Arti Dan Makna Pengenapan Mesianis Dalam Perjanjian Baru
PENDALAMAN ARTI DAN MAKNA
PENGHARAPAN DAN PENGGENAPAN MESIANIS DALAM
PERJANJIAN BARU
DAN REFLEKSINYA DALAM GEREJA MASA KINI
Ewen Josua
Silitonga
I. Pendahuluan.
Dalam
kehidupan masa sekarang ini istilah mesias sangat di identikkan dengan
Perjanjian Baru tanpa melihat peranan dari Perjanjian Lama. Kehadiran Mesias
tidak asal datang begitu saja dalam Perjanjian Baru, tetapi peranan Perjanjian
Lama sangat penting. Karena di dalam Perjanjian Lama nubuatan tentang akan
kehadiran seorang Mesias telah diberitakan dan telah digenapi dalam perjanjian
Baru. Dalam Perjanjian Lama telah disampaikan nubuatan tentang seorang yang
akan menghukum dan memerintah di dalam keadilan dan kebenaran. Dalam kaitan
dengan hal itu maka kita akan membahas hal tersebut dalam sajian ini.
II. Pembahasan.
2.1. Arti dan
Makna Pengharapan
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia pengharapan sama dengan harap atau harapan yang
artinya selalu berharap; selalu rindu (akan); selalu menanti; sesuatu yang
(dapat) diharapkan. Nabi-nabi.[1]
Perjanjian Lama mengajarkan bahwa setiap harapan akan masa depan yang memuaskan
tergantung pada kesetiaan umat Israel kepada Allah. Sebaliknya, jika mereka
tidak setia yang akan terjadi adalah kekacauan dan bencana.[2] Harapan
alkitabiah tidak dapat terlepas dari iman kepada Tuhan. Berdasarkan apa yang
telah Allah perbuat pada waktu yang lampau, terutama persiapan kedatangan
Kristus, dan berdasarkan apa yang telah Allah perbuat melalui Kristus, maka
orang Kristen walupun belum melihatnya, berani mengharapkan berkat-berkat pada
masa datang. Dalam
Perjanjian Lama pengharapan salah satu dari baik atau buruk, harapan atau
kutuk. Pengharapan terhadap suatu yang baik dihubungkan dengan kepercayaan dan
pengharapan yang merupakan hasrat atau kerinduan dimana unsur kesabaran dalam
menunggu atau melarikan diri ketempat perlindungan itulah yang sangat
ditekankan. Harapan adalah pengharapan akan sesuatu yang baik di sepanjang
kehidupan. Dimana masa hidup maka disitu ada pengharapan. Hidup yang benar
adalah dasar kita untuk berharap. Memiliki harapan untuk masa depan menunjukkan
bahwa ada sesuatu yanga baik dalam diri kita dimana harapan selalu langsung
ditujukan oleh manusia kepada Allah. Jadi pengharapan kepada Allah adalah
melepaskan dari keadaan sukar dan lebih spesifik lagi bahwa dalam pengharapan
itu ada pemikiran atau pemahaman akan sesuatu pertolongan yang eskatologis yang
akan meletakkan dan mengakhiri semua kesukaran-kesukaran kita. Pendirian dalam
kesukaran dan kepercayaan mungkin akan bertambah dan diekpresiasikan dalam
realitas bahwa segala yang ada adalah hanya sementara dan itu akan semakin
bertambah dalam pengharapan yang eskhatologis pada masa depan.[3]
2.2. Arti dan Makna
Mesias.
Menurut etimologi katanya, kata Mesias
berasal dari bahasa Ibrani yaitu “masah” (מָשַׁח)
berarti “yang diurapi.” Pada awalnya kata ini menunjuk kepada raja yang
sedang berkuasa di Kerajaan Israel Raya, terutama dari dinasti Daud.[4] Dalam
bahasa Yunani, Mesias diterjemahkan “khristos” (diurapi)
dan dari kata itulah timbul kata Kristus. Kata Mesias dan Kristus memiliki arti
dasar yang sama yaitu orang yang akan menjadi juruselamat umat-Nya.[5]
Kata yang berarti “diurapi” tersebut juga berarti “orang yang akan
menjadi juruselamat umatnya,” dalam Perjanjian Lama juga digunakan untuk para
raja-raja dan untuk imam-imam, terutama raja Daud dan para penggantinya, (Yes.
45:1). Dalam pengharapan eskatologis, diharapkan seorang yang kelak akan
memerintah dalam keadilan dan dalam damai (Yes.11:1-5). Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa Allah yang turun tangan dalam sejarah keselamatan manusia, yang
dinyatakan didalam Kristus.
2.3. Pengharapan
Akan Mesias Dalam Perjanjian Lama.
Pengharapan
Mesias pada Perjanjian Lama bukanlah tanpa alasan, dari berbagai alasan yang
menyebabkan adanya pengharapan tersebut diantaranya adalah karena Allah telah
menjanjikan datangnya Juruselamat. Karena bangsa Israel menginginkan sosok yang
membawa keselamatan serta membebaskan mereka dari musuh-musuh. Asal-usul adanya
Mesias dapat ditelusuri dari gagasan adanya raja yang ilahi. Pengharapan akan
Mesias itu timbul karena penglihatan gambaran raja keturunan Daud yang pada
raja-raja masa mendatang. Pernyataan tersebut adalah berdasar pada nubuat
nabi-nabi sebelum masa pembuangan yang terkait dengan nubuat Natan dalam 2 Samuel
7.
Nubuatan
nabi Natan tersebutlah yang semakin berkembang dan diinterpretasikan ulang oleh
para nabi kemudian sehingga timbul gagasan dan pengharapan mesianis. Memang
para nabi semakin jelas menunjuk pada kedatangan seorang mesias, tetapi tanpa
menggunakan istilah mesias secara langsung. Antara lain diantara beberapa
bagian Perjanjian Lama sering disebutkan bahwa dinasti Daud akan abadi, tanpa
menyebut nama seorang putra ataupun keturunan Daud (bnd. 2 Sam. 7:12-17, Yer
33:17, Mzm. 88:4, 29; 18:5).[6] Penantian
seorang raja adil yang akan diangkat Tuhan memainkan peranan yang yang semakin
besar di dalam kepercayaan mereka, terutama para nabi pada jaman raja-raja
itulah yang membangkitkan dan mengembangkan penantian yang biasa disebut
penantian Mesias. Berkaitan dengan hal ini maka Tuhan Allah Israel
mengkehendaki suatu pemerintahan yang adil, sehingga ia berulang-ulang
mengambil tindakan mengangkat raja-raja dan melenyapkan raja-raja.[7] Kawanan domba
yang ditindas dan diperas oleh gembala-gembala akan diberi seorang gembala yang
baik. Raja Israel yang tetap mendurhaka dan oleh sebab itu mendatangkan hukuman
Tuhan, akan diganti oleh raja yang adil dan sempurna. Dosa yang menjerumuskan
manusia ke dalam kecelakaan, ditanggung oleh seorang hamba Tuhan yang menderita
dan mati untuk manusia.[8]
2.4. Pengharapan
Mesias oleh Para Nabi.
Janji
tentang kedatangan mesias suadah sejak jaman Hawa ketika masih berada di taman
Eden. Ia akan meremukkan kepala ular (Kej. 3:15). Allah juga telah memberikan
janji kedatangan mesias pada Sem, Abraham, Ishak, dan Yakub.
1. Raja
Daud.
Gagasan
pengharapan bangsa Isael juga diberitakan kepada raja Daud, hal ini dapat
ditelusuri dari janji Allah kepada Daud dalam 2 Sam. 7:16 “keluarga dan
kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya dihadapan-Ku, takhtamu akan kokoh
untuk selama-lamanya.” Janji ini merupakan dasar nubuat dari para nabi yang
berhubungan dengan kerajaan Mesias dan menjelaskan bagaimana pengharapan akan
kerajaan yang dipulihkan dibawah Mesias dapat dilihat sebagai penggenapan dari
janji ilahi kepada Daud. Para orang Isreal mengharapkan seorang keturunan Daud,
bukan suatu makhluk ilahi. Orang itu sering disebut “Daud” (Yer. 30:9: Yeh.
34:23-24; 37:24; Hos. 3:5), sesuai dengan cara Ibrani menggunakan nama nenek
moyangnya sebagai sebutan untuk keturunan-keturunannya. Sejajar dengan hal ini
ada gagasan mengenai akan datangnya tunas bagi Daud (Yer. 33:15). Dengan
Daud-lah Allah akan membuat Perjanjian. Daud menjadi istilah yang berarti
Israel yang dipulihkan. Gagasan mengenai raja keturunan Daud itu tentu
berkaitan dengan mesias secara politik, karena itu tidak dapat disangkal bahwa
dalam agama Yahudi pada masa Yesus dan perkembangan jemaat Kristen, ada
kepercayaan bahwa Mesias yang akan datang itu mempunyai hubungan yang erat
dengan Daud.[9]
2. Natan
Setelah
Daud membangun bait suci bagi Tuhan, nabi Natan diutus Tuhan untuk menyampaikan
janji Allah kepada Daud bahwa sang Mesias akan barasal dari keturunannya,
sebagai raja abadi, seperti dikatakan Tuhan, “Dialah yang akan mendirikan rumah
bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan tahta kerajaannya untuk selamanya” (2
Sam. 7:13).
3. Amos
Nabi
Amos berasal dari Tekoa, dia dipanggil Allah menjadi nabi di kerajaan Utara
menjelang akhir pemerintahan raja Yerobeam II.[10] Dimana
Amos memberitakan sesuatu yang baru bagi Israel, yaitu Allah akan menghukum
bangsa-Nya; hari Tuhan bukanlah suatu hari keselamatan bagi Israel, melainkan
hari pengadilan dan penghukuman. Amos diutus untuk sesuatu yang penting
yaitu mengenai hukuman dan keselamatan. Amos memandang Allah sebagai Tuhan yang
berdaulat atas seluruh bumi. Ia bukan hanya sebagai pelepas Israel dari Mesir,
melainkan bangsa lain. Oleh karena itu, bangsa itu harus memenuhi standar
keadilan Allah. Setiap bangsa yang gagal memenuhi standar itu maka akan
mendapat hukuman, bukan oleh dewa-dewa mereka sendiri, melainkan oleh
satu-satunya Allah yaitu, Yahweh.[11]
Dari pengalaman Amos bisa dijelaskan bahwa bagi Amos susunan masyarakat dan
sistem yang berlaku dilihat hal yang pantas dihancurkan, perlu ada perubahan
mendasar sehingga Israel menjadi sebagai tembok yang runtuh dan perlu dibangun
serba baru.
4. Hosea
Nabi
Hosea adalah nabi setelah nabi Amos muncul dan masa kerjanya jauh lebih panjang
ketimbang Amos. Latar belakang pribadi Hosea sangat berbeda dengan Amos namun
berita yang disampaikan sangat mirip dengan berita dari nabi Tokea.[12]
Kepada Nabi Hosea Tuhan menyuruh sesuatu yang sangat menyolok, yaitu:
“pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakkanlah anak-anak
sundal.” Kepada anaknya juga harus diberi nama yang istimewa yang telah
ditentukan Tuhan sendiri.[13]
5. Yesaya
Nabi
Yesaya memulai pelayanannya di Yehuda setelah meninggalnya raja Uzia (740 SM)
sampai pemerintahan raja Yotam (740-733 SM), Ahas (733-714 SM0, dan Hiskia
(714-696 SM). Nabi Yesaya adalah seorang nabi yang berpendidikan dan mengenal
keluarga raja dan memberikan nasehat secara nubuat kepada raja yang
memerintah Yehuda mengenai politik Negara.[14]
Walaupun Yesaya mengetahui rencana kehancuran Yehuda, tetapi ia tetap berpegang
pada harapan bahwa penguasa masa depan yang akan diurapi akan datang dan akan
berasal dari keturunan Daud. Yesaya menubuatkan bahwa Mesias akan lahir dari
seorang perawan (Yes. 7:14) dan ini digenapi dalam Mat. 1:23. Nubuat ini telah
dinubuatkan Yesaya kurang lebih 700 tahun sebelum Yesus Lahir. Mesias
dinyatakan dalam Yes. 7:14 layak mendapat gelar Imanuel yang berarti Allah
menyertai kita. Dalam Yes 9:5, Anak yang lahir, putera yang diberikan,
diuraikan sebagai “Allah yang perkasa, Bapa yang kekal, Raja damai.”
Dinubuatkan Yesaya bahwa Mesias akan memerintah atas sisa bangsa yang selamat
dengan hukum dan keadialan. Ia akan dipenuhi oleh Roh Allah (Yes. 7:13; 9:5-6;
11:1-9).
6. Mikha.
Nabi
Mikha menubuatkan bahwa Mesias tidak hanya berkuasa atas Israel dan Yehuda,
tetapi pemerintahannya akan sampai ke ujung bumi (Mi. 5:1-4). Mikha menguraikan
bahwa Anak anak yang akan lahir itu sebagai seorang yang permulaannya sejak
purbakala, sejak dahulu kala. Pernyataan ini merupakan pernyataan yang kuat
tentang keberadaan sang Mesias sebelum Ia lahir kedunia. Gabungan kesaksian
diatas ini dengan kesaksian-kesaksian lainnya memastikan hanya bila Ia datang,
Mesias itu adalah Allah dan Manusia di dalam satu pribadi. Mikha menggambarkan
bahwa Mesias akan datang sebagai sosok yang sederhana, yang lahir di kota kecil
Betleham (Mi. 5:1).
7. Yeremia
Yeremia
adalah anak Hilkia. Ia berasal dari kota kecil Anatot (Yer. 1:1) sekitar tiga
mil sebelah Timur Laut Yerusalem. Yeremia dipanggil menjadi nabi ketika ia
masih muda dan belum pandai berbicara (Yer. 1:6), yaitu pada masa pemerintahan
raja Yosia tahun 627 SM. Yeremia dipanggil untuk mengabarkan hukuman yang akan
datang oleh Allah atas bangsa-Nya dan yang akan dilaksanakan dengan jatuhnya Yehuda
dan Yerusalem dengan pembuangan ke Babylon. Nabi ini sama seperti Hosea selalu
merasakan kasih Allah terhadap Israel dengan begitu kuat, dipakai sebagai
utusan Allah justru pada masa yang gelap itu. Kendati semuanya itu Yeremia
tetap percaya bahwa bangsa Israel dan Yehuda akan diselamatkan. Dia selalu
memanggil bangsanya untuk memperbaharui hati dan hidup mereka untuk kemuliaan
Allah.[15]
Nabi
Yeremia mengalami malapetaka tahun 587/586 SM, ketika Negara Yehuda, dibawah
pemerintahan raja Zedekia berakhir dan seluruh pemuka serta sebagian rakyat di
bawa ke pembuangan.[16]
Walaupun kerajaan Yehuda Hancur, Yeremia yakin bahwa Allah tidak akan
meninggalka Israel (Yer. 14:7-9, 21-22). Ia memberi semangat kepada bangsanya
dengan nubuat-nubuat yang diambilnya dari tradisi nabi-nabi yang lama. Di
antaranya dapat kita sebutkan, kalimat-kalimat keselamatan yang mesianis.
Pengharapan Mesias dalam kitab Yeremia lebih samar dari kitab Yesaya. Terutama
dimasa awal panggilannya, ia masih menunggu jawaban bangsa Yehuda apakah mau
atau tidak menaati Yahweh. Yeremia banyak mengaitkan nubuatannya pada tradisi
lamatentang penyelamatan dari Mesir, perjanjian di Sinai, dan penguasaan
Palestina. Jadi dengan kedatang Mesias, Yeremia mengharapkan kepulangan kaum
buangan dan kebangkitan kembali kerajaan Israel. Mesias yang akan akan datang
itu adalah tunas adil yang membawa hukum dan keadilan; yang bersalah akan
dihukum dan yang tidak bersalah akan dibebaskan serta ketenangan dan keamanan
akan dipulihkan.
8.
Yehezkiel.
K.
Begrich dalam bukunya mencoba menjelaskan bahwa sejarah bangsa Israel dan
sejarah monoteisme. Tatkala kerajaan Israel hancur, agama tetap hidup berkat
usaha para nabi yang melestarikan sisa-sisa nasionalisme. Nasinalisme Israel
ini berjalan dengan ikatan perjanjian dan teokrasi Allah atas Israel. Oleh
karena itu, eksistensi kerajaan berkaitan erat dengan nubuat tentang
pengharapan Mesias, maka kombinasi pengharapan mesianis/eskhatologi ini terkait
dengan keturunan wangssa Daud. Jadi, timbullah nubuat-nubuat yang menjanjikan
pemerintahan seorang keturunan Daud yang mempunyai kemampuan luar biasa seperti
wakil Allah yaitu Mesias. Yehezkiel mengharapkan penggenapan akan nubuatnya
terwujud dalam waktu yang tidak lama. Kerajaan ilahi yang dibayangkan Yehezkiel
tidak universal, karena ia masih melihat adanya kerajaan-kerajaan kafir.
9. Hagai
dan Zakharia.
Hagai
sangat yakin bahwa penggenapan janji Allah akan terlaksana dalam waktu singkat.
Hagai yakin bahwa dalam nama Zerubabel, keturunan Daud mempunyai peran besar dalam
kembalinya bangsa dan pembangunan bait Allah, akan wujud penggenapan masianis
bangsa Israel (Hag. 1:1-12; 2:21-24). Hagai dan Zakharia hidup pada jaman
ketika beberapa dari pengharapan ini digenapi. Mereka menganggap bahwa
pengharapan akan seorang penguasa dari keturunan Daud telah digenapi dalam diri
Zerubabel (Hag. 2:20; Za. 3:7; 4:6-10). Karena melihat pembangunan bait
Allah, maka Hagai yakin bahwa penggenapan janji dalam nubuat nabi-nabi dari
masa pra-pembangunan (Yeremia, Yehezkiel dan yesaya) yang berakar pada nubuat
nabi Natan (2 Sam. 7) akan terwujud pada masa hidupnya. Sebenarnya yang
terjadi meskipun orang-orang Yahudi diizinkan untuk kembali ke tanah air mereka
oleh Kaisar Persia, Koresy pada tahun 538 SM dan meskipun mereka melanjutkan
eksistensi sebagai umat Allah, banyak dari pengharapan-pengharapan yang telah
diungkapkan oleh para nabi itu tetap tidak digenapi.
2.5. Mesias dalam Perjanjian Baru.
Umat perjanjian Baru atau umat
Kristen meyakini bahwa Mesias yang dinubuatkan oleh para nabi dalam Perjanjian
Lama sudah tergenapi dalam diri Yesus Kristus. Yesus dianggap sebagai Mesias
yang dijanjikan oleh Allah. Kiranya perlu diperhatikan bahwa yang pokok dalam
paham Mesias Perjanjian Baru bukan segi politiknya. Hal ini dapat kita lihat
ketika orang banyak “hendak membawa Yesus dengan paksa untuk menjadikan Dia
sebagai raja, Ia menyingkir ke gunung, seorang diri (Yoh 6:15) Hal ini tentunya
bertolak belakang dengan pengahrapan akan Mesias dalam Perjanjian Lama yang
memandang Mesias yang akan datang itu sebagai seorang raja dalam arti politik.
Mesias ialah Yesus dari Nazaret, yang pada saat baptisan-Nya diurapi dengan Roh
Kudus dan dengan kuat-kuasa (Kis 10:38)
Yesus
sendiri jarang menyebut diri-Nya sebagai Kristus atau Mesias bahkan ia melarang
para murid-Nya untuk memberitahu kepada orang lain bahwa Ia adalah Mesias (bdk
Mrk 8:29-30). Alasan mengapa Yesus melarang para murid-Nya untuk memberitahu
identitas-Nya kepada orang lain tidak jelas. Yang jelas adalah bahwa ketika
Yesus berbicara tentang sengsara, wafat dan kebangkita-Nya, Petrus menarik dan
menegur Dia. Petrus tidak dapat menerima Mesias yang harus menderita Tetapi itu
harus diterima, sehingga Yesus menghardik Petrus kata-Nya: “Enyalah Iblis,
sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, tetapi apa yang
dipikirkan manusia”. Perkataan Yesus ini mau menonjolkan segi hubungan-Nya
dengan Allah[17],
bukan segi politik. Dalam peranan Mesias memang ada sedikit segi
politiknya, paling kurang segi publiknya. Akan tetapi “kuasa Mesias”
datang dari Allah.
2.5. Refleksi
Teologis Bagi Gereja saat ini.
Penharapan akan keselamatan yang
ditawarkan di dalam Perjanjian Lama adalah pengharapan mesianis, dimana Allah
berkarya memberi kasih karunia kepada bangsa Israel sejak bangsa itu diciptakan
sampai kepada keselamatan yang akan datang. Mesias adalah sosok yang dapat
membebaskan umat-Nya dari penderitaan yang akan memberikan keadilan dan
kebenaran terhadap umat-Nya. Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan melindungi,
memberkati, dan memberikan kehidupan kepada setiap ciptaan-Nya. Seperti dalam
Yesaya 7:14 “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu
pertanda: sesungguhnya akan lahir seorang anak laki-laki dan ia akan menamakan
dia Imanuel.” Allah sendiri akan menyertai Israel untuk melepaskannya bangsa
itu.
III. Kesimpulan.
Dari pemaparan diatas penulis dapat
menyimpulkan bahwa harapan adalah pengharapan akan sesuatu yang baik di
sepanjang kehidupan. Dimana masa hidup maka disitu ada pengharapan. Hidup yang
benar adalah dasar kita untuk berharap. Memiliki harapan untuk masa depan
menunjukkan bahwa ada sesuatu yanga baik dalam diri kita dimana harapan selalu
langsung ditujukan oleh manusia kepada Allah.
Kata Mesias diambil dari bahasa
Aram mesyiha, yaitu yang berarti “yang diurapi.” Pada awalnya
kata ini menunjuk kepada raja yang sedang berkuasa di Kerajaan Israel Raya,
terutama dari dinasti Daud. Kata yang berarti “diurapi” tersebut juga berarti
“orang yang akan menjadi juruselamat umatnya,” dalam Perjanjian Lama juga digunakan
untuk para raja-raja dan untuk imam-imam, terutama raja Daud dan para
penggantinya. (Yes. 45:1). Sesuai kebiasaan Israel kuno yang melihat tindakan
pengurapan sebagai pemilihan dan pengudusan Allah. Orang yang diurapi dianggap
sebagai milik Allah dan mendapat tugas khusus. Tokoh yang dilantik dengan
pengurapan biasanya raja dan imam, atau pun tokoh yang dipilih Allah
sendiri. Dalam Perjanjian Lama, istilah tersebut dikenakan kepada raja dan
orang-orang Yahudi yang diurapi saat peristiwa pelantikan dirinya (1 Sam. 10:1,
Mzm. 2:2). Dari berbagai alasan yang menyebabkan adanya pengharapan tersebut
diantaranya adalah karena Allah telah menjanjikan datangnya Juruselamat.
IV. Daftar
Pustaka.
1. The
Messiah in the Old testament, Michigan: Zondervan Publishing House, 1995
2. Kamus
Besar Bahasa Indonesia
3. Bakker,
F. L., Sejarah Kerajaan Allah 1, Jakarta: BPK-GM, 2007
4. Barth,
C., Teologi Perjanjian Lama 2, Jakarta: BPK-GM, 2009
5. Benson,
Clarence H., Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat
(Ayub-Maleakhi), Malang: Gandum Mas, 1997
6. Blommendal,
J., Pengantar Kepda Perjanjian Lama, Jakarta: BPK-GM, 2010
7. Brown,
Colin (Ed), The New International Dictionary of New Testament
Theology, Michigan: Grand Rapids, 1986
8. Browning,
W. R. F., Kamus Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2007
9. Darmawijaya, Jiwa
dan Semangat Perjanjian Lama 2, Yogyakarta: Kanisius, 1992
10. Darmawijaya, Warisan
Para Nabi, Yogyakarta: Kanisius, 1992
11. Guthrie,
Donald, Teologi Perjanjian Baru 1, Jakarta: BPK-GM, 1991
12. Kac,
Arthur Wm, The Messianic Hope, Michigan: Baker Book House, 1975
13. Kaiser,
Walter C., Teologi Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2013
14. Kittel,
Gerhard, Gerhard Friedrich (Ed), Theological Dictionary of The New
Testament
[1]. Kamus Besar Bahasa Indonesia
[2]. W. R. F.
Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2007), 331
[3]. Gerhard
Kittel, Gerhard Friedrich (Ed), Theological Dictionary of The New
Testament Vol. II, (Michigan: Grand Rapids), 523
[4]. S. M. Siahaan, Pengharapan Mesias
dalam Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM, 2008), 4
[5]. W. S. Lasor, dkk, Pengantar
Perjanjian Lama 2 (Sastra dan Nubuat), (Jakarta: BPK-GM,2011), 295
[6]. Darmawijaya, Jiwa dan Semangat
Perjanjian Lama 2, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 4-5
[7]. C. Barth, Teologi Perjanjian Lama
2, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 59
[8]. H. Rothlisberger, Firmanku Seperti
Api, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 130
[9]. Donald Guthrie, Teologi Perjanjian
Baru 1, (Jakarta: BPK-GM, 1991), 284-285
[10]. S. Wismoady Wahono, Disini
Ketemukan, (Jakarta:BPK-GM, 2011), 158
[11]. J. Blommendal, Pengantar Kepda
Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 128-129
[12]. S. Wismoady Wahono, Disini
Ketemukan, 160-161
[13]. H. Rothlisberger, Firmanku Seperti
Api, 19
[14]. W. S. Lasor, dkk, Pengantar
Perjanjian Lama 2 (Sastra dan Nubuat), 225
[15]. J. Blommendal, Pengantar Kepda
Perjanjian Lama, 116-117
[16]. Clarence H. Benson, Pengantar
Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat (Ayub-Maleakhi), (Malang: Gandum Mas,
1997), 48
[17]. Tom Jacobs, Perubahan dalam
perumusan iman akan Yesus Kristus, 78-79.