persia melemah dan Yunani berkuasa dan mengkoloni Palestina pada masa kaisar Alexander Agung. Ketika Alexander wafat, Yunani terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil dan berdiri sendiri, pada waktu itu Israel dibawah rezim raja Plotemeus di Mesir. Dan raja Seleceus dari Siria berhasil mengalahkan Plotemeus dan mengkoloni Palestina. Oleh rezim ini Israel diharuskan mengikuti kebiasaan Yunani dan berusaha menghilangkan agama Yahudi.

11.   Masa Romawi (65-70 M). Pada masa ini Romawi sebagai penguasa dan mengkoloni Palestina. Romawi menunjuka Antipater sebagai wali Romawi menguasai Israel dan diteruskan anaknya bernama Herodes Agung. Pada masa inilah Yesus Kristus lahir didunia ini.[7]

Hal yang senada juga disampaikan oleh Lasor, Hubard dan Bush bahwa : Sejak masa leluhur Israel, bangsa Israel berada dalam tiga pengaruh budaya besar yakni : Mesopotamia, Mesir dan Siria Palestina.[8] Cristop Barth, Marie C Barth dan Frommel, secara teologis menyatakan : Sejarah Israel dibentuk menjadi sebuah bangsa dimulai dari janji dan pemberian tanah (Kanaan) oleh Tuhan Allah. Karena itulah Cirstoph Barht menyebutkan : Sejarah pembentukan Israel adalah anugerah Allah. Akan tetapi Barth membedakan, pada awal mula leluhur Israel kehadiran mereka di tanah Kanaan dengan cara damai melalui hubungan perdagangan, peternakan dan pertanian dengan masyarakat sekitar, bahkan leluhur Israel berbaur dan berelasi dengan bangsa-bangsa sekitar di Kanaan.[9] Hal yang senada disampaikan oleh  David L Baker, menurut Baker : Pada masa leluhur Israel mereka adalah suku yang kecil yang dikelilingi oleh bangsa-bangsa yang kuat, seperti Mesir dan Mesopotamia. Dan pola hidup leluhur Israel tidak jauh berbeda dengan pola hidup bangsa sekitar, seperti : Mengembara mengembalakan kambing-domba. Akan tetapi sejak zaman Musa dan yang ditruskan oleh Yousa, pendudukan Israel terhadap tanah Kanaan adalah melalui tindakan invasi kolonialisme meliterisasi.[10]        

 

2.3. Sumber-Sumber Sejarah Israel

David F Hilson menyebutkan ada dua sumber sejarah Israel yakni : Sumber Alkitab dan sumber diluar Alkitab. Menurut para ahli ada tiga sumber yang dipakai Alkitab dalam menceritakan sejarah Israel yakni : Mitos, legenda dan sejarah. Mitos adalah cerita yang disusun oleh orang-orang Israel purba bukan berdasarkan pengalaman aktual mereka, tetapi berdasarkan mitos yang berkembang dalam masyarakat sekitar, seperti kisah penciptaan. Legenda adalah cerita dari ingatan tradisi lisan dari leluhur Israel yang diceritakan secara turun-menurun yang bersangkut-paut dengan kisah-kisah heroik para pahlawan Israel. Sejarah ada pristiwa yang dialami secara aktual yang diceritakan langsung oleh pelaku atau para saksi peristiwa. Sedangkan sumber diluar Alkitab yang dimaksud adalah penemuan arkeologi. Dari hasil penemuan arkeologi ternyata Israel telah memiliki peradaban kota sebagai hasil silang budaya dengan masyarakat sekitar dan melakukan pernikahan dengan masyarakat sekitar. Dan ditemukan tell atau timbunan puing-puing kota hal itu menandakan Israel sering menadapatkan serbuan dari bangsa sekitar.[11] Hal yang senada juga disampaikan oleh Martinus Theodorus Mawene, dimana : Israel bukanlah masyarakat yang terbentuk begitu saja dan berdiri sendiri serta terpisah dengan masyarakat sekitar. Israel melakukan interaksi dengan budaya dan bangsa sekitar dan hal itu mempengaruhi kehidupan Israel. Secara umum tidak ada perbedaan Israel dengan bangsa-bangsa sekitar dalam hal : Ekonomi, politik, sosial, kebudayaan dan Pendidikan. Bahkan disinyalir bangsa-bangsa Kanaan jauh memiliki peradaban kehidupan yang lebih tinggi dari Israel. Akan tetapi yang membedakan Israel dengan bangsa-bangsa sekitar adalah : Kepercayaan Israel kepada Yahweh yang monotheis, karena itu dapat dikatakan agama-agama sekitar di Kanaan mempengaruhi perkembangan sejarah Israel, terlepas apakah hal itu berdampak positif atau negatif.[12]

 

2.4. Pengaruh Bangsa Sekitar Terhadap Israel

Philip J King, Lawrence E Stanger menyebutkan : Berdasarkan hasil pengalian arkeologi, teks-teks kuno, inskripsi-inskripsi, perkakas-perkakas, ikonografi, Israel kuno dipengaruhi oleh budaya Mesopotamia dan Mesir. Philip J King menyebutkan dalam dokumen-dokumen Alkitab Ibrani menentukan priode-priode yang terjadi, dan ada menurut para ahli ada 4 sumber yakni : Sumber Yahweh (10 sM), sumber Elohim (9 sM), sumber gabungan Y dan E (8 sM), sumber Priest (7 sM) dan sumber Deutronomis (6 sM). Setiap priode mencerminkan budaya dan adat-istiadat masing-masing. Struktur masyarakat Israel kuno bersifat patrimonial (beit’ áb) atau rumah tangga sang bapa, dan Yahwe sebagai patrimornial tertinggi dan absolut atas seluruh Israel.[13] Artinya Israel melakukan interaksi dengan bangsa sekitar di Kanaan, melalui interkasi itulah Israel mengasimilasi dan mereduksi sistem kebudayaan masyarakat setempat dan tradisi-tradisi masyarakat setempat. Karel Sosipater menyatakan bahwa : Abraham sebagai leluhur Israel juga berasal dari daerah pagan bernama Ur Kasdim di Mesopotamia diteluk Persia (Kej 12:1-5). Oleh karena pemanggilan Allah, Abraham pergi meninggalkan Ur-Kasdim dan menetap di Kanaan. Alkitab mencatat Abraham dua kali melakukan migrasi keluar wilayah Kanaan karena bencana bahaya kelaparan. Abraham bermigrasi dan berinteraksi dengan bangsa Mesir (Kej 12:14-19), dan juga ke daerah Gerar yang dikuasai Abimelek (Kej 20:1-12). Tetapi Abraham takut atau kuatir tentang keselamatan dirinya, sehingga ia berbohong kepada Firaun dan Abimelekh, menyebut isterinya sebagai adiknya perempuan karena Sara isteri Abraham adalah berparas cantik.[14]

Data ini menunjukan bahwa leluhur Israel yang acapkali melalukan migrasi ke wilayah lain, tentu menerangkan akan terjadi interaksi disana yang mengakibatkan adanya pertukaran budaya, pengetahuan dan sistem, untuk saling-menguntungkan. Sebab diawal mulanya Israel adalah suku nomaden dan melakukan migrasi, tentu mereka harus melakukan apa yang menguntungkan bagi masyarakat sekitar dan dengan itu mereka mendapatkan jaminan keamanan atau perlindungan politik dari masyarakat sekitar. Pada zaman leluhur Israel Palestina adalah wilayah rebutan oleh bangsa-bangsa kuat, hal itu disebabkan Palestina pada masa itu adalah wilayah subur, disebut juga sebagai lumbung pangan dan Palestina mendapat istilah the fertile crescend (Kawasan bulan sabit yang subur). Karenanya seringnya terjadi konflik, Israel mencoba berkoalisi dengan bangsa sekitar untuk mempertahankan kedaulatan bangsanya, karena itu Israel pernah berkoalisi bersama Mesir pada masa raja Hizkia (715-701) dalam menghadapi ancaman Asyur, sekalipun koalisi politik itu mendapat kecaman keras dari nabi Yesaya (Yes 30-31). Artinya politik internasional turut mempengaruhi sistem perpolitikan Israel. Demikian juga bahasa, jika seluruh Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani, tetapi oleh para peneliti linguistik menyebutkan Israel dalam kehidupan sehari-harinya mengunakan bahasa Aramik.  Hal itu menerangkan bahwa budaya dan bahasa masyarkat umum sekitar memberikan pengaruh besar dalam kehidupan Israel.[15]

Dalam hal tradisi keagamaan Israel juga dipengaruhi oleh tradisi agama bangsa skitarnya, J.I. Packer menyebutkan : Orang Israel berhubungan dengan orang Kanaan, Mesir, Babel dan bangsa-bangsa lain penyembah ilah-ilah. Alkitab sering menyatakan larangan untuk pernikahan Israel dengan bangsa penyembah berhala agar tidak terjerumus dengan dosa berhala. Karakter budaya bangsa sekitar adalah politheisme dan mitos mengenai alam semesta (kosmologi), artinya bangsa sekitar menghubungkan ilah-ilah mereka dengan alam, seperti di Mesir dikenal : Dewa Shu (udara), Horus (matahari), Khonsu (bulan), Nut (langit). Agama berhala juga identik dengan ikonografi sebagai totem. Selain itu agama berhala juga bersifat antropoformis yakni mengambarkan yang ilahi dengan rupa manusia, di Mesir ilah mereka digambarkan dalam rupa gabungan manusia dan hewan, seprti dewa : Horus (Laki-laki berkepala Rajawali), Sekhmet (Perempuan berkepala Singga betina), Anubis (Laki-laki berkepala Serigala), Hathor (Perempuan berkapal sapi). Dan setiap dewa memiliki kepala dari dewa-dewa seperti bagi orang Mesir adalah dewa Horus (Osiris), bagi bangsa Summer atau Akad Enki (Marduk), bagi orang Yunani El dan bagi orang Yunani Zeus. Alkitab mencatat Israel di Mesir ketika diperbudak juga menyembah berhala (Yos 24:14), demikian juga Israel juga terpengaruh oleh Moab melakukan penyembahan berhala (Bil 25:1-2). Alkitab mencatat dosa penyembahan berhala adalah satu faktor primer kejatuhan Israel (Hos 4:19). Packer juga menyebutkan Israel bukan satu-satunya agama yang mengenal sistem kurban, agama-agama berhalais juga mengunakan kurban untuk menenangkan dewa mereka, dan kurban itu bukan hanya hewa tetapi juga manusia (Yes 57:5-6, Yer 7:18).  Selain itu Packer juga menyebutkan : Hampir seluruh sastra pada zaman kuno mencerminkan agama dan kebudayaannya seperti : Nyanyian, doa, mantera dan syair. Karena itu setiap bangsa memiliki mitos kisah penciptaannya sendiri, seperti di Mesir mereka percaya tempat penciptaan awal adalah kota Memfis, Thebes, Hileopolis dan Hermopolis, sebagai tempat dimana segala sesuatu dimulai. Bagi orang Babilonia penciptaan dimulai ketika dewa Marduk mengalahkan dewa Tiamat dan memotong Tiamat menjadi dua, dari dua potongan mayat Tiamat itu tercipta bumi dan langit. Dan penciptaan manusia dari kemanangan Marduk melawan dewa Kingu dan manusia diciptakan dari darah Kingu. Packer juga menyebatkan Alkitab bukan satu-satunya yang menceritakan yang Ilahi menghukum manusia dengan ari bah atau banjir besar (Kej 6-9). Mitologi Mesir menceritakan dewi Sekhmet menghukum dan membinasakan manusia dengan air warna merah darah. Mitologi Kanaan dewi Anath isteri dewa Baal memusnahkan manusia dengan banjir besar. Satra Mesopotamia melalui dewa badai bernama Enlil mengirimkan air bah ke bumi. Packer juga menjelaskan bahwa agama berhala lebih dahulu mengenal konsep kuil adalah tempat yang ditingali oleh para dewa, karena itu kuil dibangun untuk kediaman para dewa. Itulah mengapa ketika Salomo membangun Bait Suci di Yerusalem untuk kediaman Allah, dinyatakan bahwa tidak ada bangunan buatan tangan manusia yang dapat mengurung Allah (1 Raj 8:27). Dan agama berhala juga memiliki hari-hari suci, mereka juga merayakan hari-hari ketujuh, keempatbelas yang disebut shappatu dan mereka juga tidak bekerja pada hari itu yang tujuannya menghindari kemalangan, penyesalan dosa.[16]

Hal yang senada juga dinyatakan oleh : Th.C. Vriezen, menurutnya :  Ciri khas Israel tidak terlepas dari kebudayaan agamani sekitranya, seperti : Sistem korban, perkakasa di kuil (Bait Suci), jenis mazmur dan lain sebagainya. Hal itu karena bangsa rumput Semit mmeiliki satu kesamaan jiwa serta kesamaan akar-akar psikis. Vriezen mengambil tiga contoh kesamaan itu yakni : Personalitas. Nubuatan (Kenabian) dan sikap ilahi terhadap kehancuran kota kudus. Dalam hal personalitas, bangsa Semit menjadikan Allahnya menjadi bagian milik personalitasnya semacam Allah keluarga, dan dalam bangsa Semit pada awalnya agama itu dilakukan sebagi penyembahan personal (keluarga) yang kemudian bertranformasi menjadi ibadah komunal. Sehingga terminologi ilah-ilah leluhur adalah suatu kelaziman dalam bangsa Semit baik dalam Sumeria, Babel, dan Asyur kuno. Hanya bedanya, dalam Israel itu penyembahan itu dilakukan secara monotheis dan agama sekitar secara politheisme. Dalam hal nubuatan (kenabian) ternyata bukan hanya ada di Israel saja, di Fenesia juga dikenal tradisi kenabian. Berdasarkan naskah-naskah laut Mati ternyata di Siria Utara dan Mesopotamia juga dikenal tradisi kenabian. Hanya saja di Israel tradisi kenabian itu berjalan terus-menerus sedangkan dibangsa-bangsa sekitar tradisi kenabian itu tidak bertahan lama, sehingga timbul kesan bahwa tradisi kenabian itu hanya ada di Israel saja. Dan sikap ilahi terhadap kehancuran kota kudus. Tradisi ilahi murka dan menghancurkan kota kudus ternyata bukan hanya ada di Israel, dalam inskripsi Moab diterangkan Khemosy ilah Moab menghancurkan Moab karena murkan Khemosy. Demikian juga dalam tradisi agama Sumeria, dimana kemarahan ilah-ilah suku Sumeria adalah menghancurkan kotanya sendiri. Hanya saja bedanya, kehancuran kota suci sebagai murka ilah agama bangsa sekitar karena pelanggaran kultus (budaya, adat-istiadat) sedangkan dalam Israel karena pelanggaran etis dari hukum Allah.[17]

 

III. Kesimpulan

Berdasarkan wacana yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal antara lain :

1.       Israel adalah nama lain dari Yakub salah satu lelhur Israel, terminologi Israel berkembang untuk menyebutkan anak-anak keturunan Yakub. Pada masa pasca kematian Salomo, ketika Israel terpecah dua, terminologi Israel untuk menerangkan bukan bangsa Yehuda.

2.       Asal-mula Israel secara teologis adalah karena anugerah Allah, bagaimana Allah telah menyatakan janjiNya sejak zaman Nuh, diteruskan kepada Abraham, Ishak dan Yakub. Akan tetapi asal mula Israel secara historis adalah gerakan keluarga kesukuan nomaden. Dimana leluhur Israel suku penghuni gua dari sebelah timur gurun Siria Utara di Mesopotamia yang dikenal tanah Bulan Sabit. Kehadiran Israel ditanah Kanaan adalah karena sifat leluhur Israel yang nomaden, dan karena alasan sifat leluhur Israel yang nomaden itulah sebagai alasan historis mengapa Israel terserak di wilayah Mesir, Asyur, Babel, Asi Kecil, Persia, dan Arabia.

3.       Israel dikenal luas sebagai sebuah bangsa atau negara, adalah pasca keluarnya Israel dari perbudakan Mesir dan ketika mereka menetap di tanah Kanaan (Palestina).

4.       Kehadiran Israel ditanah Kanaan adalah sebagai bangsa pendatang bukan sebagai bangsa pribumi, pada masa leluhur Israel mereka menetap di wilayah Kanaan dengan cara damai seperti : Perdagangan, peternakan dan pertanian, dengan cara-cara yang saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar untuk mendapatkan perlindungan atau jaminan keamanan dari penguasa setempat. Akan tetapi pada rezim Musa secara khusus Yosua, pendudukan Israel di tanah Kanaan dengan cara-cara invasi kolonial meliterisasi.

5.       Secara historis dan hasil pengalian arkeologis, ditemukan fakta bahwa tradisi budaya dan keagamaan Mesir, Babel, Mesopotamia (Kanaan), Fenesia, satu abad (1.000) tahun lebih tua dibandingkan tradisi budaya dan keagamaan Israel. Secara politis bahwa perkembangan politik internasional (bangsa sekitar) ikut mempengaruhi intesitas politik Israel seperti pada zaman Hizkia yang berkoalisi dengan Mesir untuk menghadapi Asyur. Cara hidup sosial masyarakat sekitar juga ikut mempengaruhi cara hidup bangsa Israel, seperti : Sistem kesenian, ekonomi (perdagangan, peternakan, pertanian) hingga tradisi keagamaan. Bahkan karakteristik bangsa sekitar yakni penyembahan berhala juga pernah mempengaruhi Israel, ikut membuat berhala totem sebagai sesembahan sekalipun mereka telah mengenal Yahwe (Yos 24:14), bahkan di Mesir Israel juga melakukan penyembahan kepada berhala akibat pengaruh bangsa sekitar (Bil 25:1-2).

6.       Para ahli menyebutkan bahwa : Sistem tradisi keagamaan seperti sistem kurban kepada ilah, Israel bukan bangsa yang pertama sekali mengenal dan memperaktekkannya. Demikian juga mengenai cerita penciptaan alam semesta, tradisi agama bangsa sekitar lebih dahulu memiliki mitos penciptaan. Begitu juga soal penampakan Allah dalam rupa manusia atau hewan (theophani/antroposentrisme) agama bangsa sekitar juga memiliki tradisi keagamaan seperti itu. Dalam hal peribadatan (penyembahan) bangsa Mesir, Babel dan Mesopotamia juga mengenal nyanyian, doa, syair dan matera untuk ilah mereka. Dalam hal pembangunan kuil sebagai tempat kediaman ilah mereka, hal itu terlebih dahulu dipraktekan oleh suku bangsa sekitar. Termasuk cerita Allah menghukum manusia dengan banjir besar (air bah) sebagai murka Allah, bangsa sekitar terlebih dahulu memiliki cerita seperti itu. Dalam soal kenabian, ternyata Israel bukan bangsa pertama yang menganut tradisi kenabian, agama suku bangsa sekitar juga memiliki tradisi keagamaan kenabian. Begitu juga dalam hal bahasa, sekalipun Israel memiliki bahasa Ibrani, akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari mereka mengunakan bahasa Semit hal itu sebagai pengaruh bangsa sekitar yang lazim mengunakan bahasa Semit. Dalam hal pengunaan nama Allah sebagai el bagaimana suku bangsa sekitar non Yudaisme seperti Melkisedek juga mengunakan nama el untuk menyebutkan ilah tertinggi. Hal itu semua membuktikan bahwa sejarah Israel baik secara sosial, ekonomi, politik dan tradisi kebudayaan agama dipengaruhi oleh bangsa sekitar.

7.       Yang menjadi perbedaan Israel dengan bangsa sekitar, secara garis besar dibedakan dalam dua hal yakni : Israel bersifat monotheisme sedangkan bangsa sekitar bersifat politheisme. Dan dalam tradisi bangsa sekitar murka Allah adalah pelanggaran terhadap kultur (budaya) sedangkan dalam Israel murka Allah karena pelanggaran etis terhadap hukum ketentuan Allah.   

 

IV. Refleksi

            Belajar dari asal-mula dan perkembangan Israel serta bangsa-bangsa lain disekitar Israel, hal itu membuktikan kepada kita, bahwa sejak zaman purbakala telah terjadi semacam inkulturasi agama dan budaya, antara Israel dan bangsa-bangsa sekitarnya. Artinya isu keberagaman atau pluralisme, sejatinya bukanlah hanya isu pada masa kini saja, tetapi isu itu sudah terjadi dan dilakoni pada zaman purbakala pada masa leluhur Israel. Dan sekaligus hal itu membuka mata kita bersama, bahwa : Selama terjadi interkasi-relasi antara manusia, suku, bangsa dan budaya maka selama itu akan selalu terjadi dialektika perbedaan-perbedaan menjadi sebuah hibriditas, seperti yang terjadi dalam asal-mula dan perkembangan bangsa Israel ditengah-tengah bangsa sekitar. Menyerap apa yang baik dari nilai-nilai masyarakat atau bangsa sekitar bukanlah praktek sinkretis agama, tetapi sebuah realitas yang tidak terbantahkan selama terjadi interaksi dan relasi antara manusia yang heterogen. Dan belajar dari asal-mula dan perkembangan bangsa Israel ini ditengah-tengah bangsa sekitar, membuktikan kepada kita betapa tidak perlunya sikap eksklusivisme fundamental.  

 

 

V. Daftar Pustaka

1.           Baker David L., Mari Mengenal Perjanjian Lama, (Jakarta : BPK-GM),

1992

2.           Barth Cristoph, Barth Marie Claire, Frommel., Teologi Perjanjian Lama 2, (Jakarta : BPK-GM),

2012

3.           Browing W.R.F., Kamus Alkitab, (Jakarta : BPK-GM),

2002

4.           Douglas J.D. (peny)., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L (Jakarta : YKBK-OMF),

1994

5.           Goldingay Jhon., Old Testament 1 Israel Gospel, (Downers Grove : Inter Varsity Press),

2003

6.           Hilson David F., Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab, (Jakarta : BPK-GM),

1993

7.           King Philip J, Stanger Lawrence E, Kehidupan Orang Israel Alkitabiah, (Jakarta : BPK-GM),

2012

8.           Lasor W.S.,. Hubard D.A, Bush F.W., Penghantar Perjanjian Lama 1 (Jakarta : BPK-GM),

2009

9.           Mawene Marthinus Theodorus., Perjsanjian Lama Dan Teologi Kontekstual, (Jakarta : BPK-GM),

2008

10.         Packer J.I., Tenney Merril C, White William., Ensiklopedi Fakta Alkitab, (Jatim : Gandum Mas),

       1991

11.         Sosipater Karel, Etika Perjanjian Lama, (Jakarta : Suara Harapan Bangsa),

2010

12.         Von Rad Genhard, Old Testament Theology II, (New York : Harper & Row Publisher),

2001

13.         Vriezen Th.C., Agama Israel Kuno, (Jakarta : BPK-GM),

2016

 

 

 

 



[1] F.F. Bruce “Israel” Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L, J.D. Douglas (peny), (Jakarta : YKBK-OMF, 1994), 447

[2]  W.R.F. Browing, Kamus Alkitab, (Jakarta : BPK-GM, 2002), 158-159

[3] Jhon Goldingay, Old Testament 1 Israel Gospel, (Downers Grove : Inter Varsity Press, 2003), 193-194

[4] Genhard Von Rad, Old Testament Theology II : The Theology Of Israel Profetic Tradition, (New York : Harper & Row Publisher, 2001), 171-199

[5]  Th.C. Vriezen, Agama Israel Kuno, (Jakarta : BPK-GM, 2016), 15-17

[6] F.F. Bruce “Israel” Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L, 447-448

[7] David F Hilson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab, (Jakarta : BPK-GM, 1993), 16-23

[8] W.S. Lasor, D.A. Hubard, F.W. Bush, Penghantar Perjanjian Lama 1 : Taurat Dan Sejarah (Jakarta : BPK-GM, 2009), 137-148

[9] Cristoph Barth, Marie Claire Barth, Frommel, Teologi Perjanjian Lama 2, (Jakarta : BPK-GM, 2012), 1 -5

[10] David L Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama, (Jakarta : BPK-GM, 1992), 30-31

[11] David F Hilson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab, 7-13

[13] Philip J King, Lawrence E Stanger, Kehidupan Orang Israel Alkitabiah, (Jakarta : BPK-GM, 2012), 1-6

[14] Karel Sosipater, Etika Perjanjian Lama, (Jakarta : Suara Harapan Bangsa, 2010), 21-36

[15] Marthinus Theodorus Mawene, Perjsanjian Lama Dan Teologi Kontekstual, , 18-25

[16] J.I. Packer, Merril C Tenney, William White, Ensiklopedi Fakta Alkitab : Bible Akmanac, (Jatim : Gandum Mas, 1991), 175- 198

[17]Th.C. Vriezen, Agama Israel Kuno,  18-23 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url