Misi Dalam Perjanjian Baru

 


Menggali makna misi dan perannya secara kontekstual dalam Perjanjian Baru dan Refleksiya dalam era digital saat ini

Ewen Josua Silitonga

 

I.                   PENDAHULUAN

Dalam situasi saat sekarang ini untuk menjalankan misi yang kontekstual, gereja harus belajar teknologi terkini. Selanjutnya dengan menggunakan teknologi yang terkini maka gereja saat ini dapat bermisi menjangkau seluruh dunia. Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba menggali makna misi dan perannya secara kontekstual dalam Perjanjian Baru dan refleksinya dalam era digital saat ini. Semoga apa yang saya paparkan ini bisa menambahi wawan dan pemahaman kita.

 

II.                PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Misi

Kata misi berasal dari bahasa Latin yaitu “missio” yang mempunyai arti pengutusan. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “mission” yang diterangkan sebagai the action of sending or delegated by authority/persons sent, etc.  Kata mission tersebut dipakai untuk menerangkan kehendak Tuhan, yang dimana kehendak Tuhan itu sendiri adalah penyelamatan atas manusia yang telah terjatuh ke dalam belenggu dosa.[1] Kalangan Gereja pada dasarnya menggunakan kata mittere (mitto, missi, missium) yang mempunyai beberapa pengertian dasar:[2] (1) membuang, menembak, membentuk, (2) mengutus, mengirim, (3) membiarkan pergi, melepaskan pergi, (4) mengambil, menyadap, membiarkan mengalir (darah).[3]Sedangkan menurut KBBI, misi merupakan tugas yang dirasakan orang sebagai suatu kewajiban untuk melakukannya demi agama, ideologi, patriotisme.[4] Pada hakikatnya misi adalah usaha untuk menyampaikan injil kepada manusia yang masih berada di luar keselamatan karena belum mendengar dan  belum menerima injil.[5]

Berangkat dari pengertian misi yakni sebagai “pengutusan”, muncul dua istilah yakni Missio Dei (misi Allah) dan Missio Christi. Yang mana Missio Dei memberikan kabar baik bahwa Allah adalah Allah untuk manusia. Misi Allah diungkapkan melalui keseluruhan pekerjaanNya untuk menyelamatkan dunia dan segala isinya. Kepedulian Allah terhadap manusia dan segala ciptaanNya diwujudkan dengan cara mengutus Yesus Kristus untuk keselamatan dunia. Jadi, misi dapat diartikan sebagai tugas yang berasal dari Allah sendiri untuk menyelamatkan dunia dan diamanatkan kepada gereja yang sekaligus menjadi tugas dan panggilan gereja di tengah-tengah dunia ini.  Karena itu gereja sebagai persekutuan orang percaya harus ikut dalam panggilan bermisi, ikut berkarya dalam mengabarkan kabar sukacita dari Allah kepada dunia.

 

2.2.Landasan Misi Dalam Alkitab

2.2.1.      Perjanjian Lama

Dalam Perjanjian lama (Kaj. 1:28) Adam diberi mandat misi untuk memenuhi, menguasai, dan menaklukkan bumi bagi kemuliaan Tuhan. Tuhan memberi tanggung jawab sebagai mandat untuk dilakukan Adam dalam mewujudkan damai sejahtera atau syalom.[6] Pemberian mandat dan tanggung jawab dari Allah kepada orang yang dipilihNya merupakan tugas misi Allah untuk kesejahteraan umat manusia dan segala ciptaanNya. Begitu juga Tuhan benar-benar memperhatikan dunia melalui Abram (Kej.12: 1-3) atau Israel (Kel. 19: 6).Pemilihan Israel nampak sebagai lanjutan karya Allah kepada bangsa-bangsa sehingga pemilihan Israel tidak sekali-kali bertujuan egoisme-keselamatan melainkan universalisme-keselamatan artinya Allah mengarahkan pandangannya kepada seluruh dunia. Allah berperan sebagai pencipta dunia (Kej. 1, Mzm. 8, 19), tuan atas sejarah (Kej. 12, Kel. 1, Ul. 2, Am. 9) serta penyelamat segala bangsa. Keselamatan Allah terbuka untuk seluruh umat manusia, bangsa-bangsa menantikan Yahwe dan percaya kepadaNya (Yes. 51), kemuliaanNya akan disingkapkan kepada mereka semua (Yes. 40). Semua penjuru bumi dipanggil untuk memandang kepada Allah dan diselamatkan (Yes. 45, 22), bangsa-bangsa akan menyembah di Bait Allah di Yerusalem, tempat kudus dari seluruh dunia, bersama-sama dengan umat perjanjian (Mzm. 96,9). Allah Israel, Allah seluruh dunia merupakan missionaris dalam Perjanjian Lama, Allah sendiri yang membawa bangsa-bangsa ke Yerusalem untuk menyembahNya bersama-sama dengan umat perjanjianNya. Bila bangsa-bangsa pun datang, itu karena Allah yang membawa mereka masuk (sentripetal) atau kehendak Allah sendiri bukan bangsa pilihan yang membawa mereka tetapi bangsa pilihan menjadi saksi kebesaran dan kemahakuasaan Allah, kemuliaan Allah terpancar dari bangsa yang istimewa tersebut. Allah adalah pusat pemberitaan keselamatan. Bangsa-bangsa menantikan Yahweh dan menaruh percaya kepadaNya (Yes. 51: 5). kemuliaanNya akan disingkapkan kepada mareka semua (Yes. 40:5). Semua penjuru bumi dipanggil untuk memandang kepada Allah dan diselamatkan (Yes. 45: 22).[7] Dalam hal ini adalah umat Israel, dipilih sebagai alatNya. Sebab mereka adalah pewaris janji yang telah lama dinyatakanNya kepada leluhurnya (Abraham, Ishak, dan Yakub). Kehendak Tuhan di dalam memulihkan kejatuhan manusia semakin tampak terang dengan panggilan Abraham, Kejadian 12:1-3. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa bangsa Israel adalah alat Tuhan.[8] Dan karena itu pula ia (umat Israel) mempunyai keunikan status dan peran istimewa bagi bangsa-bangsa diseluruh muka bumi melalui Abraham. Abraham diperintahkan untuk pergi ke negeri lain agar keselamatan dari Allah dapat disaksikan oleh orang lain dan kesaksian Abraham tentang kasih Allah diwujudkan dalam ketaatannya kepada Printah Tuhan. Dan Tuhan menjanjikan perlindungan kepada Abraham dan keturunannya (Kejadian 15:14)[9]

Kejadian 9:8-11: Berfirmanlah Allah kepada Nuh dan kepada anak-anaknya yang bersama-sama dengan dia:"Sesungguhnya Aku mengadakan perjanjian-Ku dengan kamu dan dengan keturunanmu dan dengan segala makhluk hidup yang bersama-sama dengan kamu: burung-burung, ternak dan binatang-binatang liar di bumi yang bersama-sama dengan kamu, segala yang keluar dari bahtera itu, segala binatang di bumi, Maka Kuadakan perjanjian-Ku dengan kamu, bahwa sejak ini tidak ada yang hidup yang akan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak akan ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi. Motivasi misi disini dapat kita melihat bahwa kasih Allah menyertai mereka karena dia sudah berjanji untuk menyertai mereka dan tidak akan mendatangkan air bah lagi.

Yosua 4:22-24  maka haruslah kamu beritahukan kepada anak-anakmu, begini: Israel telah menyeberangi sungai Yordan ini di tanah yang kering,sebab TUHAN, Allahmu, telah mengeringkan di depan kamu air sungai Yordan, sampai kamu dapat menyeberang seperti yang telah dilakukan TUHAN, Allahmu, dengan Laut Teberau, yang telah dikeringkan-Nya di depan kita, sampai kita dapat menyeberang, supaya semua bangsa di bumi tahu, bahwa kuat tangan TUHAN, dan supaya mereka selalu takut kepada TUHAN, Allahmu. Motivasi misi di ayat ini adalah Kasih Allah karena oleh karena kasihNya lah bangsa Israel dapat menyeberang, supaya semua bangsa di bumi tahu, bahwa kuat tangan TUHAN, dan supaya mereka selalu takut kepada TUHAN, Allahmu.

Berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa dalam Perjanjian Lama misi Allah telah dilaksanakan untuk memberitakan keselamatan dan berkat bagi Tuhan kepada semua manusia dan seluruh ciptaanya. Allah memanggil orang yang dianggap mampu untuk melakukan misiNya agar keselamatan dari Allah dapat dilihat dan dialami orang lain.

 

2.2.2.      Perjanjian Baru

Istilah misi (Mission) berasal dari bahasa latin “missio” yang diangkat dari kata dasar “mittere” yang berkaitan dengan kata “missum” yang artinya “to send” (mengirim/mengutus). Padanan dari kata ini dalam Bahasa Yunani ialah “apostello”. Apostello ini tidak berarti mengirim/kirim (pempo) secara umum. Istilah ini lebih berarti mengirim dengan otoritas. Di sini, yang dikirim, diutus dengan otoritas dari yang mengirim untuk tujuan kusus yang akan dicapai. Tekanan penting dari “misi atau pengutusan Allah” berbicara tentang Allah sebagai pengutus, dimana Ia adalah sumber, inisiator, dinamisator, pelaksana, dan penggenap misiNya.[10]

Secara substansial, antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak berbeda. Hakikat misi adalah kepedulian Tuhan atas ciptaanNya (yang telah jatuh). Perbedaanya hanya terletak pada (dalam cara) bagaimana Tuhan menyatakan kepedulianNya itu. Di masa Perjanjian Lama Israel secara eksplisit khusus sebagai arena kegiatan (misi) Tuhan yang, orientasinya adalah mencakup segenap kaum di muka bumi. Sementara pada masa Perjanjian Baru (PB), peran kekhususan Israel itu telah diambil alih oleh komunitas baru (gereja Tuhan) yang terdiri dari berbagai bangsa, Matius 21: 43. Itu berarti hidup orang percaya (gereja) bernilai misi bagi misiNya.[11]

Matius 9:37-38: Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit.Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." Motivasi misi disini adalah pembangunan kerejaan Allah (pertumbuhan gereja) karena Allah mengatakan bahwa "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit.Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu."

Matius 28:18-20: Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah  mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." Motivasi misi disini adalah murid-murid Tuhan Yesus diperintahkan untuk mengabarkan kabar baik (Injil) kepada seluruh bangsa, bahwa Tuhan Yesus-lah Juruselamat manusia yang datang untuk menyelamatkan umat yang percaya kepada-Nya. Hal ini juga tugas kita sekarang sebagai umat yang percaya untuk memberitakan kabar baik ini keseluruh bangsa. Dan ini bukan hanya tugas para murid-murid Yesus saja, tetapi kita juga anak-anak Allah. Dalam hal ini juga kita disuruh untuk membawa mereka kepada-Nya melalui baptisan kudus di dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Dan untuk mengajari mereka ke jalan Tuhan kita Yesus Kristus, supaya mereka percaya dan memperoleh keselamatan yang dari pada-Nya. Dan bagi pekabar Injil atau pemberita kerajaan Allah, maka Dia berjanji akan Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. Oleh karena itu kita tidak perlu takut sebab Tuhan selalu memberkati dan selalu menyertai kita senantiasa, serta Tuhan memcukupkan segala sesuatu yang kita perlukan.

Markus 10:29-30: Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal. Motivasi misi disini adalah hutang budi karena Tuhan jelas mengatakan bahwa sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal.

Markus 16:15: Lalu Ia berkata kepada mereka: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Motivasi Misi disini adalah Yesus berkata Pergilah, beritakanlah Injil. Ini merupakan amanat yang di berikan kepada kita untuk memberitakan Injil kepada segala makhluk. Hal ini haruslah kita laksanakan sebagai pelayan dan anak-anak-Nya. Supaya setiap maklhuk mendengar kabar baik (Injil) kerajaan Allah dan keselamatan yang dari pada-Nya. Sehingga oleh pemberitaan nama-Nya semua orang mamperoleh keselamatan karena sudah percaya kepada-Nya. Sehingga semua makhluk bersukacita karena injil kerajaan Allah

Lukas 9:2-3: Dan Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang, kata-Nya kepada mereka: "Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju”. Motivasi misi disini adalah kebutuhan secara sosial karena dengan twegas dikatakan bahwa Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju”.

Lukas 24:47:  Dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Motivasi misi disinii adalah kita harus bermisi karena dalam kita bermisi yang harus kita sampaikan adalah berita tentang kebangkitan Yesus dari maut yang bersisi tentang pertobatan dan pengampunan dosa. Dan semua orang harus tau akan hal ini.

Yohanes 6:39-40: Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.[12] " Motivasi misi di kitab ini adalah Kehendak Allah “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman."

Yohanes 20:21: Maka kata Yesus sekali lagi: "Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu. Motivasi misi disini adalah kita harus bermisi karena Yesus telah mengutus kita untuk menyampaikan injil yakni damai sejahtera ketengah-tengah dunia.[13]

Jadi dapat di dimpulkan bahwa misi dalam Perjanjian Baru merupakan misi yang agung adalah kata pergi, Matius 28:18-20: pergi, jadikan murid, ajaralah… Markus 16:15, pergi beritakan kabar baik… Lukas 24:47, pergi, beritakan pertobatan, pengampunan dosa… Yohanes 20:21, seperti Bapa yang sudah mengutusku, ku utus kau… Kisah Para-Rasul 1:8, kamu akan menjadi saksiKu. Puncak kerinduan Allah untuk berkomunikasi dengan manusia diwujudkan dalam kehadiranNya sendiri diantara manusia. Ia hadir dalam inkarnasi Allah menjadi menusia yaitu didalam pribadi Yesus Kristus, juruselamat dunia.

 

2.2.3.      Misi Sebagai Kontekstualisasi

Secara umum, “kontekstualisasi” artinya mengkomunikasikan Injil di dalam istilah-istilah yang dapat dipahami dan yang tepat bagi pendengar. Semua komunikasi Kristen sebenarnya telah dikontekstualisasikan paling tidak pada jangkauan tertentu. Ketika mencoba untuk mengomunikasikan salib secara lintas budaya, maka sangat penting ia dipahami dalam Bahasa masing-masing menurut tingkat usia. Ekspresinya, budaya dan implikasi istilah-istilah, wawasan dunia (worldview), dan kebutuhan-kebutuhan dari audiens merupakan target penting untuk diperhatikan.

Kata “kontekstualisasi” merupakan suatu kata yang yang diambil dari kata “konteks”, memiliki akar di dalam Bahasa latin contextus, yang artinya “bergelombang bersama” (weaving together). Dalam pengertian harafiah, konteks artinya yang muncul sebelum dan sesudah sebuah kata, ungkapan, pernyataan, yang dimaksudkan untuk mencocokkan maknanya atau keadaan-keadaan dengan mana sebuah periatiwa terjadi. Kontekstualisasi dapat didefenisikan, menjadi konsep-konsep dan metode-metode menjadi relevan kepada situasi sejarah.[14] Kontekstualisasi misiologi dapat dipandang sebagai memampukan pesan kasih Allah yang menebus di dalam Yesus Kristus untuk menjadikannya hidup ketika ia dialamatkan kepada isu-isu vital dari suatu konteks sosiokultural dan mentransformasi wawasan dunia, nilai-nilai dan sasarannya.

Kata “kontekstual” pertama kali diciptakan pada awal tahun 1970-an, di kalangan Theological Education Fund (dana Pendidikan teologi), dengan suatu pandangan kususnya tentang tugas Pendidikan dan pembentukan orang-orang bagi pelayanan gereja. Kata ini segera menyebar dan menjadi sebuah istilah umum bagi berbagai model teologi. Ukpong mengidentifikasikan dua jenis utama teologi kontekstual, yakni model pempribumian (indigenization) dan model sosial-ekonomi. Masing-masing dari kedua model ini dapat di bagi lagi menjadi sub-subnya: motif pempribumian menampilkan diri sebagai model penterjemahan atau model inkulturasi; pola soal-ekonomi dalam kontekstualisasi dapat bersifat evolusioner (teologi pembebasan, teologi hitam, teologi feminis, dll).[15]

 

2.2.4.      Defenisi Kontekstualisasi Dari Beberapa Tokoh

Adapun beberapa pengertian Teologi Kontekstual menurut beberapa tokoh, yaitu:

1.      Darrel Whiteman mendefenisikan kontekstualisasi sebagai yang lebih dari sekedar mengomunikasikan pesan di dalam suatu konteks wawasan dunia baru, tetapi kemudian bagaimana ia menjadi bagian dari kebudayaan mereka.[16]

2.      Stan Guthrie mendefinisikan kontekstualisasi sebagai berikut: kontekstualisasi arti sederhananya menemukan titik kontak di dalam konteks orang-orang dan menyingkirkan hal-hal dari konteks orang tersebut yang menghalangi komunikasi, sehingga mereka dapat mendengar injil.[17]

3.      Eka Darmaputra mendefenisikan kontekstualisasi adalah teologi itu sendiri. Dikatakan teologi bila ia benar-benar kontekstual. Kontekstualisasinya, karenanya suatu usaha untuk mempertemukan teks dan konteks di dalam suatu hubungan yang dinamis, kreatif dan eksistensial.[18]

4.      Yakob Tomatala mendefenisikan kontekstualisasi adalah cabang ilmu teologi Kristen yang menelaah bagaimana ajaran Kristen dapat menjadi relevan di konteks-konteks yang berbeda-beda.

Jadi, dari defenisi beberapa tokoh tersebut, dapat disimpulkan kontekstualisasi merupakan ilmu teologi yang dipelajari dan diterapkan sehingga bisa sesuai dan dapat menjawab kebutuhan masyarakat dimanapun teologi itu dikembangkan. Teologi kontekstual ialah ilmu teologi yang penerapannya selalu sesuai dengan situasi, kondisi dan keadaan manusia dan hidup pada masa ini dan masa yang terus berubah.

 

2.2.5.      Dasar Misi secara Kontekstualisasi (Dasar Alkitab)

Dalam Perjanjian Lama banyak termuat tentang misi, misalnya dalam Kejadian 12:1-3 mencertikan tentang panggilan Tuhan kepada Abraham. Bisa kita lihat 3 kata penting yang perlu diperhatikan adalah: tinggalkan, pergi, dan menjadi berkat. Dari ke 3 ini ada pesan misi di dalamnya yaitu Abraham dipanggil untuk keluar dan pergi ke tempat bangsa lain dan melalui Abraham semua kaum, dimuka bumi akan mendapat berkat. Berkat yang dimaksud tentulah berkat rohani yaitu mengenal Allah Abraham. Pemanggilan Abraham menandai titik balik dalam hubungan Allah dengan dunia. Dalam Perjanjian Lama penyataan diri Allah dalam penciptaan adalah dasar kontekstualisasi. Kejadian satu dimulai dengan Allah yang menyatakan diri sebagai pencipta. Allah mengambil inisiatif pertama dalam penyataan diriNya kepada dunia. Penyataan diri Allah sebagai pencipta menunjukkan kehendakNya untuk membuka tabir diriNya yang adalah pencipta kepada manusia. Di sini bisa kita pahami bahwa Allah penggerak utama kontekstualisasi dan proses kontekstualisasi itu dimulai dari Allah yang menyatakan diriNya kepada manusia. Dengan kata benar adalah kontekstualisasi yang benar dimulai dari Allah.

Kontekstualisasi dalam Perjanjian Baru ialah penjelmaan atau inkarnasi Yesus Kristus merupakan puncak penyataan Allah kepada umat manusia. Dalam inkarnasi Yesus, Allah melintas jurang pemisah antara surga dan dunia ini. Bisa kita lihat bahwa cara Allah sendiri untuk mengkontekstualisasikan FirmanNya. Yang maha mulia menjadi sama dengan kita. Pribadi kedua tritunggal mengambil rupa manusia bagi diriNya sendiri, mengambil segala sesuatu berhubungan dengan kemanusiaan yang sempurna, sehakikat dengan kita sebagai manusia (Ibrani 2:14).[19]

Secara substansial, antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak berbeda. Hakikat misi adalah kepedulian Tuhan atas ciptaanNya (yang telah jatuh). Perbedaanya hanya terletak pada (dalam cara) bagaimana Tuhan menyatakan kepedulianNya itu. Di masa Perjanjian Lama Israel secara eksplisit khusus sebagai arena kegiatan (misi) Tuhan yang, orientasinya adalah mencakup segenap kaum di muka bumi. Sementara pada masa Perjanjian Baru (PB) adalah kontiunitas kontekstualisasi dalam Perjanjian Lama.

 

2.3.Refleksi Dalam Era Digital Saat Ini

Misi Kristen dimulai pada hari raya Pentakosta ketika para rasul mulai berkata-kata dalam Bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya (Kis. 2:4). Orang-orang yang tidak terjangkau pada setiap zaman telah mendengar dan menerima berita misionaris hanya kalau gereja Kristen menjelmakan dirinya dalam kehidupan dan dunia dari mereka yang telah merangkulnya. Misi dapat diartikan sebagai tugas yang berasal dari Allah sendiri untuk menyelamatkan dunia dan diamanatkan kepada gereja yang sekaligus menjadi tugas dan panggilan gereja di tengah-tengah dunia ini.  Karena itu gereja sebagai persekutuan orang percaya harus ikut dalam panggilan bermisi, ikut berkarya dalam mengabarkan kabar sukacita dari Allah kepada dunia. Misi yang dijalankan Gereja akan mengalami perubahan bentuk yang derastis dimasa mendatang. Perkembangan Gereja akan berlanjut menuju Era Baru di dalam Digital. Karena sebagian besar dunia telah dipetakan dan Globalisasi (Digitalisasi) telah membawa kemungkinan yang lebih besar dalam mengangkut injil dan Misionaris ke semua bagian dunia, metode dan keterlibatan dengan yang lain secara Historis dan terutama terbatas pada lingkungan jasmani. Perkembangan teknologi dan digitalisasi yang melaju sangat cepat akan menghantar perubahan Gereja ke masa depan. Apa lagi di masa pandemi saat sekarang ini akan menjadikan kita lebih berhikmat dan terus berjalan ke depan, kita membutuhkan kekuatan dari Tuhan untuk melaluinya. Perlu mengingat bagaimana pengalaman hidup kita selama Covid19 ini. Hidup di luar kebiasaan sebelum masa pandemi ini, seperti semakin sering menggunakan internet, berdiakonia melalui internet, dan berkhotbah secara online. Menurut hemat saya bukan hanya masa kini, sejak zaman PL dan PB umat Tuhan sudah mengalami penderitaan, bukan hanya karena penyakit tetapi juga akibat penindasan dari bangsa lain. Gereja di masa lalu juga pernah mengalami pandemi, cacar, Black Death, dan lainnya, tetapi gereja masih ada hingga saat ini. Tentu ini merupakan kuasa Roh Kudus, bukan karena kepintaran dan kekuatan manusia semata. Tanggung jawab kita adalah tetap bermisi sambil mempersiapkan generasi penerus gereja dan bangsa ini agar tidak menurun semangatnya dalam bermisi akibat pandemi ini.[20] Jika Gereja saat ini ingin menjadi efektif dalam mengejar misi bersaksi tentang kedaulatan Allah. Dalam semua Ciptaan, Mewujudkan Realitas Kristus yang bertemu manusia dimana pun berada, karena hidup di luar kebiasaan ini, membuat kita lebih dekat dengan komputer, HP dan semakin jauh dari kebiasaan kita berjumpa dengan sesama manusia. Ini juga mengakibatkan jemaat mengalami kebosanan dalam ibadah yang hanya melihat dari media virtual. Dunia virtual itu seperti ada tapi tiada, tiada tapi ada. Oleh karena itu melakukan misi yang kontekstualisasi pada saat sekarang ini memungkinkan untuk memakai peralatan computer, HP dan internet atau bisa di sebut dengan digitalisasi. Selama pandemi, penggunaan media internet menjadi hal yang biasa bagi kita. Saat kuliah kita memakai internet. Bukan hanya itu, sebahagian ruang gereja menjadi ruang virtual. Khotbah dilaksanakan melalui zoom, FB dan Youtube. Ini merupakan pengalaman baru selama ini yang kita alami. Ini mengingatkan kita bahwa kita pernah berjalan di masa pandemi, sedang menjalaninya dan akan melewatinya bersama masyarakat dan ciptaan lainnya. Menurut hemat saya dengan memakai semua peralatan digital pada saat sekarang ini maka kita sedang melakukan kontekstualisasi di masa pandemi dan dengan cara ini semua pelayanan bisa dilakukan bahkan semakin terjangkau orang-orang yang di luar kita.

Demikian juga dengan Strategi misi Allah yang dijalankan oleh Gereja harus berubah tanpa mengubah esensial misi Allah itu sendiri. Perubahan ini harus segera dilakukan dengan segala kemampuan yang ada dan terus dikembangkan. Jika tidak maka akan mendapatkan resiko yang besar jika Gereja dan pola misinya tidak berubah, Secara Sederhana bisa disebutkan Jemaat sudah sangat sulit di dekati karena sudah memiliki cara berpikir yang berbeda dengan Gereja. Strategi kerja misi yang dijalankan Gereja harus lebih Evesien, efektif, dan berorientasi menyangkut pola pikir Gereja yang harus mengikuti percepatan perubahan teknologi. Strategi pelayanan yang lebih simpel namun misi bisa disampaikan dengan lengkap harus lebih memperhatikan tugas dan panggilannya di dalam memasuki Era Transpormasi digital.

Gereja tetap harus mempertahankan Misi Allah yang di embannya dengan mengedepankan menjelaskan bahwa teknologi berada di dalam dunia. Kontemporel dimana keterhubungan tidak lagi bergantung pada jarak tetapi kepada ketersediaan teknologi informasi. Akibat timbulnya gejala ini terjadi ketergantungan terhadap peralatan yang dapat memenuhi kebutuhan dan untuk tetap terhubung secara online.[21] Begitu juga dalam era digitalisasi ini Gereja dipanggil untuk menjadi terang dan garam dunia. [22] Allah secara langsung dan tidak langsung yaitu memakai manusia dalam melaksanakan pelayanan sosial dan itu sangat jelas dalam Alkitab dan gereja mula-mula, maka pada masa kini gereja turut terlibat dalam pelayanan sosial. Bukti adanya relevansi antara pelayanan sosial di masa Alkitab sampai gereja masa kini. Wujud nyata pelayanan sosial gereja masa kini seperti yang bisa dilakukan dengan cara digitalisasi:

1.      Tempat-tempat pembinaan rohani melalui zoom, gogle meet dan lain-lain.

2.      Membangun sekolahan terbuka dari berbagai domisili atau tempat bisa mengikuti sekolah sampai ke pelosok negeri atau pedalaman jika terjangkau internet.[23]

Menurut hemat saya dunia virtual ini juga mempunyai kelemahan karena saat ibadah atau kuliah, jika melalui zoom atau google meeting kita bisa menutup kamera sehingga tidak nampak bagaimana penampilan kita yang sebenarnya. Apakah ceria, muram atau tertidur saat mengikuti acara-acara. Tentu misi juga akan menghadapi persoalan yang sama dengan pengalaman kita saat ini. Namun apapun yang menjadi tantangan ke depan hari dalam menjalankan misi, misi tentang kabar sukacita itu terus di kumandangkan dan gereja harus belajar teknologi terkini sehingga gereja juga tidak tertinggal. Selanjutnya dengan menggunakan teknologi yang terkini maka gereja saat ini dapat bermisi menjangkau seluruh dunia. Maka teknologi saat ini bukan hanya untuk berita-berita bencana, berita bahagia, updet status dan lain-lain, tetapi juga dapat menjadi metode penginjilan ke seluruh dunia dengan menggunakan bahasa dan kalimat yang baik dan sopan tanpa menyinggung suku dan umat beragama lainnya, sehingga kabar sukacita itu lebih cepat sampai ke segala bangsa dan saya juga mempunyai keyakinan ketika zaman Yesus sudah mulai berkembang internet maka Yesus juga akan memakainya supaya berita itu cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia.

III.             KESIMPULAN

Dari pemaparan diatas maka dapat di simpulkan:

1.      Misi dapat diartikan sebagai tugas yang berasal dari Allah sendiri untuk menyelamatkan dunia dan diamanatkan kepada gereja yang sekaligus menjadi tugas dan panggilan gereja di tengah-tengah dunia ini.  Karena itu gereja sebagai persekutuan orang percaya harus ikut dalam panggilan bermisi, ikut berkarya dalam mengabarkan kabar sukacita dari Allah kepada dunia.

2.      Secara substansial, antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak berbeda. Hakikat misi adalah kepedulian Tuhan atas ciptaanNya (yang telah jatuh). Perbedaanya hanya terletak pada (dalam cara) bagaimana Tuhan menyatakan kepedulianNya itu. Di masa Perjanjian Lama Israel secara eksplisit khusus sebagai arena kegiatan (misi) Tuhan yang, orientasinya adalah mencakup segenap kaum di muka bumi. Sementara pada masa Perjanjian Baru (PB) adalah kontiunitas kontekstualisasi dalam Perjanjian Lama.

3.      Misi yang kontekstualisasi merupakan ilmu teologi yang dipelajari dan diterapkan sehingga bisa sesuai dan dapat menjawab kebutuhan masyarakat dimanapun teologi itu dikembangkan. Teologi kontekstual ialah ilmu teologi yang penerapannya selalu sesuai dengan situasi, kondisi dan keadaan manusia dan hidup pada masa ini dan masa yang terus berubah.

4.      Dalam melakukan misi secara kontekstual dalam era digital saat ini, Strategi misi Allah yang dijalankan oleh Gereja harus berubah tanpa mengubah esensial misi Allah itu sendiri. Perubahan ini harus segera dilakukan dengan segala kemampuan yang ada dan terus dikembangkan akan terdapat resiko yang besar jika Gereja dan pola misinya tidak berubah, Secara Sederhana bisa disebutkan Jemaat sudah sangat sulit di dekati karena sudah memiliki cara berpikir yang berbeda dengan Gereja. Strategi kerja misi yang dijalankan Gereja harus lebih Evesien, efektif, dan berorientasi menyangkut pola pikir Gereja yang harus mengikuti percepatan perubahan teknologi. Strategi pelayanan yang lebih simpel namun Misi bisa disampaikan dengan Lengkap harus lebih memperhatikan tugas dan panggilannya di dalam memasuki Era Transpormasi digital.

 

IV.             DAFTAR PUSTAKA

4.1.Sumber Buku

..... KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996)

Boehlke, Robert R., Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2011)

Bosch, David J., TRANSFORMASI MISI KRISTEN, sejarah teologi misi yang mengubah dan

berubah, (Jakarta: BPK-GM, 2012)

Darmaputra, Eka, Konteks Berteologi di Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 1989)

Dikutip dari ALKITAB Terjemahan Baru (TB) LAI 1974

Gultom, Junifrius, Teologi Misi Pentakostal, Isu-Isu Terpilih, (Jakarta: BPK-GM. 2018)

Naftallino, A., Teologi Misi, Misi di abad postmodrenisme (tantangan autentisitas injil di abad

postmo), (Bekasi: Pondok Gede, 2007)

Prent, K., dkk eds, Kamus Latin- Indonesia, (Yogyakarta: 1969)

Putranto, Bambang Eko, Misi Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 2007)

Simon, John C, Beriman Di Era Digital: Sebuah Perspektif Teologi Moral, in Workshop Inforkom

GPIB (Batam, 2019)

Sun, Calvin, Toward a Digital Missiology: Missions to an Unreal World (Canada: Ambrose

University, 2018)

Suryawasita, A., Analisa Sosial, dalam JB Banawiratma (ed), Kemiskinan dan Pembebasan

(Yogyakarta: Kanisius 1994)

Tomatala, Y., Penginjilan Masa Kini, (Malang: Gandung Mas, 2004)

Tomatala, Yakob, Teologi Misi “Pengantar Misologi: suatu dogmatika alkitabiah tentang misi

penginjilan dan pertumbuhan gereja” (Jakarta: YT leadership Foundation)

Woga, Edmund, Dasar-dasar Misiologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2002)

 

4.2.Sumber Internet

https://smtkkupangkota.wixsite.com/melayanisampaiakhir/post/misi-secara-kontekstual-dan-dasar-misi-secara-kontekstual

 

 

 



[1] A. Naftalino, Teologi Misi: Misi di Abad Post Modernisme, (Bekasi: GPPMW, 2007), 15

[2] Edmund Woga, Dasar-dasar Misiologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 14

[3] K. Prent, dkk eds, Kamus Latin- Indonesia, (Yogyakarta: 1969), 14 

[4] ..... KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 452

[5]  Bambang Eko Putranto, Misi Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 2007), 6

[6] Y. Tomatala, Penginjilan Masa Kini, (Malang: Gandung Mas, 2004), 7

[7] David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen, 27

[8] A. Naftallino, Teologi Misi, Misi di abad postmodrenisme (tantangan autentisitas injil di abad postmo), (Bekasi: Pondok Gede, 2007), 28-29

[9] Edmund Woga, Dasar-dasar Misiologi, (Yogyakarta:Kanisius, 2002), 71

[10] Yakob Tomatala, Teologi Misi “Pengantar Miso;ogi: suatu dogmatika alkitabiah tentang misi penginjilan dan pertumbuhan gereja” (Jakarta: YT leadership Foundation), 16

[11] Ibid, 17

[12] A. Naftallino, Teologi Misi, Misi di abad postmodrenisme (tantangan autentisitas injil di abad postmo), 48-50

[13]  Dikutip dari ALKITAB Terjemahan Baru (TB) LAI 1974

[14] Junifrius Gultom, Teologi Misi Pentakostal, Isu-Isu Terpilih, (Jakarta: BPK-GM. 2018), 150-151

[15] David J. Bosch, TRANSFORMASI MISI KRISTEN, sejarah teologi misi yang mengubah dan berubah, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 645

[16] Darrel mencoba untuk mengomunikasikan injil di dalam kata dan perbuatan dan untuk membangun gereja di dalam cara-cara yang cocok bagi orang di dalam konteks kebudayaan mereka, menghadirkan kekristenan sedemikian rupa, sehingga ia memenuhi kebutuhan terdalam dari orang-orang dan melakukan penetrasi kepada wawasan dunia mereka, kemudian mengizinkan mereka mengikut Kristus dan tetap di dalam kebudayaan sendiri

[17] Op. Cit., Junifrius Gultom, Teologi Misi Pentakostal, Isu-Isu Terpilih, 151-152

[18] Eka Darmaputra, Konteks Berteologi di Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 1989), 9

[20] Calvin Sun, Toward a Digital Missiology: Missions to an Unreal World (Canada: Ambrose University, 2018). 

[21] John C Simon, Beriman Di Era Digital: Sebuah Perspektif Teologi Moral, in Workshop Inforkom GPIB (Batam, 2019). 

[22] A. Suryawasita, Analisa Sosial, dalam JB Banawiratma (ed), Kemiskinan dan Pembebasan (Yogyakarta: Kanisius 1994), 11-12

[23] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 376

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url