Arti Dan Makna Pengenapan Mesianis Dalam Perjanjian Baru

 


PENDALAMAN ARTI DAN MAKNA

PENGHARAPAN DAN PENGGENAPAN MESIANIS DALAM PERJANJIAN BARU

DAN REFLEKSINYA DALAM GEREJA MASA KINI

Ewen Josua Silitonga

 

I.   Pendahuluan.

Dalam kehidupan masa sekarang ini istilah mesias sangat di identikkan dengan Perjanjian Baru tanpa melihat peranan dari Perjanjian Lama. Kehadiran Mesias tidak asal datang begitu saja dalam Perjanjian Baru, tetapi peranan Perjanjian Lama sangat penting. Karena di dalam Perjanjian Lama nubuatan tentang akan kehadiran seorang Mesias telah diberitakan dan telah digenapi dalam perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Lama telah disampaikan nubuatan tentang seorang yang akan menghukum dan memerintah di dalam keadilan dan kebenaran. Dalam kaitan dengan hal itu maka kita akan membahas hal tersebut dalam sajian ini.

 

II.   Pembahasan.

2.1. Arti dan Makna Pengharapan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengharapan sama dengan harap atau harapan yang artinya selalu berharap; selalu rindu (akan); selalu menanti; sesuatu yang (dapat) diharapkan. Nabi-nabi.[1] Perjanjian Lama mengajarkan bahwa setiap harapan akan masa depan yang memuaskan tergantung pada kesetiaan umat Israel kepada Allah. Sebaliknya, jika mereka tidak setia yang akan terjadi adalah kekacauan dan bencana.[2] Harapan alkitabiah tidak dapat terlepas dari iman kepada Tuhan. Berdasarkan apa yang telah Allah perbuat pada waktu yang lampau, terutama persiapan kedatangan Kristus, dan berdasarkan apa yang telah Allah perbuat melalui Kristus, maka orang Kristen walupun belum melihatnya, berani mengharapkan berkat-berkat pada masa datang. Dalam Perjanjian Lama pengharapan salah satu dari baik atau buruk, harapan atau kutuk. Pengharapan terhadap suatu yang baik dihubungkan dengan kepercayaan dan pengharapan yang merupakan hasrat atau kerinduan dimana unsur kesabaran dalam menunggu atau melarikan diri ketempat perlindungan itulah yang sangat ditekankan. Harapan adalah pengharapan akan sesuatu yang baik di sepanjang kehidupan. Dimana masa hidup maka disitu ada pengharapan. Hidup yang benar adalah dasar kita untuk berharap. Memiliki harapan untuk masa depan menunjukkan bahwa ada sesuatu yanga baik dalam diri kita dimana harapan selalu langsung ditujukan oleh manusia kepada Allah. Jadi pengharapan kepada Allah adalah melepaskan dari keadaan sukar dan lebih spesifik lagi bahwa dalam pengharapan itu ada pemikiran atau pemahaman akan sesuatu pertolongan yang eskatologis yang akan meletakkan dan mengakhiri semua kesukaran-kesukaran kita. Pendirian dalam kesukaran dan kepercayaan mungkin akan bertambah dan diekpresiasikan dalam realitas bahwa segala yang ada adalah hanya sementara dan itu akan semakin bertambah dalam pengharapan yang eskhatologis pada masa depan.[3]

 

            2.2.  Arti dan Makna Mesias.

Menurut etimologi katanya, kata Mesias berasal dari bahasa Ibrani yaitu “masah” (מָשַׁח)     berarti “yang diurapi.” Pada awalnya kata ini menunjuk kepada raja yang sedang berkuasa di Kerajaan Israel Raya, terutama dari dinasti Daud.[4] Dalam bahasa Yunani, Mesias diterjemahkan   khristos” (diurapi) dan dari kata itulah timbul kata Kristus. Kata Mesias dan Kristus memiliki arti dasar yang sama yaitu orang yang akan menjadi juruselamat umat-Nya.[5] Kata yang berarti “diurapi” tersebut juga berarti “orang yang akan menjadi juruselamat umatnya,” dalam Perjanjian Lama juga digunakan untuk para raja-raja dan untuk imam-imam, terutama raja Daud dan para penggantinya, (Yes. 45:1). Dalam pengharapan eskatologis, diharapkan seorang yang kelak akan memerintah dalam keadilan dan dalam damai (Yes.11:1-5). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Allah yang turun tangan dalam sejarah keselamatan manusia, yang dinyatakan didalam Kristus.   

 

2.3.  Pengharapan Akan Mesias Dalam Perjanjian Lama.

Pengharapan Mesias pada Perjanjian Lama bukanlah tanpa alasan, dari berbagai alasan yang menyebabkan adanya pengharapan tersebut diantaranya adalah karena Allah telah menjanjikan datangnya Juruselamat. Karena bangsa Israel menginginkan sosok yang membawa keselamatan serta membebaskan mereka dari musuh-musuh. Asal-usul adanya Mesias dapat ditelusuri dari gagasan adanya raja yang ilahi. Pengharapan akan Mesias itu timbul karena penglihatan gambaran raja keturunan Daud yang pada raja-raja masa mendatang. Pernyataan tersebut adalah berdasar pada nubuat nabi-nabi sebelum masa pembuangan yang terkait dengan nubuat Natan dalam 2 Samuel 7.

Nubuatan nabi Natan tersebutlah yang semakin berkembang dan diinterpretasikan ulang oleh para nabi kemudian sehingga timbul gagasan dan pengharapan mesianis. Memang para nabi semakin jelas menunjuk pada kedatangan seorang mesias, tetapi tanpa menggunakan istilah mesias secara langsung. Antara lain diantara beberapa bagian Perjanjian Lama sering disebutkan bahwa dinasti Daud akan abadi, tanpa menyebut nama seorang putra ataupun keturunan Daud (bnd. 2 Sam. 7:12-17, Yer 33:17, Mzm. 88:4, 29; 18:5).[6] Penantian seorang raja adil yang akan diangkat Tuhan memainkan peranan yang yang semakin besar di dalam kepercayaan mereka, terutama para nabi pada jaman raja-raja itulah yang membangkitkan dan mengembangkan penantian yang biasa disebut penantian Mesias. Berkaitan dengan hal ini maka Tuhan Allah Israel mengkehendaki suatu pemerintahan yang adil, sehingga ia berulang-ulang mengambil tindakan mengangkat raja-raja dan melenyapkan raja-raja.[7] Kawanan domba yang ditindas dan diperas oleh gembala-gembala akan diberi seorang gembala yang baik. Raja Israel yang tetap mendurhaka dan oleh sebab itu mendatangkan hukuman Tuhan, akan diganti oleh raja yang adil dan sempurna. Dosa yang menjerumuskan manusia ke dalam kecelakaan, ditanggung oleh seorang hamba Tuhan yang menderita dan mati untuk manusia.[8]

 

2.4.      Pengharapan Mesias oleh Para Nabi.

Janji tentang kedatangan mesias suadah sejak jaman Hawa ketika masih berada di taman Eden. Ia akan meremukkan kepala ular (Kej. 3:15). Allah juga telah memberikan janji kedatangan mesias pada Sem, Abraham, Ishak, dan Yakub.

1. Raja Daud.

Gagasan pengharapan bangsa Isael juga diberitakan kepada raja Daud, hal ini dapat ditelusuri dari janji Allah kepada Daud dalam 2 Sam. 7:16 “keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya dihadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya.” Janji ini merupakan dasar nubuat dari para nabi yang berhubungan dengan kerajaan Mesias dan menjelaskan bagaimana pengharapan akan kerajaan yang dipulihkan dibawah Mesias dapat dilihat sebagai penggenapan dari janji ilahi kepada Daud. Para orang Isreal mengharapkan seorang keturunan Daud, bukan suatu makhluk ilahi. Orang itu sering disebut “Daud” (Yer. 30:9: Yeh. 34:23-24; 37:24; Hos. 3:5), sesuai dengan cara Ibrani menggunakan nama nenek moyangnya sebagai sebutan untuk keturunan-keturunannya. Sejajar dengan hal ini ada gagasan mengenai akan datangnya tunas bagi Daud (Yer. 33:15). Dengan Daud-lah Allah akan membuat Perjanjian. Daud menjadi istilah yang berarti Israel yang dipulihkan. Gagasan mengenai raja keturunan Daud itu tentu berkaitan dengan mesias secara politik, karena itu tidak dapat disangkal bahwa dalam agama Yahudi pada masa Yesus dan perkembangan jemaat Kristen, ada kepercayaan bahwa Mesias yang akan datang itu mempunyai hubungan yang erat dengan Daud.[9]

2.       Natan

Setelah Daud membangun bait suci bagi Tuhan, nabi Natan diutus Tuhan untuk menyampaikan janji Allah kepada Daud bahwa sang Mesias akan barasal dari keturunannya, sebagai raja abadi, seperti dikatakan Tuhan, “Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan tahta kerajaannya untuk selamanya” (2 Sam. 7:13).

3.       Amos

Nabi Amos berasal dari Tekoa, dia dipanggil Allah menjadi nabi di kerajaan Utara menjelang akhir pemerintahan raja Yerobeam II.[10] Dimana Amos memberitakan sesuatu yang baru bagi Israel, yaitu Allah akan menghukum bangsa-Nya; hari Tuhan bukanlah suatu hari keselamatan bagi Israel, melainkan hari pengadilan dan penghukuman. Amos diutus untuk sesuatu yang penting yaitu mengenai hukuman dan keselamatan. Amos memandang Allah sebagai Tuhan yang berdaulat atas seluruh bumi. Ia bukan hanya sebagai pelepas Israel dari Mesir, melainkan bangsa lain. Oleh karena itu, bangsa itu harus memenuhi standar keadilan Allah. Setiap bangsa yang gagal memenuhi standar itu maka akan mendapat hukuman, bukan oleh dewa-dewa mereka sendiri, melainkan oleh satu-satunya Allah yaitu, Yahweh.[11] Dari pengalaman Amos bisa dijelaskan bahwa bagi Amos susunan masyarakat dan sistem yang berlaku dilihat hal yang pantas dihancurkan, perlu ada perubahan mendasar sehingga Israel menjadi sebagai tembok yang runtuh dan perlu dibangun serba baru.

 4.       Hosea

Nabi Hosea adalah nabi setelah nabi Amos muncul dan masa kerjanya jauh lebih panjang ketimbang Amos. Latar belakang pribadi Hosea sangat berbeda dengan Amos namun berita yang disampaikan sangat mirip dengan berita dari nabi Tokea.[12] Kepada Nabi Hosea Tuhan menyuruh sesuatu yang sangat menyolok, yaitu: “pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakkanlah anak-anak sundal.” Kepada anaknya juga harus diberi nama yang istimewa yang telah ditentukan Tuhan sendiri.[13]

  5. Yesaya

Nabi Yesaya memulai pelayanannya di Yehuda setelah meninggalnya raja Uzia (740 SM) sampai pemerintahan raja Yotam (740-733 SM), Ahas (733-714 SM0, dan Hiskia (714-696 SM). Nabi Yesaya adalah seorang nabi yang berpendidikan dan mengenal keluarga raja dan memberikan nasehat secara nubuat kepada raja yang memerintah Yehuda mengenai politik Negara.[14] Walaupun Yesaya mengetahui rencana kehancuran Yehuda, tetapi ia tetap berpegang pada harapan bahwa penguasa masa depan yang akan diurapi akan datang dan akan berasal dari keturunan Daud. Yesaya menubuatkan bahwa Mesias akan lahir dari seorang perawan (Yes. 7:14) dan ini digenapi dalam Mat. 1:23. Nubuat ini telah dinubuatkan Yesaya kurang lebih 700 tahun sebelum Yesus Lahir. Mesias dinyatakan dalam Yes. 7:14 layak mendapat gelar Imanuel yang berarti Allah menyertai kita. Dalam Yes 9:5, Anak yang lahir, putera yang diberikan, diuraikan sebagai “Allah yang perkasa, Bapa yang kekal, Raja damai.” Dinubuatkan Yesaya bahwa Mesias akan memerintah atas sisa bangsa yang selamat dengan hukum dan keadialan. Ia akan dipenuhi oleh Roh Allah (Yes. 7:13; 9:5-6; 11:1-9).

 6.  Mikha.

Nabi Mikha menubuatkan bahwa Mesias tidak hanya berkuasa atas Israel dan Yehuda, tetapi pemerintahannya akan sampai ke ujung bumi (Mi. 5:1-4). Mikha menguraikan bahwa Anak anak yang akan lahir itu sebagai seorang yang permulaannya sejak purbakala, sejak dahulu kala. Pernyataan ini merupakan pernyataan yang kuat tentang keberadaan sang Mesias sebelum Ia lahir kedunia. Gabungan kesaksian diatas ini dengan kesaksian-kesaksian lainnya memastikan hanya bila Ia datang, Mesias itu adalah Allah dan Manusia di dalam satu pribadi. Mikha menggambarkan bahwa Mesias akan datang sebagai sosok yang sederhana, yang lahir di kota kecil Betleham (Mi. 5:1). 

7. Yeremia

Yeremia adalah anak Hilkia. Ia berasal dari kota kecil Anatot (Yer. 1:1) sekitar tiga mil sebelah Timur Laut Yerusalem. Yeremia dipanggil menjadi nabi ketika ia masih muda dan belum pandai berbicara (Yer. 1:6), yaitu pada masa pemerintahan raja Yosia tahun 627 SM. Yeremia dipanggil untuk mengabarkan hukuman yang akan datang oleh Allah atas bangsa-Nya dan yang akan dilaksanakan dengan jatuhnya Yehuda dan Yerusalem dengan pembuangan ke Babylon. Nabi ini sama seperti Hosea selalu merasakan kasih Allah terhadap Israel dengan begitu kuat, dipakai sebagai utusan Allah justru pada masa yang gelap itu. Kendati semuanya itu Yeremia tetap percaya bahwa bangsa Israel dan Yehuda akan diselamatkan. Dia selalu memanggil bangsanya untuk memperbaharui hati dan hidup mereka untuk kemuliaan Allah.[15]

Nabi Yeremia mengalami malapetaka tahun 587/586 SM, ketika Negara Yehuda, dibawah pemerintahan raja Zedekia berakhir dan seluruh pemuka serta sebagian rakyat di bawa ke pembuangan.[16] Walaupun kerajaan Yehuda Hancur, Yeremia yakin bahwa Allah tidak akan meninggalka Israel (Yer. 14:7-9, 21-22). Ia memberi semangat kepada bangsanya dengan nubuat-nubuat yang diambilnya dari tradisi nabi-nabi yang lama. Di antaranya dapat kita sebutkan, kalimat-kalimat keselamatan yang mesianis. Pengharapan Mesias dalam kitab Yeremia lebih samar dari kitab Yesaya. Terutama dimasa awal panggilannya, ia masih menunggu jawaban bangsa Yehuda apakah mau atau tidak menaati Yahweh. Yeremia banyak mengaitkan nubuatannya pada tradisi lamatentang penyelamatan dari Mesir, perjanjian di Sinai, dan penguasaan Palestina. Jadi dengan kedatang Mesias, Yeremia mengharapkan kepulangan kaum buangan dan kebangkitan kembali kerajaan Israel. Mesias yang akan akan datang itu adalah tunas adil yang membawa hukum dan keadilan; yang bersalah akan dihukum dan yang tidak bersalah akan dibebaskan serta ketenangan dan keamanan akan dipulihkan.

8. Yehezkiel.

K. Begrich dalam bukunya mencoba menjelaskan bahwa sejarah bangsa Israel dan sejarah monoteisme. Tatkala kerajaan Israel hancur, agama tetap hidup berkat usaha para nabi yang melestarikan sisa-sisa nasionalisme. Nasinalisme Israel ini berjalan dengan ikatan perjanjian dan teokrasi Allah atas Israel. Oleh karena itu, eksistensi kerajaan berkaitan erat dengan nubuat tentang pengharapan Mesias, maka kombinasi pengharapan mesianis/eskhatologi ini terkait dengan keturunan wangssa Daud. Jadi, timbullah nubuat-nubuat yang menjanjikan pemerintahan seorang keturunan Daud yang mempunyai kemampuan luar biasa seperti wakil Allah yaitu Mesias. Yehezkiel mengharapkan penggenapan akan nubuatnya terwujud dalam waktu yang tidak lama. Kerajaan ilahi yang dibayangkan Yehezkiel tidak universal, karena ia masih melihat adanya kerajaan-kerajaan kafir.

9.  Hagai dan Zakharia.

Hagai sangat yakin bahwa penggenapan janji Allah akan terlaksana dalam waktu singkat. Hagai yakin bahwa dalam nama Zerubabel, keturunan Daud mempunyai peran besar dalam kembalinya bangsa dan pembangunan bait Allah, akan wujud penggenapan masianis bangsa Israel (Hag. 1:1-12; 2:21-24). Hagai dan Zakharia hidup pada jaman ketika beberapa dari pengharapan ini digenapi. Mereka menganggap bahwa pengharapan akan seorang penguasa dari keturunan Daud telah digenapi dalam diri Zerubabel (Hag. 2:20; Za. 3:7; 4:6-10). Karena melihat pembangunan bait Allah, maka Hagai yakin bahwa penggenapan janji dalam nubuat nabi-nabi dari masa pra-pembangunan (Yeremia, Yehezkiel dan yesaya) yang berakar pada nubuat nabi Natan (2 Sam. 7) akan terwujud pada masa hidupnya. Sebenarnya yang terjadi meskipun orang-orang Yahudi diizinkan untuk kembali ke tanah air mereka oleh Kaisar Persia, Koresy pada tahun 538 SM dan meskipun mereka melanjutkan eksistensi sebagai umat Allah, banyak dari pengharapan-pengharapan yang telah diungkapkan oleh para nabi itu tetap tidak digenapi.

 

2.5. Mesias dalam Perjanjian Baru.

            Umat perjanjian Baru atau umat Kristen meyakini bahwa Mesias yang dinubuatkan oleh para nabi dalam Perjanjian Lama sudah tergenapi dalam diri Yesus Kristus. Yesus dianggap sebagai Mesias yang dijanjikan oleh Allah. Kiranya perlu diperhatikan bahwa yang pokok dalam paham Mesias Perjanjian Baru bukan segi politiknya. Hal ini dapat kita lihat ketika orang banyak “hendak membawa Yesus dengan paksa untuk menjadikan Dia sebagai raja, Ia menyingkir ke gunung, seorang diri (Yoh 6:15) Hal ini tentunya bertolak belakang dengan pengahrapan akan Mesias dalam Perjanjian Lama yang memandang Mesias yang akan datang itu sebagai seorang raja dalam arti politik. Mesias ialah Yesus dari Nazaret, yang pada saat baptisan-Nya diurapi dengan Roh Kudus dan dengan kuat-kuasa (Kis 10:38)

Yesus sendiri jarang menyebut diri-Nya sebagai Kristus atau Mesias bahkan ia melarang para murid-Nya untuk memberitahu kepada orang lain bahwa Ia adalah Mesias (bdk Mrk 8:29-30). Alasan mengapa Yesus melarang para murid-Nya untuk memberitahu identitas-Nya kepada orang lain tidak jelas. Yang jelas adalah bahwa ketika Yesus berbicara tentang sengsara, wafat dan kebangkita-Nya, Petrus menarik dan menegur Dia. Petrus tidak dapat menerima Mesias yang harus menderita Tetapi itu harus diterima, sehingga Yesus menghardik Petrus kata-Nya: “Enyalah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, tetapi apa yang dipikirkan manusia”. Perkataan Yesus ini mau menonjolkan segi hubungan-Nya dengan Allah[17], bukan segi politik. Dalam peranan Mesias memang ada sedikit segi politiknya, paling kurang  segi publiknya. Akan tetapi “kuasa Mesias” datang dari Allah.

 

 

 

2.5.  Refleksi Teologis Bagi Gereja saat ini.

Penharapan akan keselamatan yang ditawarkan di dalam Perjanjian Lama adalah pengharapan mesianis, dimana Allah berkarya memberi kasih karunia kepada bangsa Israel sejak bangsa itu diciptakan sampai kepada keselamatan yang akan datang. Mesias adalah sosok yang dapat membebaskan umat-Nya dari penderitaan yang akan memberikan keadilan dan kebenaran terhadap umat-Nya. Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan melindungi, memberkati, dan memberikan kehidupan kepada setiap ciptaan-Nya. Seperti dalam Yesaya 7:14 “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: sesungguhnya akan lahir seorang anak laki-laki dan ia akan menamakan dia Imanuel.” Allah sendiri akan menyertai Israel untuk melepaskannya bangsa itu.

 

III. Kesimpulan.

Dari pemaparan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa harapan adalah pengharapan akan sesuatu yang baik di sepanjang kehidupan. Dimana masa hidup maka disitu ada pengharapan. Hidup yang benar adalah dasar kita untuk berharap. Memiliki harapan untuk masa depan menunjukkan bahwa ada sesuatu yanga baik dalam diri kita dimana harapan selalu langsung ditujukan oleh manusia kepada Allah.

Kata Mesias diambil dari bahasa Aram mesyiha, yaitu  yang berarti “yang diurapi.” Pada awalnya kata ini menunjuk kepada raja yang sedang berkuasa di Kerajaan Israel Raya, terutama dari dinasti Daud. Kata yang berarti “diurapi” tersebut juga berarti “orang yang akan menjadi juruselamat umatnya,” dalam Perjanjian Lama juga digunakan untuk para raja-raja dan untuk imam-imam, terutama raja Daud dan para penggantinya. (Yes. 45:1). Sesuai kebiasaan Israel kuno yang melihat tindakan pengurapan sebagai pemilihan dan pengudusan Allah. Orang yang diurapi dianggap sebagai milik Allah dan mendapat tugas khusus. Tokoh yang dilantik dengan pengurapan biasanya raja dan imam, atau pun tokoh yang dipilih  Allah sendiri. Dalam Perjanjian Lama, istilah tersebut dikenakan kepada raja dan orang-orang Yahudi yang diurapi saat peristiwa pelantikan dirinya (1 Sam. 10:1, Mzm. 2:2). Dari berbagai alasan yang menyebabkan adanya pengharapan tersebut diantaranya adalah karena Allah telah menjanjikan datangnya Juruselamat.

 

IV.  Daftar Pustaka.

1.      The Messiah in the Old testament, Michigan: Zondervan Publishing House, 1995

2.      Kamus Besar Bahasa Indonesia

3.      Bakker, F. L., Sejarah Kerajaan Allah 1, Jakarta: BPK-GM, 2007

4.      Barth, C., Teologi Perjanjian Lama 2, Jakarta: BPK-GM, 2009

5.      Benson, Clarence H., Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat (Ayub-Maleakhi), Malang: Gandum Mas, 1997

6.      Blommendal, J., Pengantar Kepda Perjanjian Lama, Jakarta: BPK-GM, 2010

7.      Brown, Colin (Ed), The New International Dictionary of New Testament Theology, Michigan: Grand Rapids, 1986

8.      Browning, W. R. F., Kamus Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2007

9.      Darmawijaya, Jiwa dan Semangat Perjanjian Lama 2, Yogyakarta: Kanisius, 1992

10.  Darmawijaya, Warisan Para Nabi, Yogyakarta: Kanisius, 1992

11.  Guthrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru 1, Jakarta: BPK-GM, 1991

12.  Kac, Arthur Wm, The Messianic Hope, Michigan: Baker Book House, 1975

13.  Kaiser, Walter C., Teologi Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2013

14.  Kittel, Gerhard, Gerhard Friedrich (Ed), Theological Dictionary of The New Testament 

 



[1]. Kamus Besar Bahasa Indonesia

[2].  W. R. F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2007), 331

 

[3]. Gerhard Kittel, Gerhard Friedrich (Ed), Theological Dictionary of The New Testament Vol. II, (Michigan: Grand Rapids), 523

[4]. S. M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM, 2008), 4

[5]. W. S. Lasor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama 2 (Sastra dan Nubuat), (Jakarta: BPK-GM,2011), 295

[6]. Darmawijaya, Jiwa dan Semangat Perjanjian Lama 2, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 4-5

[7]. C. Barth, Teologi Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 59

[8]. H. Rothlisberger, Firmanku Seperti Api, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 130

 

[9]. Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, (Jakarta: BPK-GM, 1991), 284-285

[10]. S. Wismoady Wahono, Disini Ketemukan, (Jakarta:BPK-GM, 2011), 158

[11]. J. Blommendal, Pengantar Kepda Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 128-129

[12]. S. Wismoady Wahono, Disini Ketemukan, 160-161

[13]. H. Rothlisberger, Firmanku Seperti Api, 19

[14]. W. S. Lasor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama 2 (Sastra dan Nubuat), 225

[15]. J. Blommendal, Pengantar Kepda Perjanjian Lama, 116-117

[16]. Clarence H. Benson, Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat (Ayub-Maleakhi), (Malang: Gandum Mas, 1997), 48

[17]. Tom Jacobs, Perubahan dalam perumusan iman akan Yesus Kristus, 78-79.

 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url