Misi Dalam Perjanjian Baru
Menggali makna misi dan perannya secara
kontekstual dalam Perjanjian Baru dan Refleksiya dalam era digital saat ini
Ewen Josua
Silitonga
I.
PENDAHULUAN
Dalam
situasi saat sekarang ini untuk menjalankan misi yang kontekstual, gereja harus
belajar teknologi terkini. Selanjutnya dengan menggunakan teknologi yang
terkini maka gereja saat ini dapat bermisi menjangkau seluruh dunia. Pada
kesempatan kali ini saya akan mencoba menggali makna misi dan perannya secara
kontekstual dalam Perjanjian Baru dan refleksinya dalam era digital saat ini.
Semoga apa yang saya paparkan ini bisa menambahi wawan dan pemahaman kita.
II.
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
Misi
Kata
misi berasal dari bahasa Latin yaitu “missio”
yang mempunyai arti pengutusan. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “mission” yang diterangkan sebagai the action of sending or delegated by
authority/persons sent, etc. Kata mission
tersebut dipakai untuk menerangkan kehendak Tuhan, yang dimana kehendak Tuhan
itu sendiri adalah penyelamatan atas manusia yang telah terjatuh ke dalam
belenggu dosa.[1]
Kalangan Gereja pada dasarnya menggunakan kata mittere (mitto, missi, missium) yang mempunyai beberapa pengertian
dasar:[2]
(1) membuang, menembak, membentuk, (2) mengutus, mengirim, (3) membiarkan
pergi, melepaskan pergi, (4) mengambil, menyadap, membiarkan mengalir (darah).[3]Sedangkan
menurut KBBI, misi merupakan tugas yang dirasakan orang sebagai suatu kewajiban
untuk melakukannya demi agama, ideologi, patriotisme.[4]
Pada hakikatnya misi adalah usaha untuk menyampaikan injil kepada manusia yang
masih berada di luar keselamatan karena belum mendengar dan belum menerima injil.[5]
Berangkat
dari pengertian misi yakni sebagai “pengutusan”, muncul dua istilah yakni Missio
Dei (misi Allah) dan Missio Christi. Yang mana Missio Dei memberikan
kabar baik bahwa Allah adalah Allah untuk manusia. Misi Allah diungkapkan
melalui keseluruhan pekerjaanNya untuk menyelamatkan dunia dan segala isinya.
Kepedulian Allah terhadap manusia dan segala ciptaanNya diwujudkan dengan cara
mengutus Yesus Kristus untuk keselamatan dunia. Jadi, misi
dapat diartikan sebagai tugas yang berasal dari Allah sendiri untuk
menyelamatkan dunia dan diamanatkan kepada gereja yang sekaligus menjadi tugas
dan panggilan gereja di tengah-tengah dunia ini. Karena itu gereja sebagai persekutuan orang
percaya harus ikut dalam panggilan bermisi, ikut berkarya dalam mengabarkan kabar
sukacita dari Allah kepada dunia.
2.2.Landasan
Misi Dalam Alkitab
2.2.1. Perjanjian
Lama
Dalam
Perjanjian lama (Kaj. 1:28) Adam diberi mandat misi untuk memenuhi, menguasai,
dan menaklukkan bumi bagi kemuliaan Tuhan. Tuhan memberi tanggung jawab sebagai
mandat untuk dilakukan Adam dalam mewujudkan damai sejahtera atau syalom.[6]
Pemberian mandat dan tanggung jawab dari Allah kepada orang yang dipilihNya
merupakan tugas misi Allah untuk kesejahteraan umat manusia dan segala
ciptaanNya. Begitu juga Tuhan benar-benar memperhatikan dunia melalui Abram
(Kej.12: 1-3) atau Israel (Kel. 19: 6).Pemilihan Israel nampak sebagai lanjutan
karya Allah kepada bangsa-bangsa sehingga pemilihan Israel tidak sekali-kali
bertujuan egoisme-keselamatan melainkan universalisme-keselamatan artinya Allah
mengarahkan pandangannya kepada seluruh dunia. Allah berperan sebagai pencipta
dunia (Kej. 1, Mzm. 8, 19), tuan atas sejarah (Kej. 12, Kel. 1, Ul. 2, Am. 9)
serta penyelamat segala bangsa. Keselamatan Allah terbuka untuk seluruh umat
manusia, bangsa-bangsa menantikan Yahwe dan percaya kepadaNya (Yes. 51),
kemuliaanNya akan disingkapkan kepada mereka semua (Yes. 40). Semua penjuru
bumi dipanggil untuk memandang kepada Allah dan diselamatkan (Yes. 45, 22),
bangsa-bangsa akan menyembah di Bait Allah di Yerusalem, tempat kudus dari
seluruh dunia, bersama-sama dengan umat perjanjian (Mzm. 96,9). Allah Israel,
Allah seluruh dunia merupakan missionaris dalam Perjanjian Lama, Allah sendiri
yang membawa bangsa-bangsa ke Yerusalem untuk menyembahNya bersama-sama dengan
umat perjanjianNya. Bila bangsa-bangsa pun datang, itu karena Allah yang
membawa mereka masuk (sentripetal) atau kehendak Allah sendiri bukan bangsa
pilihan yang membawa mereka tetapi bangsa pilihan menjadi saksi kebesaran dan
kemahakuasaan Allah, kemuliaan Allah terpancar dari bangsa yang istimewa
tersebut. Allah adalah pusat pemberitaan keselamatan. Bangsa-bangsa menantikan
Yahweh dan menaruh percaya kepadaNya (Yes. 51: 5). kemuliaanNya akan
disingkapkan kepada mareka semua (Yes. 40:5). Semua penjuru bumi dipanggil
untuk memandang kepada Allah dan diselamatkan (Yes. 45: 22).[7]
Dalam hal ini adalah umat Israel, dipilih sebagai alatNya. Sebab mereka adalah
pewaris janji yang telah lama dinyatakanNya kepada leluhurnya (Abraham, Ishak,
dan Yakub). Kehendak Tuhan di dalam memulihkan kejatuhan manusia semakin tampak
terang dengan panggilan Abraham, Kejadian 12:1-3. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa bangsa Israel adalah alat Tuhan.[8]
Dan karena itu pula ia (umat Israel) mempunyai keunikan status dan peran
istimewa bagi bangsa-bangsa diseluruh muka bumi melalui Abraham. Abraham
diperintahkan untuk pergi ke negeri lain agar keselamatan dari Allah dapat
disaksikan oleh orang lain dan kesaksian Abraham tentang kasih Allah diwujudkan
dalam ketaatannya kepada Printah Tuhan. Dan Tuhan menjanjikan perlindungan
kepada Abraham dan keturunannya (Kejadian 15:14)[9]
Kejadian 9:8-11:
Berfirmanlah Allah kepada Nuh dan kepada anak-anaknya yang bersama-sama dengan
dia:"Sesungguhnya Aku mengadakan perjanjian-Ku dengan kamu dan dengan
keturunanmu dan dengan segala makhluk hidup yang bersama-sama dengan kamu:
burung-burung, ternak dan binatang-binatang liar di bumi yang bersama-sama
dengan kamu, segala yang keluar dari bahtera itu, segala binatang di bumi, Maka
Kuadakan perjanjian-Ku dengan kamu, bahwa sejak ini tidak ada yang hidup yang
akan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak akan ada lagi air bah untuk
memusnahkan bumi. Motivasi misi disini dapat kita melihat bahwa kasih Allah
menyertai mereka karena dia sudah berjanji untuk menyertai mereka dan tidak
akan mendatangkan air bah lagi.
Yosua 4:22-24 maka haruslah kamu beritahukan kepada
anak-anakmu, begini: Israel telah menyeberangi sungai Yordan ini di tanah yang
kering,sebab TUHAN, Allahmu, telah mengeringkan di depan kamu air sungai
Yordan, sampai kamu dapat menyeberang seperti yang telah dilakukan TUHAN,
Allahmu, dengan Laut Teberau, yang telah dikeringkan-Nya di depan kita, sampai
kita dapat menyeberang, supaya semua bangsa di bumi tahu, bahwa kuat tangan TUHAN,
dan supaya mereka selalu takut kepada TUHAN, Allahmu. Motivasi misi di ayat ini
adalah Kasih Allah karena oleh karena kasihNya lah bangsa Israel dapat
menyeberang, supaya semua bangsa di bumi tahu, bahwa kuat tangan TUHAN, dan
supaya mereka selalu takut kepada TUHAN, Allahmu.
Berdasarkan
uraian di atas sangat jelas bahwa dalam Perjanjian Lama misi Allah telah
dilaksanakan untuk memberitakan keselamatan dan berkat bagi Tuhan kepada semua
manusia dan seluruh ciptaanya. Allah memanggil orang yang dianggap mampu untuk
melakukan misiNya agar keselamatan dari Allah dapat dilihat dan dialami orang
lain.
2.2.2. Perjanjian
Baru
Istilah
misi (Mission) berasal dari bahasa latin “missio” yang diangkat dari
kata dasar “mittere” yang berkaitan dengan kata “missum” yang
artinya “to send” (mengirim/mengutus). Padanan dari kata ini dalam
Bahasa Yunani ialah “apostello”. Apostello ini tidak berarti
mengirim/kirim (pempo) secara umum. Istilah ini lebih berarti mengirim
dengan otoritas. Di sini, yang dikirim, diutus dengan otoritas dari yang
mengirim untuk tujuan kusus yang akan dicapai. Tekanan penting dari “misi atau
pengutusan Allah” berbicara tentang Allah sebagai pengutus, dimana Ia adalah
sumber, inisiator, dinamisator, pelaksana, dan penggenap misiNya.[10]
Secara
substansial, antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak berbeda. Hakikat
misi adalah kepedulian Tuhan atas ciptaanNya (yang telah jatuh). Perbedaanya
hanya terletak pada (dalam cara) bagaimana Tuhan menyatakan kepedulianNya itu.
Di masa Perjanjian Lama Israel secara eksplisit khusus sebagai arena kegiatan
(misi) Tuhan yang, orientasinya adalah mencakup segenap kaum di muka bumi.
Sementara pada masa Perjanjian Baru (PB), peran kekhususan Israel itu telah
diambil alih oleh komunitas baru (gereja Tuhan) yang terdiri dari berbagai
bangsa, Matius 21: 43. Itu berarti hidup orang percaya (gereja) bernilai misi
bagi misiNya.[11]
Matius 9:37-38:
Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Tuaian memang banyak, tetapi
pekerja sedikit.Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia
mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." Motivasi misi disini adalah
pembangunan kerejaan Allah (pertumbuhan gereja) karena Allah mengatakan bahwa
"Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit.Karena itu mintalah kepada
tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian
itu."
Matius
28:18-20: Karena
itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh
Kudus. Dan ajarlah mereka melakukan
segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai
kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." Motivasi misi disini adalah murid-murid Tuhan Yesus diperintahkan
untuk mengabarkan kabar baik (Injil) kepada seluruh bangsa, bahwa Tuhan
Yesus-lah Juruselamat manusia yang datang untuk menyelamatkan umat yang percaya
kepada-Nya. Hal ini juga tugas kita sekarang sebagai umat yang percaya untuk
memberitakan kabar baik ini keseluruh bangsa. Dan ini bukan hanya tugas para
murid-murid Yesus saja, tetapi kita juga anak-anak Allah. Dalam hal ini juga
kita disuruh untuk membawa mereka kepada-Nya melalui baptisan kudus di dalam
nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Dan untuk mengajari mereka ke jalan Tuhan
kita Yesus Kristus, supaya mereka percaya dan memperoleh keselamatan yang dari
pada-Nya. Dan bagi pekabar Injil atau pemberita kerajaan Allah, maka Dia
berjanji akan Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. Oleh karena itu kita tidak perlu takut
sebab Tuhan selalu memberkati dan selalu menyertai kita senantiasa, serta Tuhan
memcukupkan segala sesuatu yang kita perlukan.
Markus 10:29-30:
Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena
Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau
saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang
itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat:
rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun
disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan
menerima hidup yang kekal. Motivasi misi disini adalah hutang budi karena Tuhan
jelas mengatakan bahwa sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena
Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan,
ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa
ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki,
saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai
penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang
kekal.
Markus 16:15:
Lalu Ia berkata kepada mereka:
"Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Motivasi Misi disini adalah Yesus berkata Pergilah, beritakanlah
Injil. Ini merupakan amanat yang di berikan kepada kita untuk memberitakan
Injil kepada segala makhluk. Hal ini haruslah kita laksanakan sebagai pelayan
dan anak-anak-Nya. Supaya setiap maklhuk mendengar kabar baik (Injil) kerajaan
Allah dan keselamatan yang dari pada-Nya. Sehingga oleh pemberitaan nama-Nya
semua orang mamperoleh keselamatan karena sudah percaya kepada-Nya. Sehingga
semua makhluk bersukacita karena injil kerajaan Allah
Lukas 9:2-3: Dan
Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang,
kata-Nya kepada mereka: "Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan
membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju”. Motivasi misi
disini adalah kebutuhan secara sosial karena dengan twegas dikatakan bahwa
Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal,
roti atau uang, atau dua helai baju”.
Lukas
24:47:
Dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan
dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Motivasi
misi disinii adalah kita harus bermisi karena dalam kita bermisi yang harus
kita sampaikan adalah berita tentang kebangkitan Yesus dari maut yang bersisi
tentang pertobatan dan pengampunan dosa. Dan semua orang harus tau akan hal
ini.
Yohanes 6:39-40:
Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang
telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya
Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya
setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang
kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.[12]
" Motivasi misi di kitab ini adalah Kehendak Allah “Dan Inilah kehendak
Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya
kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.
Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan
yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku
membangkitkannya pada akhir zaman."
Yohanes
20:21: Maka kata Yesus sekali lagi: "Damai
sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku
mengutus kamu. Motivasi misi disini adalah kita harus bermisi karena Yesus
telah mengutus kita untuk menyampaikan injil yakni damai sejahtera
ketengah-tengah dunia.[13]
Jadi
dapat di dimpulkan bahwa misi dalam Perjanjian Baru merupakan misi yang agung
adalah kata pergi, Matius 28:18-20: pergi, jadikan murid, ajaralah… Markus
16:15, pergi beritakan kabar baik… Lukas 24:47, pergi, beritakan pertobatan,
pengampunan dosa… Yohanes 20:21, seperti Bapa yang sudah mengutusku, ku utus
kau… Kisah Para-Rasul 1:8, kamu akan menjadi saksiKu. Puncak kerinduan Allah
untuk berkomunikasi dengan manusia diwujudkan dalam kehadiranNya sendiri
diantara manusia. Ia hadir dalam inkarnasi Allah menjadi menusia yaitu didalam
pribadi Yesus Kristus, juruselamat dunia.
2.2.3. Misi
Sebagai Kontekstualisasi
Secara
umum, “kontekstualisasi” artinya mengkomunikasikan Injil di dalam
istilah-istilah yang dapat dipahami dan yang tepat bagi pendengar. Semua
komunikasi Kristen sebenarnya telah dikontekstualisasikan paling tidak pada
jangkauan tertentu. Ketika mencoba untuk mengomunikasikan salib secara lintas
budaya, maka sangat penting ia dipahami dalam Bahasa masing-masing menurut tingkat
usia. Ekspresinya, budaya dan implikasi istilah-istilah, wawasan dunia (worldview),
dan kebutuhan-kebutuhan dari audiens merupakan target penting untuk
diperhatikan.
Kata
“kontekstualisasi” merupakan suatu kata yang yang diambil dari kata “konteks”,
memiliki akar di dalam Bahasa latin contextus, yang artinya
“bergelombang bersama” (weaving together). Dalam pengertian harafiah,
konteks artinya yang muncul sebelum dan sesudah sebuah kata, ungkapan,
pernyataan, yang dimaksudkan untuk mencocokkan maknanya atau keadaan-keadaan
dengan mana sebuah periatiwa terjadi. Kontekstualisasi dapat didefenisikan,
menjadi konsep-konsep dan metode-metode menjadi relevan kepada situasi sejarah.[14]
Kontekstualisasi misiologi dapat dipandang sebagai memampukan pesan kasih Allah
yang menebus di dalam Yesus Kristus untuk menjadikannya hidup ketika ia
dialamatkan kepada isu-isu vital dari suatu konteks sosiokultural dan
mentransformasi wawasan dunia, nilai-nilai dan sasarannya.
Kata
“kontekstual” pertama kali diciptakan pada awal tahun 1970-an, di
kalangan Theological Education Fund (dana Pendidikan teologi), dengan
suatu pandangan kususnya tentang tugas Pendidikan dan pembentukan orang-orang
bagi pelayanan gereja. Kata ini segera menyebar dan menjadi sebuah istilah umum
bagi berbagai model teologi. Ukpong mengidentifikasikan dua jenis utama teologi
kontekstual, yakni model pempribumian (indigenization) dan model
sosial-ekonomi. Masing-masing dari kedua model ini dapat di bagi lagi menjadi
sub-subnya: motif pempribumian menampilkan diri sebagai model penterjemahan
atau model inkulturasi; pola soal-ekonomi dalam kontekstualisasi dapat bersifat
evolusioner (teologi pembebasan, teologi hitam, teologi feminis, dll).[15]
2.2.4. Defenisi
Kontekstualisasi Dari Beberapa Tokoh
Adapun beberapa
pengertian Teologi Kontekstual menurut beberapa tokoh, yaitu:
1. Darrel
Whiteman mendefenisikan kontekstualisasi sebagai yang lebih dari sekedar
mengomunikasikan pesan di dalam suatu konteks wawasan dunia baru, tetapi
kemudian bagaimana ia menjadi bagian dari kebudayaan mereka.[16]
2. Stan
Guthrie mendefinisikan kontekstualisasi sebagai berikut: kontekstualisasi arti
sederhananya menemukan titik kontak di dalam konteks orang-orang dan
menyingkirkan hal-hal dari konteks orang tersebut yang menghalangi komunikasi,
sehingga mereka dapat mendengar injil.[17]
3. Eka
Darmaputra mendefenisikan kontekstualisasi adalah teologi itu sendiri.
Dikatakan teologi bila ia benar-benar kontekstual. Kontekstualisasinya,
karenanya suatu usaha untuk mempertemukan teks dan konteks di dalam suatu
hubungan yang dinamis, kreatif dan eksistensial.[18]
4. Yakob
Tomatala mendefenisikan kontekstualisasi adalah cabang ilmu teologi Kristen
yang menelaah bagaimana ajaran Kristen dapat menjadi relevan di konteks-konteks
yang berbeda-beda.
Jadi,
dari defenisi beberapa tokoh tersebut, dapat disimpulkan kontekstualisasi
merupakan ilmu teologi yang dipelajari dan diterapkan sehingga bisa sesuai dan
dapat menjawab kebutuhan masyarakat dimanapun teologi itu dikembangkan. Teologi
kontekstual ialah ilmu teologi yang penerapannya selalu sesuai dengan situasi,
kondisi dan keadaan manusia dan hidup pada masa ini dan masa yang terus
berubah.
2.2.5. Dasar
Misi secara Kontekstualisasi (Dasar Alkitab)
Dalam
Perjanjian Lama banyak termuat tentang misi, misalnya dalam Kejadian 12:1-3
mencertikan tentang panggilan Tuhan kepada Abraham. Bisa kita lihat 3 kata
penting yang perlu diperhatikan adalah: tinggalkan, pergi, dan menjadi
berkat. Dari ke 3 ini ada pesan misi di dalamnya yaitu Abraham dipanggil
untuk keluar dan pergi ke tempat bangsa lain dan melalui Abraham semua kaum,
dimuka bumi akan mendapat berkat. Berkat yang dimaksud tentulah berkat rohani
yaitu mengenal Allah Abraham. Pemanggilan Abraham menandai titik balik dalam
hubungan Allah dengan dunia. Dalam Perjanjian Lama penyataan diri Allah dalam
penciptaan adalah dasar kontekstualisasi. Kejadian satu dimulai dengan Allah
yang menyatakan diri sebagai pencipta. Allah mengambil inisiatif pertama dalam
penyataan diriNya kepada dunia. Penyataan diri Allah sebagai pencipta
menunjukkan kehendakNya untuk membuka tabir diriNya yang adalah pencipta kepada
manusia. Di sini bisa kita pahami bahwa Allah penggerak utama kontekstualisasi
dan proses kontekstualisasi itu dimulai dari Allah yang menyatakan diriNya
kepada manusia. Dengan kata benar adalah kontekstualisasi yang benar dimulai
dari Allah.
Kontekstualisasi
dalam Perjanjian Baru ialah penjelmaan atau inkarnasi Yesus Kristus merupakan
puncak penyataan Allah kepada umat manusia. Dalam inkarnasi Yesus, Allah
melintas jurang pemisah antara surga dan dunia ini. Bisa kita lihat bahwa cara
Allah sendiri untuk mengkontekstualisasikan FirmanNya. Yang maha mulia menjadi
sama dengan kita. Pribadi kedua tritunggal mengambil rupa manusia bagi diriNya
sendiri, mengambil segala sesuatu berhubungan dengan kemanusiaan yang sempurna,
sehakikat dengan kita sebagai manusia (Ibrani 2:14).[19]
Secara
substansial, antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak berbeda. Hakikat
misi adalah kepedulian Tuhan atas ciptaanNya (yang telah jatuh). Perbedaanya
hanya terletak pada (dalam cara) bagaimana Tuhan menyatakan kepedulianNya itu.
Di masa Perjanjian Lama Israel secara eksplisit khusus sebagai arena kegiatan
(misi) Tuhan yang, orientasinya adalah mencakup segenap kaum di muka bumi.
Sementara pada masa Perjanjian Baru (PB) adalah kontiunitas kontekstualisasi
dalam Perjanjian Lama.
2.3.Refleksi
Dalam Era Digital Saat Ini
Misi
Kristen dimulai pada hari raya Pentakosta ketika para rasul mulai berkata-kata
dalam Bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka
untuk mengatakannya (Kis. 2:4). Orang-orang yang tidak terjangkau pada setiap
zaman telah mendengar dan menerima berita misionaris hanya kalau gereja Kristen
menjelmakan dirinya dalam kehidupan dan dunia dari mereka yang telah
merangkulnya. Misi dapat
diartikan sebagai tugas yang berasal dari Allah sendiri untuk menyelamatkan
dunia dan diamanatkan kepada gereja yang sekaligus menjadi tugas dan panggilan
gereja di tengah-tengah dunia ini.
Karena itu gereja sebagai persekutuan orang percaya harus ikut dalam
panggilan bermisi, ikut berkarya dalam mengabarkan kabar sukacita dari Allah
kepada dunia. Misi yang dijalankan
Gereja akan mengalami perubahan bentuk yang derastis dimasa mendatang.
Perkembangan Gereja akan berlanjut menuju Era Baru di dalam Digital. Karena
sebagian besar dunia telah dipetakan dan Globalisasi (Digitalisasi) telah
membawa kemungkinan yang lebih besar dalam mengangkut injil dan Misionaris ke
semua bagian dunia, metode dan keterlibatan dengan yang lain secara Historis
dan terutama terbatas pada lingkungan jasmani. Perkembangan teknologi dan
digitalisasi yang melaju sangat cepat akan menghantar perubahan Gereja ke masa
depan. Apa lagi di masa pandemi saat sekarang ini akan menjadikan kita
lebih berhikmat dan terus berjalan ke depan, kita membutuhkan kekuatan dari
Tuhan untuk melaluinya. Perlu mengingat bagaimana pengalaman hidup kita selama
Covid19 ini. Hidup di luar kebiasaan sebelum masa pandemi ini, seperti semakin
sering menggunakan internet, berdiakonia melalui internet, dan berkhotbah
secara online. Menurut hemat saya bukan hanya masa kini, sejak zaman PL dan PB
umat Tuhan sudah mengalami penderitaan, bukan hanya karena penyakit tetapi juga
akibat penindasan dari bangsa lain. Gereja di masa lalu juga pernah mengalami
pandemi, cacar, Black Death, dan
lainnya, tetapi gereja masih ada hingga saat ini. Tentu ini merupakan kuasa Roh
Kudus, bukan karena kepintaran dan kekuatan manusia semata. Tanggung jawab kita
adalah tetap bermisi sambil mempersiapkan generasi penerus gereja dan bangsa
ini agar tidak menurun semangatnya dalam bermisi akibat pandemi ini.[20] Jika Gereja saat ini ingin menjadi efektif
dalam mengejar misi bersaksi tentang kedaulatan Allah. Dalam semua Ciptaan,
Mewujudkan Realitas Kristus yang bertemu manusia dimana pun berada, karena hidup
di luar kebiasaan ini, membuat kita lebih dekat dengan komputer, HP dan semakin
jauh dari kebiasaan kita berjumpa dengan sesama manusia. Ini juga mengakibatkan
jemaat mengalami kebosanan dalam ibadah yang hanya melihat dari media virtual.
Dunia virtual itu seperti ada tapi tiada, tiada tapi ada. Oleh karena itu melakukan misi yang
kontekstualisasi pada saat sekarang ini memungkinkan untuk memakai peralatan
computer, HP dan internet atau bisa di sebut dengan digitalisasi. Selama
pandemi, penggunaan media internet menjadi hal yang biasa bagi kita. Saat
kuliah kita memakai internet. Bukan hanya itu, sebahagian ruang gereja menjadi
ruang virtual. Khotbah dilaksanakan melalui zoom, FB dan Youtube. Ini merupakan
pengalaman baru selama ini yang kita alami. Ini mengingatkan kita bahwa kita
pernah berjalan di masa pandemi, sedang menjalaninya dan akan melewatinya
bersama masyarakat dan ciptaan lainnya. Menurut hemat saya dengan memakai semua
peralatan digital pada saat sekarang ini maka kita sedang melakukan
kontekstualisasi di masa pandemi dan dengan cara ini semua pelayanan bisa
dilakukan bahkan semakin terjangkau orang-orang yang di luar kita.
Demikian juga dengan Strategi misi Allah yang
dijalankan oleh Gereja harus berubah tanpa mengubah esensial misi Allah itu
sendiri. Perubahan ini harus segera dilakukan dengan segala kemampuan yang ada
dan terus dikembangkan. Jika tidak maka akan mendapatkan resiko yang besar jika
Gereja dan pola misinya tidak berubah, Secara Sederhana bisa disebutkan Jemaat
sudah sangat sulit di dekati karena sudah memiliki cara berpikir yang berbeda
dengan Gereja. Strategi kerja misi yang dijalankan Gereja harus lebih Evesien,
efektif, dan berorientasi menyangkut pola pikir Gereja yang harus mengikuti
percepatan perubahan teknologi. Strategi pelayanan yang lebih simpel namun misi
bisa disampaikan dengan lengkap harus lebih memperhatikan tugas dan
panggilannya di dalam memasuki Era Transpormasi digital.
Gereja tetap harus mempertahankan Misi Allah yang di
embannya dengan mengedepankan menjelaskan bahwa teknologi berada di dalam
dunia. Kontemporel dimana keterhubungan tidak lagi bergantung pada jarak tetapi
kepada ketersediaan teknologi informasi. Akibat timbulnya gejala ini terjadi
ketergantungan terhadap peralatan yang dapat memenuhi kebutuhan dan untuk tetap
terhubung secara online.[21]
Begitu
juga dalam era digitalisasi ini Gereja dipanggil untuk menjadi terang dan garam
dunia. [22]
Allah secara langsung dan tidak langsung yaitu memakai manusia dalam
melaksanakan pelayanan sosial dan itu sangat jelas dalam Alkitab dan gereja
mula-mula, maka pada masa kini gereja turut terlibat dalam pelayanan sosial.
Bukti adanya relevansi antara pelayanan sosial di masa Alkitab sampai gereja
masa kini. Wujud nyata pelayanan sosial gereja masa kini seperti yang bisa
dilakukan dengan cara digitalisasi:
1. Tempat-tempat
pembinaan rohani melalui zoom, gogle meet dan lain-lain.
2. Membangun
sekolahan terbuka dari berbagai domisili atau tempat bisa mengikuti sekolah
sampai ke pelosok negeri atau pedalaman jika terjangkau internet.[23]
Menurut hemat saya dunia
virtual ini juga mempunyai kelemahan karena saat ibadah atau kuliah, jika
melalui zoom atau google meeting kita bisa menutup kamera sehingga tidak nampak
bagaimana penampilan kita yang sebenarnya. Apakah ceria, muram atau tertidur
saat mengikuti acara-acara. Tentu misi juga akan menghadapi persoalan yang sama
dengan pengalaman kita saat ini. Namun apapun yang menjadi tantangan ke depan
hari dalam menjalankan misi, misi tentang kabar sukacita itu terus di
kumandangkan dan gereja harus belajar teknologi terkini sehingga gereja juga
tidak tertinggal. Selanjutnya dengan menggunakan teknologi yang terkini maka
gereja saat ini dapat bermisi menjangkau seluruh dunia. Maka teknologi saat ini
bukan hanya untuk berita-berita bencana, berita bahagia, updet status dan
lain-lain, tetapi juga dapat menjadi metode penginjilan ke seluruh dunia dengan
menggunakan bahasa dan kalimat yang baik dan sopan tanpa menyinggung suku dan
umat beragama lainnya, sehingga kabar sukacita itu lebih cepat sampai ke segala
bangsa dan saya juga mempunyai keyakinan ketika zaman Yesus sudah mulai
berkembang internet maka Yesus juga akan memakainya supaya berita itu cepat
menyebar ke seluruh penjuru dunia.
III.
KESIMPULAN
Dari
pemaparan diatas maka dapat di simpulkan:
1. Misi
dapat diartikan sebagai tugas yang berasal dari Allah sendiri untuk
menyelamatkan dunia dan diamanatkan kepada gereja yang sekaligus menjadi tugas
dan panggilan gereja di tengah-tengah dunia ini. Karena itu gereja sebagai persekutuan orang
percaya harus ikut dalam panggilan bermisi, ikut berkarya dalam mengabarkan
kabar sukacita dari Allah kepada dunia.
2. Secara
substansial, antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak berbeda. Hakikat
misi adalah kepedulian Tuhan atas ciptaanNya (yang telah jatuh). Perbedaanya
hanya terletak pada (dalam cara) bagaimana Tuhan menyatakan kepedulianNya itu.
Di masa Perjanjian Lama Israel secara eksplisit khusus sebagai arena kegiatan
(misi) Tuhan yang, orientasinya adalah mencakup segenap kaum di muka bumi.
Sementara pada masa Perjanjian Baru (PB) adalah kontiunitas kontekstualisasi
dalam Perjanjian Lama.
3. Misi
yang kontekstualisasi merupakan ilmu teologi yang dipelajari dan diterapkan
sehingga bisa sesuai dan dapat menjawab kebutuhan masyarakat dimanapun teologi
itu dikembangkan. Teologi kontekstual ialah ilmu teologi yang penerapannya
selalu sesuai dengan situasi, kondisi dan keadaan manusia dan hidup pada masa
ini dan masa yang terus berubah.
4. Dalam
melakukan misi secara kontekstual dalam era digital saat ini, Strategi misi Allah yang dijalankan oleh
Gereja harus berubah tanpa mengubah esensial misi Allah itu sendiri. Perubahan
ini harus segera dilakukan dengan segala kemampuan yang ada dan terus
dikembangkan akan terdapat resiko yang besar jika Gereja dan pola misinya tidak
berubah, Secara Sederhana bisa disebutkan Jemaat sudah sangat sulit di dekati
karena sudah memiliki cara berpikir yang berbeda dengan Gereja. Strategi kerja
misi yang dijalankan Gereja harus lebih Evesien, efektif, dan berorientasi
menyangkut pola pikir Gereja yang harus mengikuti percepatan perubahan
teknologi. Strategi pelayanan yang lebih simpel namun Misi bisa disampaikan
dengan Lengkap harus lebih memperhatikan tugas dan panggilannya di dalam
memasuki Era Transpormasi digital.
IV.
DAFTAR PUSTAKA
4.1.Sumber
Buku
.....
KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996)
Boehlke, Robert R., Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK
(Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2011)
Bosch, David J., TRANSFORMASI MISI KRISTEN, sejarah
teologi misi yang mengubah dan
berubah, (Jakarta: BPK-GM, 2012)
Darmaputra, Eka, Konteks Berteologi di Indonesia, (Jakarta:
BPK-GM, 1989)
Dikutip dari ALKITAB Terjemahan Baru (TB) LAI 1974
Gultom, Junifrius, Teologi Misi Pentakostal,
Isu-Isu Terpilih, (Jakarta: BPK-GM. 2018)
Naftallino, A., Teologi Misi, Misi di abad postmodrenisme
(tantangan autentisitas injil di abad
postmo), (Bekasi: Pondok Gede, 2007)
Prent, K., dkk eds, Kamus Latin- Indonesia, (Yogyakarta:
1969)
Putranto, Bambang Eko, Misi Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 2007)
Simon, John C, Beriman Di Era Digital: Sebuah
Perspektif Teologi Moral, in Workshop Inforkom
GPIB (Batam, 2019)
Sun, Calvin, Toward a Digital Missiology: Missions to
an Unreal World (Canada: Ambrose
University, 2018)
Suryawasita, A., Analisa Sosial, dalam JB Banawiratma (ed), Kemiskinan dan Pembebasan
(Yogyakarta: Kanisius 1994)
Tomatala, Y., Penginjilan Masa Kini, (Malang:
Gandung Mas, 2004)
Tomatala, Yakob, Teologi Misi “Pengantar Misologi:
suatu dogmatika alkitabiah tentang misi
penginjilan dan
pertumbuhan gereja”
(Jakarta: YT leadership Foundation)
Woga, Edmund, Dasar-dasar Misiologi, (Yogyakarta:
Kanisius, 2002)
4.2.Sumber Internet
[1] A. Naftalino, Teologi Misi: Misi di Abad Post Modernisme,
(Bekasi: GPPMW, 2007), 15
[2] Edmund Woga, Dasar-dasar Misiologi, (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), 14
[3] K. Prent, dkk eds, Kamus Latin- Indonesia, (Yogyakarta:
1969), 14
[4] ..... KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 452
[5] Bambang Eko Putranto, Misi Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 2007), 6
[6] Y.
Tomatala, Penginjilan Masa Kini, (Malang: Gandung Mas, 2004), 7
[7] David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen, 27
[8] A.
Naftallino, Teologi Misi, Misi di abad postmodrenisme (tantangan
autentisitas injil di abad postmo), (Bekasi: Pondok Gede, 2007), 28-29
[9] Edmund
Woga, Dasar-dasar Misiologi, (Yogyakarta:Kanisius, 2002), 71
[10] Yakob
Tomatala, Teologi Misi “Pengantar Miso;ogi: suatu dogmatika alkitabiah
tentang misi penginjilan dan pertumbuhan gereja” (Jakarta: YT leadership
Foundation), 16
[11] Ibid,
17
[12] A.
Naftallino, Teologi Misi, Misi di abad postmodrenisme (tantangan
autentisitas injil di abad postmo), 48-50
[13] Dikutip dari ALKITAB Terjemahan Baru (TB) LAI
1974
[14] Junifrius
Gultom, Teologi Misi Pentakostal, Isu-Isu Terpilih, (Jakarta: BPK-GM.
2018), 150-151
[15] David J.
Bosch, TRANSFORMASI MISI KRISTEN, sejarah teologi misi yang mengubah dan
berubah, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 645
[16] Darrel
mencoba untuk mengomunikasikan injil di dalam kata dan perbuatan dan untuk
membangun gereja di dalam cara-cara yang cocok bagi orang di dalam konteks
kebudayaan mereka, menghadirkan kekristenan sedemikian rupa, sehingga ia
memenuhi kebutuhan terdalam dari orang-orang dan melakukan penetrasi kepada
wawasan dunia mereka, kemudian mengizinkan mereka mengikut Kristus dan tetap di
dalam kebudayaan sendiri
[17] Op.
Cit., Junifrius Gultom, Teologi Misi Pentakostal,
Isu-Isu Terpilih, 151-152
[18] Eka
Darmaputra, Konteks Berteologi di Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 1989), 9
[19] https://smtkkupangkota.wixsite.com/melayanisampaiakhir/post/misi-secara-kontekstual-dan-dasar-misi-secara-kontekstual,
diakses senin, 29 Mei 2022, pukul 20.00 Wib
[20] Calvin Sun, Toward a Digital Missiology: Missions to
an Unreal World (Canada: Ambrose University, 2018).
[21] John C Simon, Beriman Di Era Digital: Sebuah
Perspektif Teologi Moral, in Workshop Inforkom GPIB (Batam, 2019).
[22] A. Suryawasita, Analisa Sosial, dalam JB Banawiratma
(ed), Kemiskinan dan Pembebasan (Yogyakarta:
Kanisius 1994), 11-12
[23] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 376