Pertumbuhan Gereja Mula--Mula Dan Gereja Masa Dan Pasca Pandemi
Menguak
Pertumbuhan Gereja di Jemaat Awal dan Refleksinya dalam Pertumbuhan Gereja di
masa Pandemi dan Pasca Pandemi
Ewen Josua Silitonga
I.
Pendahuluan
Pertumbuhan
gereja adalah kehendak Allah, dan Allah menghendaki gereja-Nya untuk bertumbuh
secara baik dalam segi kualitas dan kuantitas. Kita menyadari secara iman,
bahwa gereja berada di dunia ini tetapi tidak berasal dari dunia, karena Yesus
Kristuslah sebagai kepala Gereja berasal dari surga. Salah satu hal yang
menjadi catatan sejarah awal berdirinya gereja adalah ketika gereja di jemaat
awal (mula-mula) yang menjadi saksi perkembangan gereja ke seluruh bumi, dengan
berbagai tantangan dan hambatan yang dilalui, sehingga gereja dapat berkembang
sedemikian luas dalam memberitakan kabar baik. Tantangan dan peluang pelayanan
gereja itu berbeda dalam setiap zaman dan situasi yang dihadapinya. Dalam
tulisan ini, akan kita refleksikan pertumbuhan gereja di jemaat awal dalam
pertumbuhan gereja di masa pandemi dan pasca pandemi saat ini.
II.
Pembahasan
2.1.Sejarah Lahirnya Gereja
di Jemaat Awal
Hari
kelahiran gereja adalah hari keturunan Roh Kudus pada pesta Pentakosta.[1]
Murid-murid dipenuhi dengan Roh Kristus, sehingga mereka berani bersaksi
tentang kelepasan yang dikaruniakan Tuhan kepada dunia. Kesebelas Rasul, Maria
ibu Yesus, saudara-saudara-Nya, dan beberapa orang wanita yang selalu mengikuti
Dia, serta banyak orang lainnya, yang semuanya berjumlah seratus dua puluh
orang, berkumpul bersama untuk berdoa sesuai dengan perintah Kristus.[2]
Sekilas mengingat, bahwa sewaktu murid-murid berkumpul di balik pintu terkunci
di Yerusalem pada hari-hari pertama setelah kebangkitan Yesus, para murid
mengetahui bahwa lebih mudah berbicara mengenai mengubah dunia daripada pergi
keluar dan melakukannya.[3]
Tetapi tidak lama kemudian, sesuatu terjadi yang bukan hanya mengubah jalan
pikiran mereka, tetapi yang juga memberanikan mereka untuk menyampaikan iman
mereka dengan cara yang menggoncangkan seluruh dunia Romawi.[4]
Jemaat
mula-mula melakukan satu-satunya hal yang mereka tahu, yaitu saling mengasihi,
dan menyatakan berita baik mengenai pengorbanan Kristus dan pengampunan-Nya.
Mereka terorganiasasi untuk menyelesaikan misi yang ditinggalkan Yesus bagi
mereka untuk memberitakan kabar baik pada dunia. Salah satu pemimpin utama
gereja mula-mula adalah Petrus. Ia adalah seorang yang saat Yesus diadili
menyangkal untuk mengenal-Nya. Tetapi setelah Pentakosta, Petrus menjadi
pemeran utama dalam kepemimpinan gereja mula-mula.[5]
Dari Petrus mereka mendapat kepastian bahwa Allah akan memberi mereka
pengampunan serta Roh Kudus, jika mereka bertobat dan dibaptis dalam nama
Yesus. Secara keseluruhan, angkatan itu adalah rusak, namun ada tempat bagi
sisa yang percaya. Petrus menyuruh pendengarnya untuk menyelamatkan diri dari
angkatan yang rusak itu. Anjurannya begitu efektif sehingga tiga ribu orang
mempercayai berita kelepasan itu dan dibaptiskan. Dengan demikian terbentuklah
jemaat Kristen pertama.[6]
Dari
segi fisik, Gereja dahulu kala belum mempunyai gedung gereja yang indah-indah
dan besar-besar, tempat orang percaya berkumpul. Pada mulanya mereka biasanya
bersidang di dalam rumah. Demikianlah terjadi “jemaat rumah”, yaitu perkumpulan
orang-orang Kristen, yang pada waktu-waktu tertentu berkumpul dalam sebuah
rumah (Rm. 16:5; Kol. 4:15; Flm. 2). Kerapkali benar mereka berkumpul, bahkan
pada mulanya tiap-tiap hari (Kis. 2:46). Mereka mengadakan perjamuan-kasih yang
diakhiri dengan Perjamuan Kudus. Di kemudian hari rupanya mereka berkumpul
terutama pada hari Minggu (lih. 1 Kor. 16:2; Kis. 20:7). Akan tetapi pada
hari-hari biasa pun diadakan juga pertemuan.[7]
2.2.Sekilas mengenai Konteks
Lahirnya Gereja
Salah
satu hal yang dapat terlihat jelas mengenai pertumbuhan gereja adalah melihat
bagaimana konteks atau keberadaan daripada gereja itu sendiri. Gereja tidak
terlepas daripada konteks karena kehidupan daripada jemaat hidup dalam konteks
yang sebagaimana adanya.
2.2.1.
Konteks
Sosial dan Politik
Jika
dipandang dari segi politis, dunia yang di dalamnya gereja lahir dan berkembang
dibagi atas dua negara besar, yaitu Kekaisaran Romawi dan Kerajaan Partia.[8]
Luasnya kekaisaran itu dari selat Gibraltar sampai sungai Efrat dan Tanah Mesir
sampai Inggris, batasnya adalah di sebelah utara sungai Rindan Donau. Akan
tetapi kuasa tentara Romawi dirasakan sampai jauh di luar batas itu. Pusat
kekaisaran yang besar itu adalah Kota Roma, tempat kaisar-kaisar bersemayam.[9]
Sehingga dalam keadaan sosial dan politik, gereja hidup dalam situasi
kekaisaran.
2.2.2.
Konteks
Ekonomi
Pada
saat itu, perekonomian yang terjadi yaitu adanya suatu usaha kerja keras yang
terjadi di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan ekonomi masyarakat
berbeda-beda, ada yang kaum ningrat (kaum orang kaya), masyarakat kelas
menengah ke bawah, rakyat jelata, dan berbagai pola kehidupan. Sejak semula
konteks akan ekonomi ini memiliki pemahaman yang mirip dengan situasi kehidupan
bergereja pada masa kini.
2.2.3.
Konteks
Kebudayaan
Konteks
kebudayaan yang paling menonjol adalah Helenisme.
Kebudayaan ini adalah percampuran antara kebudayaan Yunani dan Asia Barat.
Kebudayaan ini meneruskan kebudayaan Yunani dari zaman kekayaan Atena. Dalam
sejarah pertumbuhan gereja, kebudayaan ini telah menjadi salah satu faktor
pendukung tersebarnya gereja dalam wilayah kekaisaran Romawi.[10]
Kehidupan kebudayaan ini menjadi salah satu ciri khas yang hadir dalam
kehidupan gereja pada masa awal lahir dan bertumbuhnya gereja.
2.2.4.
Konteks
Keagamaan
Dalam
pertumbuhan gereja, terdapat perkembangan tiga agama yang cukup signifikan,
yaitu agama Zoroaster[11],
Babilonia, dan Yahudi[12].
Pada masa itu juga ada ibadat ataupun penyembahan kepada kaisar. Ibadat kepada
Kaisar adalah salah satu penyataan penting dari kehidupan keagamaan pada
permulaan tarikh Masehi. Kebiasaan ini timbul dari pandangan yang mengandung
khasiat yang mengatasi dunia kodrat (alamiah), bahkan berasal dari Illahi.
2.3.Peran Jabatan-jabatan
Gerejawi dalam Pertumbuhan Gereja Awal
Di
masa gereja Kristen mula-mula pun sudah ada jabatan, dan yang paling utama
adalah jabatan rasul, yang ditetapkan oleh Yesus sendiri. Jabatan ini adalah
jabatan am, tidak terikat kepada suatu tempat, tetapi berlaku di mana-mana dan
berlaku pula sepanjang hidup. Gelar “rasul” diberikan kepada kedua belas murid
Yesus, kemudian kepada Paulus juga. Sekali-sekali diberikan juga kepada orang
lain, umpamanya kepada Barnabas (Kis. 14:14), kepada Apolos (bdk. 1 Kor. 4:6
dengan ayat 9), kepada Yakobus, adik Yesus (Gal. 1:19).[13]
Hanya saja tidak lama kemudian, ada di Yerusalem penatua-penatua. Rupanya pada
mulanya, penatua-penatua itu memelihara orang-orang miskin pula (Kis. 11:30).
Dalam
pertumbuhan gereja, bersama-sama dengan rasul-rasul, mereka memelihara jemaat,
mereka ikut juga bersidang memecahkan soal-soal penting (Kis. 15:6). Mula-mula
penatua-penatua itu dinamai penilik-penilik jemaat (Episkopos, uskup), dan tanggung jawab mereka dengan jelas
diterangkan dalam beberapa pasal (Kis. 20:28-31; 1. Tim. 3:2-7; Tit. 1:5-16).
Mula-mula penatua-penatua itu belum diberikan kewajiban mengajar atau
berkhotbah di dalam jemaat, dan orang-orang menghendaki keadaan yang akan lebih
teratur lagi.[14]
Jadi, peran para rasul-rasul dan penatua-penatua ini sangat berpengaruh, karena
mereka memberikan pelayanan yang holistic kepada jemaat awal. Bisa kita
bayangkan jika pelayanan ini tidak ada, maka akan kesulitan gereja merasakan
perkembangan yang ada, terlebih lagi situasi yang harus dihadapi gereja adalah
sebuah situasi yang sulit.
2.4.Kehidupan Gereja di
Jemaat Awal yang Bersekutu, Bersaksi, dan Melayani
2.4.1.
Bersekutu
(Koinonia)
Gereja
dipanggil untuk bersekutu dan beribadah. Bersekutu dan beribadah ini adalah
untuk menikmati perdamaian yang dianugerahkan Allah melalui Kristus, yaitu
perdamaian antara Allah dengan manusia yang percaya kepadaNya satu dengan yang
lain. Dalam melakukan tugas panggilan gereja dalam bidang persekutuan, gereja
haruslah melaksanakan persekutuan tersebut berpadanan dengan Injil, berdiri
teguh dengan satu roh satu tubuh, dan mewujudnyatakan kasih, serta saling
melayani dalam kepentingan bersama.[15]
Jemaat
awal dalam bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan, dan
mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa (Kis. 2:41-42). Apa
yang mereka telah tekuni dikarenakan mereka belajar tentang Firman Allah dari
pemimpin mereka, yaitu para rasul. Mereka juga mengadakan pertemuan-pertemuan
di rumah mereka masing-masing secara bergilir. Disamping memecahkan roti dan
makan bersama-sama, tentu sebelumnya mereka mendengarkan uraian Firman Tuhan.
Mereka tidak hanya belajar secara teori tetapi juga secara praktis atau pada
pengalaman yang mereka alami. Salah satu hal yang lumrah dilakukan jemaat
mula-mula adalah mereka saling mengajar, bersekutu, beribadah, melayani, serta
mereka juga menginjil. Gereja ada untuk mendidik, mendorong, memuliakan,
memperlengkapi juga menginjil.[16]
Pemahaman akan persekutuan daripada mereka adalah kebersamaan, dengan satu
tujuan pengajaran, yaitu Firman Tuhan. Sehingga mereka memiliki persekutuan
yang sangat erat antara satu dengan yang lainnya, karena Roh Kudus hadir
ditengah-tengah persekutuan mereka.
2.4.2.
Bersaksi
(Marturia)
Dalam
Kisah Para Rasul 1:8 yang berisi perintah Kristus yang telah bangkit kepada
murid-murid-Nya, dinyatakan bahwa tugas jemaat yang baru ialah bersaksi. Karena
kesaksian merupakan pemberitaan, maka sudah menjadi lazim untuk menggunakan
kata kerugma yang berarti pemberitaan
untuk menunjukkan isi dari pemberitaan itu. Tentu saja kita tidak boleh
beranggapan bahwa bila kita telah mengumpulkan isi kerugma maka kita telah menguraikan misi jemaat secara lengkap.
Akan tetapi menjadi sebuah prosedur yang sangat disayangkan apabila kesaksian
jemaat mula-mula tidak dipelajari. Pada zaman itu memang belum ada suatu
pengakuan kepercayaan yang sudah baku, tetapi bukanlah tidak beralasan untuk
menduga bahwa semua orang percaya sepakat tentang prinsip-prinsip iman mereka.[17] Marturia mengandung makna kesaksian,
bersaksi, member kesaksian secara benar dan tepat tentang hal-hal yang pernah
dilihat dan didengar, menceritakan realitas yang sebenarnya, mempercakapkan
kembali pengalaman-pengalaman dan peristiwa yang dialami sebelumnya.[18]
Gereja
dan jemaat perlu menyadari tanggung jawabnya sebagai orang Kristen yang telah
menerima penebusan dari Kristus bahwa semua orang percaya adalah garam dan
terang dunia. Orang percaya juga adalah sebagai teladan sehingga tidak ada lagi
terdengar bahwa kesaksian dan mengabarkan Injil adalah tanggung jawab bersama,
bukan hanya tanggung jawab pendeta, missionaris, atau pelayan gereja, karena
ini adalah perintah Kristus pada semua orang percaya. Setiap orang percaya
wajib mengabarkan Injil sesuai dengan kemampuan dan karunia-karunia yang
dianugerahkan oleh Roh Kudus kepadanya. Dengan adanya kesadaran dan tanggung
jawab ini, maka setiap orang percaya akan memiliki kepedulian terhadap
sesamanya, dan tidak takut untuk mengajak pulang orang-orang yang kehilangan
jejak yang jauh dari cara hidup orang percaya.[19]
Dalam Kisah Para Rasul 2, gereja yang baru saja berdiri itu terdapat dua
sakramen, yaitu Baptisan Kudus (Kis. 2:38), dan Perjamuan Kudus (Kis. 2:42),
sebagai kesaksian pemberitaan kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Firman
Tuhan terus diberitakan, setiap orang yang telah dipanggil keluar harus siap
memberitakan Injil kemanapun ia berada. Jemaat mula-mula adalah jemaat yang
selalu siap memberitakan kebenaran Firman Tuhan. Orang yang dipanggil Tuhan
untuk bekerja dalam bidang apapun juga dipanggil untuk memberitakan Injil.
2.4.3.
Melayani
(Diakonia)
Diakonia (pelayanan)
maksudnya adalah melakukan cinta kasih melalui aktivitas pelayanan orang
Kristen kepada orang yang berkekurangan, yang miskin, terlantar dan
terpinggirkan. Gereja membina dan mengajarkan kepada jemaat yang telah menerima
berkat dan belas kasihan Tuhan untuk tahu berterimakasih kepada Tuhan dengan
cara mengasihi sesamanya. Orang Kristen bukan mengasihi dengan perkataannya
saja tetapi mengasihi dengan mewujud-nyatakan pelayanan yang nyata (Yak.
2:15-17). Melalui diakonia ini umat
Tuhan menyadari akan tanggungjawab pribadi mereka akan kesejahteraan sesamanya.
Karena itu diperlukan adanya kerjasama dalam kasih, keterbukaan yang empati,
partisipasi dan keikhlasan hati untuk berbagi satu sama lain untuk kepentingan
umat (Kis. 4:32-35). Dalam melayani (diakonia) gereja di jemaat awal juga
menjadi sebuah ciri khas yang memberikan dampak atau pengaruh langsung dalam
kehidupannya.
2.5.Kekuatan Gereja yang
Semakin Dibabat Semakin Merambat
Dalam
catatan sejarah gereja, bahwa Agustinus yang merupakan seorang tokoh bapa
gereja pernah menyampaikan bahwa darah para martir adalah benih gereja, dan
keadaan gereja semakin dibabat semakin merambat. Banyak tantangan yang dihadapi
oleh gereja awal yang memberikan dampak bagi pertumbuhan gereja itu sendiri.
Kehidupan orang Kristen pada masa itu tidak pernah terlepas dari penderitaan.
Penderitaan yang dialami karena mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan bagi hidup
mereka. Dengan mengakui Yesus Kristus sebagai Mesias, sudah cukup membuat
saudara sebangsanya untuk mengucilkannya. Ditambah lagi dengan bangsa Romawi
yang menjajah bangsa Yahudi saat itu, juga melihat hal ini sebagai sebuah
pemberontakan terhadap kaisar yang diyakini sebagai tuhan oleh bangsa Romawi.
Mereka yang bersekutu, bersaksi, dan melayani memberikan dampak perkembangan di
tengah-tengah kehidupan orang percaya.
2.6.Refleksi Bagi Pertumbuhan
Gereja di Masa Pandemi dan Pasca Pandemi
2.6.1.
Semakin
Dewasa Menghadapi Tantangan Sesuai Konteksnya
Banyak
hal sebenarnya yang menjadi ketakutan bagi manusia di zaman sekarang ini,
sehingga rasa takut itu menjadi bagian kehidupan manusia itu sendiri, dan salah
satunya yang masih menjadi bagian dari ketakutan manusia adalah pandemi covid
19 yang belum berakhir selama kurang lebih dua tahun ini.[20]
Sama halnya dengan pertumbuhan jemaat di gereja awal, terlihat bahwa ada
tantangan yang harus dihadapi oleh jemaat yang sesungguhnya mendatangkan
ketakutan tersendiri bagi mereka, seperti ibadah atau kebaktian mereka yang
diganggu karena mereka harus memberikan penyembahan kepada Kaisar, kalau tidak
mereka akan dihukum bahkan sampai mati. Hal itu membuat mereka harus beribadah
di katakombe atau sejenis gua agar daoat bertahan dari serangan yang ada.
Tetapi mereka bertahan dari ketakutan itu, dan ketakutan itu sendiri yang
membuat mereka semakin berkembang karena dengan semangat pelayanan yang ada
mereka memberikan sumbangsih pemikiran dan gerakan untuk saling membantu.
Demikian halnya jemaat gereja saat ini, ketakutan itu jangan membuat jemaat
semakin acuh dengan pelayanan yang ada, karena masih banyak cara yang dapat
dilakukan. Terlihat jelas bahwa jemaat semakin mampu untuk menghadapi tantangan
dalam situasi pandemi ini, karena kerinduan mereka untuk tetap dapat bertahan
dalam situasi yang terjadi.
2.6.2.
Menghargai
Tubuh (Individu dan Komunitas) dalam Menjaga Kesehatan
Setiap
keadaan dapat menjadi sebuah pelajaran yang berharga bagi kita untuk semakin
baik, memperbaiki, dan menunjukkan sebuah perubahan terkhusus dalam hal tingkah
laku. Tubuh kita ini adalah pemberian Allah kepada kita sebagai sebuah ciptaan
yang dikasihi-Nya. Jadi, sebagai buah tangan Allah kita harus menjaga tubuh ini
dengan memberikan pelayanan yang terbaik bagi tubuh kita, dan yang paling
penting adalah menjaga kesehatannya. Gereja merupakan lambang kehadiran Allah
di bumi ini, dan seharusnya gereja sejak semula harus memperhatikan pola-pola
hidup sehat dalam pelayanannya. Dalam situasi pandemi ini, gereja sudah memulai
dengan memperhatikan kesehatan dengan menyediakan cuci tangan, masker, dan
alat-alat kesehatan lainnya yang membuat bahwa gereja berpartisipasi dalam
menjaga kesehatan dalam situasi pandemi ini. Sedikit mengenai tubuh dalam
konsep Perjanjian Baru, Ada beberapa kata dalam Perjanjian Baru mengenai tubuh.
Kata yang saya pakai dalam penjelasan ini adalah Soma. Dalam beberapa ayat penjelasan ini mengenai jenazah orang
mati, dan dalam kasus lain kata ini juga menunjuk mengenai tubuh Yesus (Mat.
27:58; Mrk. 15:43; Luk. 23:52). Beberapa ayat dalam PB juga menjelaskan bahwa
tubuh menjurus ke arah fisik manusia. Mat. 6:22 dijelaskan bahwa mata adalah
pelita tubuh. Ayat ini menegaskan bahwa Soma
sebagai ikatan organisme yang terdiri dari beberapa organ dan fungsi dan bahkan
menunjuk kepada pribadi. Pada penjelasan ini, Soma menunjukkan bahwa tubuh yang dimaksud adalah tubuh Kristus
sebagai persembahan. Baik secara individu dan komunitas, semua harus dijaga
dengan baik dari segi kesehatannya.
2.6.3.
Jemaat
Terlibat dalam Ibadah di Rumah (Gereja Rumah)
Masa-masa
di mana virus Corona berkembang di dunia memunculkan sebuah istilah-istilah baru
yang mendunia. Beberapa diantaranya social/physical
distancing dan work from home (WFH).[21]
Dua istilah ini mengingatkan bahwa menjaga jarak atau menghindari aktivitas di
luar rumah menjadi sebuah tren yang berfungsi menjaga kelestarian kehidupan
manusia, tentu saja didukung oleh protokol kesehatan lainnya. Rumah seketika
memainkan peranan yang sangat vital di masa pandemi dibandingkan sebelumnya.
Sekarang rumah bukan hanya menjadi tempat tinggal, tempat bernaung, atau
berkumpulnya keluarga, bagi sebagian banyak orang yang biasa di kantor, rumah
berubah menjadi tempat kerja, menjadi sekolah bagi anak-anak belajar, dan orang
tua menjadi guru pembimbing bagi anak-anaknya, bahkan menjadi sarana belajar
orang tua bagaimana menjadi pendidik/guru bahkan teladan bagi anak-anaknya,
rumah juga sekarang menjadi tempat ibadah.[22]
Ibadah di tengah keluarga di masa pandemi begitu sangat partisipatif. Ibadah
itu memberikan peluang dan kesempatan yang cukup bagi semua anggota keluarga,
tidak hanya sebagai penonton, atau orang yang memposisikan dirinya sebagai yang
dilayani, tetapi mengambil bagian, berpartisipasi sebagai pelaku ibadah
keluarga. Orang-orang dalam keluarga seketika menjadi kumpulan liturgis dalam
konteks ibadah seremonial, di mana setiap orang berkesempatan memberi dirinya
sebagai pelayan ibadah dalam porsi yang memungkinkan.[23]
2.6.4.
Meningkatnya
Kepedulian Jemaat melalui Kegiatan Diakonia
Iman
dan kasih yang gereja punya perlu ditunjukkan secara nyata, bukan hanya dalam
ibadah (liturgia) dan ajaran (Kerygma), tetapi gereja harus
menampilkan wajah manusiawinya. Salah satu caranya yakni, Gereja harus hadir di
tengah dunia nyata kehidupan masyarakat dengan segala permasalahannya.[24]
Tentu ada banyak persoalan yang terjadi selama pandemi, dan poin penting disini
adalah bahwa iman hanya memperoleh wujud dan kenyataan di dalam keterlibatan
dan tanggung jawab orang beriman berhadapan dengan soal-soal hidup aktual.
Sudah terlihat jelas dilapangan, bahwa selama pandemi berlangsung pasang surut
sekalipun, jemaat (Gereja) saling menunjukkan kepedulian dalam kegiatan
diakonia. Memberikan sembako, menyediakan makanan bagi para korban Covid,
pelayanan doa, renungan dari Alkitab, dan masih banyak lagi. Demikian halnya
jemaat awal bahwa mereka saling menopang ditengah-tengah pergumulan yang mereka
hadapi. Pelayanan diakonia ini memang semakin meningkat dibanding dengan
hari-hari biasa sebelum terjadinya pandemi.
2.6.5.
Gereja
semakin Smart dan Konvensional kepada
Digitalisasi Tekhnologi
Salah
satu fenomena yang sangat meningkat di situasi pandemi adalah penggunaan media
digital yang hampir keseluruhan kegiatan di Indonesia menggunakan tekhnologi.
Penggunaan ini juga sangat terasa di dalam tubuh gereja itu sendiri. Hal biasa
yang dilakukan gereja dalam pelayanan adalah tatap muka, dan langsung hadir di
tengah kehidupan jemaat. Dalam situasi pandemi ini, gereja juga harus
menggunakan media digital tekhnologi agar pelayanan tidak menjadi sebuah
penghambat dalam pelayanan. Semua kegiatan keberlangsungan, termasuk
menyampaikan informasi, kebaktian, benar-benar menggunakan aplikasi digital.
Para hamba Tuhan (Pendeta, Penatua, Diaken) dituntun untuk lebih kreatif lagi
dalam menghadapi situasi yang notabenenya tidak pernah terjadi sebelumnya.
Mengingat bagaimana peran para rasul-rasul dan penatua-penatua yang berdampak
atau berpengaruh terhadap pertumbuhan jemaat awal. Demikian halnya, bagaimana
para hamba Tuhan masa kini juga harus berdampak memberikan kontribusi pemikiran
dan pelayanan ekstra yang harus dihadapi. Sesungguhnya ini bukanlah sebuah hal
yang mudah, karena juga membutuhkan biaya, kemampuan untuk kembali belajar
karena tidak semua dapat menugasai tekhnologi digital. Hasilnya sampai saat ini
masih bisa berjalan dengan baik segala kegiatan yang dilakukan gereja,
sekalipun dalam keadaan pandemi.
III.
Kesimpulan
Dari
pemaparan makalah di atas dapat disimpulkan bahwa keadaan hidup gereja di
jemaat awal itu sangat baik sekali termasuk dalam hal praktisnya. Sudah
dijelaskan bahwa baik dari segi pelayanan dalam hal rasul-rasul dan juga para
penatua-penatua, dan jemaat yang benar-benar menjadi saksi dalam persekutuannya
sebagai orang percaya (lahirnya Gereja). Sekalipun banyak tantangan tidak
mengurangi semangat juang dan iman bagi gereja untuk bertumbuh, dan menjadi
saksi bagi dunia ini. Dengan kekuatan yang datangnya dari Roh Kudus membuat
gereja mampu hidup dan bertahan dalam gejolak yang terjadi di zamannya. Tidak
jauh berbeda dengan situasi yang dihadapi oleh jemaat saat ini. Sedikit
perbedaan yang dihadapinya, bahwa pandemi ini menjadi saksi bahwa sekalipun
tidak kelihatan namun Covid 19 memberikan kekacauan yang luar biasa. Jadi, apa
yang terjadi dalam situasi gereja awal memberikan sumbangsih terhadap kita yang
hadir pada saat ini. Situasi zaman yang belum secanggih saat ini tetapi masih
membuat gereja bertahan dalam keberadaannya, sehingga Gereja yang saat ini
hadir juga sebagai buah karya Roh Kudus harus mampu mempertahankan identitasnya
sebagaimana sudah diberikan jemaat awal bahwa kesaksian, persekutuan, dan
pelayanan itu tidak bisa terlepas dari kehidupan Gereja.
IV.
Refleksi
Teologis
Ya
dan Amin, ketika saya mengingat apa yang dikatakan Yesus ketika Ia ingin
terangkat ke Surga dalam Matius 28:20b, bahwa Tuhan kita Yesus Kristus akan
menyertai kita hingga akhir zaman. Injil harus tetap diberitakan sekalipun
menemukan sebuah tantangan yang sulit untuk dihadapi. Kita semua ada sebuah
kesatuan yang utuh (tubuh) seperti yang dikatakan Paulus dalam1 Korintus 12,
sehingga Gereja itu adalah kita dan segala sesuatu yang menjadi tantangan dan
peluang Gereja itu adalah milik kita bersama. Jadi, meskipun pandemi Covid
sudah dua tahun berjalan dan tidak tahu kapan akan berakhirnya, tetaplah setia
dalam segala perkara agar kita semakin dewasa dalam iman dan pertumbuhan
gereja. Pandemi belum berakhir, dan Kasih Tuhan akan tetap hidup dalam kasih
kita. Solideo Gloria.
V.
Daftar
Pustaka
5.1.Buku-Buku
Bavinck,
J. H., Sejarah Kerajaan Allah 2,
Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 2012
Berkhof,
H., Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM,
2001
Browning,
W. R. F., Kamus Alkitab, Jakarta:
BPK-GM, 2010
Ch.
Abineno, J. L., Sekitar Diakonia Gereja,
Jakarta: BPK-GM, 1976
Drane,
J., Memahami Perjanjian Baru, Jakarta:
BPK-GM, 2011
Ellis,
D. W., Metode Penginjilan, Jakarta:
YKBK, 1999
Guthrie,
D., Teologi Perjanjian Baru 3, Jakarta:
BPK-GM, 2019
Hadiwijono
(ed.), H., Tafsiran Alkitab Masa kini 3,
Matius-Wahyu, Jakarta: YKBK/OMF, 2006
Kenneth Boa dan Bruce W.,
Talk Thrue the Bible, Mengenal Alkitab
secara Lengkap dalam waktu singkat, Malang: Gandum Mas, 2017
Munthe,
P., Gempa Rohani, Medan: Mitra Group,
2020
Riemer, G., Jemaat yang diaconal: Persepektif baru dalam
pelayanan kasih nasional dan internasional, Jakarta: YKBK, 2004
Sipayung, Jon. R., Layanilah Tuhan dengn Semangat
menyala-nyala, Buku kenangan dan Syukuran, dalam Vicardo Ananda Ginting, Ibadah Rumah Membangun Spiritualitas
Keluarga, Medan: Sinarta, 2021
Sipayung, Jon. R., Tema-tema Kontemporer, Sebuah Refleksi
Teologis-Biblis, Medan: Sinarta, 2020
Smith,
C., Bible from A to Z, Yogyakarta:
ANDI, 2009
Tenney,
Merril C., Survey Perjanjian Baru, Jakarta:
BPK-GM, 1997
van
den End, Th., Harta dalam Bejana, Jakarta:
BPK-GM, 2001
Wellem,
F. D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta:
BPK-GM, 2006
Yuono,
Yusup R., Pertumbuhan Gereja di Masa
Pandemi, dalam Jurnal STT Jaffray Makassar, Vol. 1. No. 1, Desember 2020
5.2.Website
Kompasiana, “Riska Ginting: Prinsip Hidup Jemaat Mula-mula dalam Kisah
Para Rasul 2 Serta Aplikasinya bagi Gereja Masa Kini”, dalam https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/rina30/5d8627eb0d82305a2f1c2363/prinsip-hidup-jemaat-mula-mula-dalam-kisah-para-rasul-2-serta-aplikasinya-bagi-gereja-masa-kini, diakses pada tanggal 17 Februari
2022, Pukul. 21.00 wib.
[1] H. Berkhof, Sejarah
Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 7.
[2] Merril C. Tenney, Survey
Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 1997), 91.
[3] Mencatat peristiwa-peristiwa hari Pentakosta yang
mengubah dunia ketika Roh Kudus datang, menggenapi janji Kristus yang meminta
para murid menanti sampai Roh Kudus datang untuk memperlengkapi dan mengarahkan
kesaksian mereka. Roh mengubah sekelompok kecil orang yang ketakutan menjadi
gereja mendunia yang berkembang terus bergerak maju dan menggenapi Amanat
Agung. Lih. Bruce Wilkinson dan Kenneth Boa, Talk Thrue The Bible, Mengenal Alkitab secara Lengkap dalam waktu singkat,
(Malang: Gandum Mas, 2017), 433.
[4] John Drane, Memahami
Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 256.
[5] Carol Smith, Bible
from A to Z, (Yogyakarta: ANDI, 2009), 206.
[6] Harun Hadiwijono (ed.), Tafsiran Alkitab Masa kini 3, Matius-Wahyu, (Jakarta: YKBK/OMF,
2006), 344.
[7] J. H. Bavinck, Sejarah
Kerajaan Allah 2, Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 927.
[8] Th. van den End, Harta
dalam Bejana, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 3.
[9] H. Berkhof, Sejarah
Gereja, 1.
[10] F. D. Wellem, Kamus
Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2006), 162.
[11] Agama Zoroaster adalah agama yang didirikannya bersifat
dualistis, dengan kepercayaan setan dan malaikat. Lih. W. R. F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2010),
510.
[12] Agama Yahudi ternyata banyak juga dianut di dunia
Helenis. Ada beberapa penyebabnya, antara lain banyaknya orang Yahudi yang
tinggal di hampir semua Kota utama kekaisaran Roma. Lih. John Drane, Memahami Perjanjian Baru, (Jakarta:
BPK-GM, 2011), 30.
[13] J. H. Bavinck, Sejarah
Kerajaan Allah 2, Perjanjian Baru, 923.
[14] J. H. Bavinck, Sejarah
Kerajaan Allah 2, Perjanjian Baru, 924.
[15] J. L. Ch. Abineno, Sekitar
Diakonia Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 1976), 53.
[16] Kompasiana, “Riska Ginting: Prinsip Hidup Jemaat
Mula-mula dalam Kisah Para Rasul 2 Serta Aplikasinya bagi Gereja Masa Kini”,
dalam https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/rina30/5d8627eb0d82305a2f1c2363/prinsip-hidup-jemaat-mula-mula-dalam-kisah-para-rasul-2-serta-aplikasinya-bagi-gereja-masa-kini, diakses pada tanggal 17 Februari 2022, Pukul. 21.00
wib.
[17] Donald Guthrie, Teologi
Perjanjian Baru 3, (Jakarta: BPK-GM, 2019), 61.
[18] G. Riemer, Jemaat
yang diaconal: Persepektif baru dalam pelayanan kasih nasional dan
iternasional, (Jakarta: YKBK, 2004), 13.
[19] D. W. Ellis, Metode
Penginjilan, (Jakarta: YKBK, 1999), 7-9.
[20] Jon Riahman Sipayung, Tema-tema Kontemporer, Sebuah Refleksi Teologis-Biblis, (Medan:
Sinarta, 2020), 91.
[21] Setelah dua orang Indonesia dinyatakan positif
terjangkit virus Corona (Covid-19), maka presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020
mengeluarkan himbauan: Phsycal
Distancing, menjaga jarak atau pembatasan fisik. Himbauan ini mengakibatkan
semua kegiatan yang menuntut kerumunan orang harus dihentikan. Masing-masing
orang harus tetap berada di rumah, tidak berjabat tangan, menjaga jarak,
menggunakan masker, rutin mencuci tangan, istirahat cukup, serta kegiatan lain
yang mendukung kesehatan dalam situasi pandemi. Lih. Pardomuan Munthe, Gempa Rohani, (Medan: Mitra Group,
2020), 43.
[22] Jon Riahman Sipayung, Layanilah Tuhan dengn Semangat menyala-nyala, Buku kenangan dan
Syukuran, dalam Vicardo Ananda Ginting, Ibadah
Rumah Membangun Spiritualitas Keluarga, (Medan: Sinarta, 2021), 311.
[23] Jon Riahman Sipayung, Layanilah Tuhan dengn Semangat menyala-nyala, Buku kenangan dan
Syukuran, dalam Vicardo Ananda Ginting, Ibadah
Rumah Membangun Spiritualitas Keluarga, 312.
[24] Yusup Rogo Yuono, Pertumbuhan
Gereja di Masa Pandemi, dalam Jurnal STT Jaffray Makassar, Vol. 1. No. 1,
Desember 2020, 81.